Pemalsuan merupakan bentuk pelanggaran yang terbilang sudah meluas di masyarakat dan cukup meresahkan.
Aspelindo ikut ambil peran dalam memberikan edukasi dan jaminan terhadap masyarakat supaya menggunakan produk asli.
“Tindakan pemalsuan ini memang marak dan harus segera diberantas untuk kepentingan keselamatan konsumen. Selain konsumen yang dirugikan, kami selaku pemilik merek dagang juga merasa dirugikan,” jelas Sigit Pranowo.
BACA JUGA:Kasus Gudang Oli Palsu, Praktisi Hukum Desak Kapolri Turun Tangan Usai Penggerebekan Kemendag
Tidak hanya melakukan pemalsuan, tetapi pelaku juga mampu melakukan penjiplakan atau plagiat.
Pelaku tindak penjiplakan ini meniru banyak persamaan pokok dari merek terlaris di pasaran. Pelaku dengan mudah membuat detail produk menggunakan merek dan logo yang hampir menyerupai produk asli.
Bentuk kemasan juga dibuat sedemikian rupa menyerupai bentuk aslinya, sehingga menimbulkan kebingungan pada konsumen.
Tindakan pemalsuan ini mengakibatkan pelanggaran atas kepercayaan masyarakat terhadap pelumas asli yang sering digunakan.
BACA JUGA:Satgassus Tindak Peredaran Oli Palsu di Tangerang yang Mencapai Rp 16,5 Miliar
Dari pemalsuan dan plagiat yang memilki banyak persamaan pokok ini dapat dijerat dengan Pasal 100 ayat (1) dan/atau ayat (2) serta Pasal 102 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
“ASPELINDO optimis bahwa kolaborasi dan koordinasi antara pelaku industri pelumas, pemerintah dan konsumen dapat mendorong perkembangan industri pelumas yang lebih baik ke depannya.” tutup Sigit Pranowo.