Pada akhir Oktober, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa memberikan suara yang sangat mendukung resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera.
Namun baik Israel maupun sekutu terkuatnya, Amerika Serikat, menolak seruan gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa diakhirinya pertempuran akan memberikan waktu bagi Hamas untuk berkumpul kembali.
BACA JUGA:Bantuan Indonesia ke Gaza Mendarat di Bandara El Arish Mesir
BACA JUGA:Kapal Selam Rusia Berhasil Uji Coba Peluncuran Nuklir, Jarak Tempuh Rudal Bulava 8.000 Km
Amerika menyatakan akan mendukung penghentian sementara pertempuran agar bantuan lebih banyak bisa masuk ke Gaza, namun Israel kurang menunjukkan antusiasme terhadap gagasan ini.
Ketika Israel meningkatkan operasi darat di Gaza dan melanjutkan kampanye serangan udaranya, warga Palestina khawatir bahwa konflik ini tidak akan berakhir.
Sementara sekitar 800 orang termasuk ratusan warga Palestina dengan paspor asing dan puluhan orang yang terluka telah diizinkan meninggalkan Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah berdasarkan kesepakatan antara AS, Mesir, Israel dan Qatar, yang menjadi perantara dengan Hamas.
Pada 7 Oktober, Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel, menembakkan ribuan roket dan menyusup ke wilayah Israel, menewaskan sedikitnya 1.400 orang di Israel.
Sebagai tanggapan, tentara Israel melancarkan serangan udara dan operasi darat terhadap Jalur Gaza dan memberlakukan blokade terhadap daerah kantong Palestina.