Moeldokogate, ada upaya untuk mengambil alih partai Demokrat, melalui tangan kepala staf presiden, dan juga dilaksanakan menjelang kontestasi pemilihan Presiden 2024. Presiden Jokowi jelas terlibat, paling tidak membiarkan (by ommission) Moeldoko mengganggu daulat partai .
BACA JUGA:Termohon Tidak Hadir, Sidang Pra Peradilan Archi Bela Ditunda
BACA JUGA:Pak Ndul Kembali Sentil Panji Gumilang Al Zaytun Karena Larang Ucap Amin Setelah Berdoa
Pada Watergate tuduhan terhadap Richard Nixon adalah menghalangi penyidikan (obstruction of justice), menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power), dan melecehkan Kongres AS.
Pada Moeldokogate, hal yang sama sebenamya bisa dilihat di Indonesia. Ada upaya untuk obstruction of justice , untuk menutupi perkara kawan koalisi dan mengangkat perkara lawan oposisi. Salah satu indikasinya adalah dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK melalui putusan MK.
Watergate di mana penyelidikan parlemen dimulai dari adanya laporan Washington Post melalui investigasi 2 orang wartawannya, dari bocoran informasi yang diberikan oleh sumber anonim yang diberi nama Deep Throat .
Sedangkan Moeldokogate, di Indonesia belum ada proses penyelidikan. Harusnya bisa dilakukan jika DPR mau menggunakan hak angket dan hak menyatakan pendapatnya. Dalam penyelidikan, diperlukan pembocor informasi (whistle blower) pula, untuk membongkar konspirasi yang terjadi.
BACA JUGA:Sidang Gugatan Pra Peradilan Hasbi Hasan Ditunda, Kuasa Hukum Ajukan Keberatan
BACA JUGA:Belasan Ribu ASN Pindah ke IKN 2024, Azwar Anas: Oksigennya Luar Biasa
Dengan melihat perbandingan Watergate dan Moeldokogate di atas, harusnya tidak sulit untuk dimulai proses pemakzulan jika partai politik di DPR mau menggunakan haknya.
Persoalannya adalah koalisi yang terjadi bukan kooperasi (kerjasama), tapi beralih rupa menjadi kolusi saling kunci terhadap kemungkinan munculnya kasus hukum diantara kekuatan politik yang ada.
Akibatnya, pemakzulan yang seharusnya secara teori dapat dilakukan akhirnya secara politik memang tidak mudah dijalankan.
Bukan karena Jokowi tidak melanggar delik pemakzulan, tetapi karena kekuatan koalisi di DPR tidak melaksanakan fungsi kontrolnya terhadap pelanggaran impeachment yang nyata - nyata dilakukan Presiden Jokowi.