Adapun korbannya antara lain masyakarat yang telah lama menempati wilayah itu serta bisa saja pengembang akibat dari janji manis dari BP Batam.
Petrus juga mengatakan bahwa tidak ada pembicaraan tentang bagaimana hak-hak masyarakat yang ada berapa komponendi situ.
“Mulai dari hak atas tanah yang secara turun temurun, mereka punya tanaman-tanaman, mereka punya simbol-simbol adat kuburan nenek moyang,” terang Petrus.
“Sedangkan yang paling berat untuk mereka meninggalkan Pulau Rempang karena mereka bilang kami ini sudah turun-temurun hidup di sebagian nelayan dan petani lalu kalau kami mau disatukan di satu komplek S, kami punya budaya bisa hilang,” tambah Petrus.
BACA JUGA:Pesan Terakhir Jasad Ibu-Anak di Cinere Diungkap Kepolisian: Singgung Hubungan Antar Keluarga
BACA JUGA:Pesta Seks Jaksel Banyak Diminati, Puluhan Pasangan Ikut Ambil Bagian
Mahfud Md Angkat Bicara
Mahfud Md selaku Menko Polhukam mengatakan agar Polri berhati-hati menangani persoalan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Selain itu Mahfud juga meminta agar penanganan persoalan Pulau Rempang dapat ditangani dengan humanis, setelah terjadi tragedi bentrok warga-aparat keamanan Kamis 7 September lalu.
Menurut Mahfud secara hukum meminta kepada aparat penegak hukum untuk menangani masalah kerumunan orang itu atau aksi unjuk rasa
BACA JUGA:Rocky Gerung Kembali Diperiksa Bareskrim Hari Ini
"Atau yang menghalang-halangi eksekusi hak atas hukum itu, supaya ditangani dengan baik dan penuh kemanusiaan," terang Mahfud.
"Itu sudah ada standarnya. Itu masalah tindakan pemerintah dan tindakan aparat supaya Polri hati-hati," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud duduk perkara hingga menyebabkan bentrok warga Pulau Rempang dengan aparat kepolisian terjadi, terkait dengan surat keputusan (SK) terkait hak guna usaha tanah Pulau Rempang sudah diterbitkan sejak tahun 2001.
“Ada kekeliruan dilakukan pemerintah, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).