Merasa Udara Lebih Dingin di Malam Hari Belakangan Ini? BMKG Ungkap Faktanya
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap anomali fenomena udara dingin di masyarakat akhir-akhir ini.--Unsplash
JAKARTA, DISWAY.ID - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap anomali fenomena udara dingin di masyarakat akhir-akhir ini.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengungkapkan bahwa hal tersebut terjadi karena udara kering dari Australia yang membuat udara saat malam hari lebih dingin dan lebih terasa oleh masyarakat di wilayah selatan garis Khatulistiwa.
"Kalau mengenai hawa dingin yang sekarang itu sebenarnya akan lebih didominasi oleh kejadian yang di selatan Khatulistiwa, khususnya saudara-saudara kita yang di pulau Jawa, Jawa Tengah, Jawa Timur, itu karena udara kering yang dari Australia itu, monsun Australia-nya sifatnya lebih kering," ujar Ardhasena dalam konferensi pers secara daring pada Senin, 6 Juli 2025.
Adapun terkait fenomena Aphelion, yang merupakan momen ketika Bumi 'berjauhan' sejenak dari pusat tata surya.
Meskipun timingnya yang kebetulan sama, Ardhasena menjelaskan bahwa udara dingin ini tidak berkaitan dengan fenomena Aphelion.
"Jika memang dia yang menyebabkan suhu dingin, kan mestinya terjadi di seluruh wilayah bumi, tetapi kan tidak demikian," jelasnya.
"Jadi suhu yang sifatnya terasa lebih dingin, khususnya malam, itu sebenarnya sifat musiman yang karakteristiknya khas terjadi," sambungnya.
Selain fenomena udara lebih dingin, cuaca ekstrem juga muncul belakangan ini.
BACA JUGA:BUKAN Polusi Udara, BMKG Sebut Kabut Tipis di Jabodetabek Disebabkan Hal Ini
Ketua BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan anomali cuaca ekstrem ini sudah terjadi sejak Mei 2025 hingga Oktober mendatang.
"Ini artinya selama musim kemarau, sesuai yang kami prakirakan sebelumnya, akan mengalami curah hujan di atas normal yang harusnya terjadi di musim kemarau atau cenderung ke arah kemarau basah," jelas Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena cuaca ekstrem yang baru-baru ini terjadi karena beberapa faktor atmosfer.
"Jadi hujan yang sangat lebat hingga ekstrim tersebut, merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor atmosfer yaitu lemahnya monsun Australia, dan hangatnya suhu muka laut menyebabkan kelembapan udara tinggi, terutama di wilayah selatan Indonesia," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
