MK Tolak Permohonan Samakan Masa Jabatan Kapolri dengan Presiden
Gedung Mahkamah Konstitusi-Heylaw.id-
JAKARTA, DISWAY.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 147/PUU-XXIII/2025 yang meminta agar masa jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) disamakan dengan masa jabatan presiden dan anggota kabinet.
Permohonan itu diajukan oleh tiga mahasiswa — Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra — yang menguji Pasal 11 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan, Mahkamah tidak menemukan alasan hukum baru untuk mengubah pendiriannya dari putusan sebelumnya atas pasal dan undang-undang yang sama.
BACA JUGA:Putusan MK: Polisi Aktif Dilarang Rangkap Jabatan Sipil, Harus Mundur Jika Ingin Jadi Pejabat
“Hingga saat ini Mahkamah belum memiliki alasan hukum yang kuat dan mendasar untuk bergeser dari pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-XXIII/2025,” ujar Arsul di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa jabatan Kapolri merupakan jabatan karier profesional, bukan jabatan politik yang setingkat menteri.
Jabatan ini memiliki batas masa jabatan, tetapi tidak bersifat periodik dan tidak otomatis berakhir bersamaan dengan masa jabatan presiden.
“Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas MK.
Mahkamah juga menilai bahwa jika jabatan Kapolri disamakan dengan menteri, maka posisi Kapolri akan tertarik dalam kepentingan politik presiden, sehingga berpotensi menggeser fungsi Polri sebagai alat negara.
BACA JUGA:Revisi Aturan Minyak Goreng Masuk Tahap Final, Kemendag Tunggu Harmonisasi Kemenkum
“Dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet. Ini berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara,” ujar Arsul.
MK menegaskan, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa Polri adalah alat negara yang berperan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum, bukan bagian dari kabinet.
“Sebagai alat negara, Polri harus mampu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan semua golongan, termasuk kepentingan presiden,” tegas Mahkamah.
Dengan demikian, MK menolak seluruh permohonan pemohon dan menegaskan kembali bahwa jabatan Kapolri tetap berada dalam ranah profesional, tidak sejajar dengan jabatan politik di kabinet.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: