Dipicu Gangguan Mental, 3 dari 10 Pelajar SMA Punya Perilaku Marah dan Cenderung Berkelahi

Dipicu Gangguan Mental, 3 dari 10 Pelajar SMA Punya Perilaku Marah dan Cenderung Berkelahi

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute mengungkapkan fakta yang memprihatinkan tentang kesehatan mental remaja di Jakarta--istimewa

Beberapa temuan penting terkait studi ini juga menyebutkan bahwa ketika berinteraksi di sekolah, para pelajar SMA yang menjadi responden pada penelitian ini juga cenderung lebih memilih teman untuk menjadi tempat konsultasi dan diskusi terkait masalah kesehatan mental mereka, bukan guru di sekolah. 

BACA JUGA:Soal Siswa SMK Ditembak Polisi di Semarang, Komisi X DPR RI Soroti Penanganan Polri dalam Kasus Tawuran

Bahkan hampir 7 dari 10 (67%) pelajar SMA terbukti tidak ingin mengunjungi ruang BK, terlebih untuk melakukan konseling, padahal guru sadar akan risiko gangguan emosional dan kesehatan jiwanya. 

Ini membuktikan bahwa peran teman sebagai rekan konseling sebaya atau peer counselor bisa menjadi salah satu agen mitigasi. Kondisi tersebut membuktikan bahwa peran teman sebagai teman konseling sebaya atau selanjutnya disebut peer counselor bisa menjadi salah satu agen mitigasi kesehatan mental di sekolah. 

Prof. Nila Moeloek selaku Menteri Kesehatan 2014-2019 dan peneliti dari lembaga Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) menegaskan bahwa pendekatan ini harus dilakukan sangat hati-hati.

BACA JUGA:Sosok Kombes Irwan Anwar, Kapolrestabes Semarang Sebut Siswa SMKN 4 Semarang Tewas Ditembak Polisi Gegara Tawuran

"Pelajar usia remaja tetap merupakan individu yang masih perlu bimbingan, sehingga konsultasi antar sesama tetap harus disiasati ruang lingkup sebagai saluran bercerita saja dan bukan untuk dilakukan sebagai upaya mitigasi konseling dikarenakan nantinya akan ada kemungkinan potensi saran yang tidak akurat sebab mereka tetap harus dibimbing, dan ini juga merupakan tugas orang tua, keluarga, serta guru di sekolah.” 

"Hasil penelitian ini diturunkan menjadi sebuah rekomendasi yang diberikan kepada institusi pendidikan yang bernama Zona Mendengar Jiwa yang harapannya dapat diterapkan oleh pihak sekolah terutama pelaksanaan skrining kesehatan mental, identifikasi masalah dan konseling berbasis sekolah, dan konseling sebaya serta integrasi layanan kesehatan dengan sekolah. Rangkaian ini sejalan dengan upaya negara dalam membentuk generasi muda yang sehat fisik dan mental dalam menyongsong Indonesia Emas 2045", ujar Program Manager Health and Wellbeing Yayasan BUMN, Heru Komarudin. 

BACA JUGA:Sosok Kombes Irwan Anwar, Kapolrestabes Semarang Sebut Siswa SMKN 4 Semarang Tewas Ditembak Polisi Gegara Tawuran

Rekomendasi lainnya dari penelitian ini adalah diperlukan adanya upaya intervensi dan promosi kesehatan mental pada tingkat sekolah SMA secara terstruktur yang melibatkan elemen guru, teman sebaya, dan orang tua agar lingkungan sekolah menjadi ramah bagi kesehatan mental. 

Hal ini penting untuk dilakukan sebab sekolah berpeluang menjadi lokus mayor masalah kesehatan mental. 

Upaya rebranding ruang BK juga dapat menjadi solusi alternatif agar tidak terkesan menstigma pelajar yang hendak melakukan konseling di sana. 

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads