Hal ini juga mengindikasikan bahwa masing-masing orang tergerak meminta maaf lebih karena perasaan malu, bukan perasaan bersalah.
“Ini terkesan teatrikal, ketimbang pertobatan substansial,” tegas Reza.
Reza juga mempertanyakan berapa kali permintaan maaf yang bisa dianggap setara dengan residivisme para pelaku.
Sebagai lembaga yang semestinya menempatkan standar etik dan standar moral pada posisi tertinggi dan mutlak, hukuman meminta maaf kosmetik oleh staf KPK tersebut sedemikian rupa jelas terlalu enteng.
BACA JUGA:Dulu Bucin, Wulan Guritno Kini Polisikan Sabda Ahessa Gegara Uang, Tuntut Ganti Rugi Rp 369 Juta!
Seandainya kepada para pelaku pungli itu dikenakan tes wawasan kebangsaan (TWK), akan seperti apa hasilnya atau mungkin memang tak perlu lagi mereka di-TWK.
Bahwa mereka sudah menyimpang dari nilai-nilai integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan, itu saja sudah menunjukkan betapa wawasan kebangsaan mereka sedemikian bobrok.
Reza juga mempertanyakan apakah setelah upacara permintaan maaf, di mana nantinya 78 pegawai itu akan ditempatkan.
“Ruang kerja yang mana yang masih layak diisi para pegawai itu? KPK bisa memastikan puluhan orang itu tidak akan mengulangi aksi pungli mereka?, tegas Reza.
BACA JUGA:Dulu Bucin, Wulan Guritno Kini Polisikan Sabda Ahessa Gegara Uang, Tuntut Ganti Rugi Rp 369 Juta!
BACA JUGA:Kandungan Polifenol dalam Apel Kaya Manfaat, Sehatkan Jantung dan Otak
Sedangkan status 78 pegawai KPK tersebut telah diputuskan dalam Putusan Sidang Etik tanggal 15 Februari 2024.
Sebanyak 78 pegawai terperiksa diputus terbukti melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK oleh Dewas.
Atas putusan tersebut, Sekjen selaku pejabat pembina kepegawaian, lantas mengeksekusi permohonan maaf secara langsung dan terbuka dari para 78 terperiksa.