Pojokan 214: Nilai Kata
Dr Mahnan Marbawi, MA--
Padahal ada adagium “pemenang selamanya benar”. Benar untuk membeli semua yang bisa dibeli. Termasuk suara dan hukum. Iming-iming jatah “kue” yang bisa dibagi, menghiasi. Juga menyuarakan kekalahan yang kalah.
Bisa jadi kata-katanya, tak disukai. Dan itu sudah pasti, siapa yang alergi dengan suaranya. Dianggap suara sumbang para kaum kalah.
Konon pemenang-bukan yang kalah, menuliskan sejarah. Dan tarikh itu ditulis oleh kuasa lelaki. His-story bukan Her-story.
BACA JUGA:Kalau Saja
Tapi, tidak dengan sosok ini. Dia menuliskan sendiri sejarahnya-Her-story.
Sejarah perlawanan terhadap keserakahan, ketidakadilan, kesewenangan sesiapapun. Juga pembelaan terhadap kemanusiaan dan kebenaran.
Dia menuliskan sendiri teksnya. Teks perlawanan. Suara keberanian menyuarakan keteguhan prinsip pada kemanusiaan, keadilan dan hukum. Suara cinta pada tanah air, pada ibu pertiwi.
Dia adalah simbol. Simbol keteguhan hati dan penjaga nilai. Juga penyambung suara terkulai. Tak lupa suara yang tak dijual apalagi promosi untuk dibeli. Dibeli dengan jatah kursi atau Menteri.
Apalagi soal ideologi, Dia tak bisa dikompromi. Teguh, kukuh, puguh dan penuh.
BACA JUGA:Sejarah! Ini Pertama Kali Bendera Pusaka Merah Putih Keluar dari Jakarta
Dia adalah Megawati Soekarnoputri, Sang Anggrek Besi.
Pada versi lain, Iwan Fals pun tahu arti dan nilai dari kata. Kata yang tertuang dalam syairnya.
Seperti Hio, Bongkar, dan Bento. Tak lupa Nyanyian Jiwa yang harus dijaga.
Sang Anggrek Besi adalah “Nyanyian Jiwa”yang harus dijaga. “Matahati” yang terasah. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: