JAKARTA, DISWAY.ID – Rokok berbahaya untuk siapa saja termasuk untuk anak, dengan berbagai risiko yang mengancam.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengungkapkan bahwa anak Indonesia mendapatkan akses pada rokok dengan sangat mudah.
Padahal, rokok memiliki dampak buruk bagi kesehatan anak.
BACA JUGA:Miris! Perokok Remaja Naik Hampir 20%, Didominasi Usia 13-15 Tahun
Piprim juga menjelaskan bahaya rokok terhadap anak-anak.
Salah satunya adalah sudden infant death syndromes (SIDS). Apa itu?
Dikutip dari laman resmi Siloam Hospitals, Sudden infant death syndrome atau SIDS adalah istilah medis yang menggambarkan kematian mendadak pada bayi tanpa diketahui penyebabnya.
Kondisi ini dikenal juga dengan sebutan cot/crib death (kematian di tempat tidur) karena sering kali terjadi ketika bayi sedang tidur.
SIDS paling sering terjadi pada bayi berusia 2–4 bulan.
SIDS adalah kondisi yang perlu diwaspadai oleh setiap orang tua karena bisa terjadi tanpa terduga.
Oleh karenanya, mari simak informasi tentang sudden infant death syndrome melalui ulasan di bawah ini.
BACA JUGA:Siap-siap! Warung Penjual Rokok dan Vape Bakal Wajib Punya Izin Edar
Apa itu SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)?
Kematian mendadak pada bayi, sudden infant death syndrome, atau SIDS adalah kondisi ketika bayi mengalami kematian mendadak dan tidak diketahui apa penyebabnya.
Meski tidak diketahui secara pasti, namun terdapat dugaan bahwa posisi tidur bayi dapat memengaruhi kondisi ini, misalnya bayi tidur tengkurap, atau tidur menyamping.
Pasalnya, tidur dengan posisi perut bayi di bawah dan menempel kasur dapat menyebabkan saluran napas terhambat, sehingga proses pernapasan menjadi terganggu dan meningkatkan risiko terjadinya rebreathing.
BACA JUGA:Susah Berhenti Rokok? Coba Hubungi Layanan QUIT.LINE dari Kemenkes, Gratis!
Rebreathing adalah kondisi di mana bayi menghirup karbondioksida yang dikeluarkan dari napasnya sendiri, sehingga ia kekurangan oksigen selama tidur.
Risiko ini akan meningkat jika ada banyak mainan atau boneka di dekat tempatnya tidur.
Rokok menjadi salah satu faktor risiko.
“Anak perokok, memiliki 3 kali risiko SIDS dan meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap per hari," tuturnya.
Pertumbuhan dan perkembangan paru-paru pada anak perokok juga akan terganggu dengan terjadinya penurunan fungsi paru.
Laju napas juga cepat dan volume semenit yang lebih tinggi pada neonatus.
Akses Rokok untuk Anak Semakin Mudah
Menurut Piprim, Indonesia telah memiliki regulasi agar anak-anak semakin sulit mendapatkan rokok.
"Regulasinya ada, tapi kenyataan di lapangan, anak-anak sangat mudah mendapatkan akses rokok," ujar Piprim pada temu media Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kementerian Kesehatan, Rabu, 29 Mei 2024.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah secara utuh turut serta memperketat aturan terkait perolehan rokok bagi anak-anak.
BACA JUGA:Larangan Selama Berhaji Dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi, Bentangkan Bendera Hingga Merokok Bisa Didenda
"Jadi saya kira dari pihak pemerintah, mungkin bukan hanya dari Kemenkes dan Kementerian PPA, tapi juga dari Kementerian Perindustrian, Perdagangan, seperti apa regulasinya supaya rokok itu tidak mudah diperoleh oleh anak-anak," tandasnya.
Risiko infeksi sistem respirasi pada anak meningkat yang diikuti dengan kejadian asma dan kunjungan IGD dan rawat inap akibat gejala sistem respirasi meningkat.
"Infeksi telinga, congekan itu juga bisa berkaitan. Kemudian kanker pada anak," lanjutnya.
Dalam meta-analisis, terang Piprim, perkiraan agregat dari risiko relatif untuk kanker anak-anak yang terkait dengan ibu merokok adalah 1,10 dan bahwa untuk semua leukemia 1,05.
BACA JUGA:Gus Baha Bahas Hukum Merokok Dalam Islam: Sudah Mbah untuk Jenengan Halal!
"Ada asosiasi apabila ayah yang merokok, risiko leukemia mieloid akut pada anak-anak ada kaitannya."
Paparan asap rokok juga bisa dikaitkan dengan fungsi ginjal yang berkurang pada masa remaja.
"Kemudian terlihat pada kadar cotinine yang konsisten dengan paparan SHS serta merokok aktif."
Paparan seconhand smoker selama masa kanak-kanak dari anggota keluarga atau rekan perokok adalah prediktor untuk mulai merokok selama masa remaja.
BACA JUGA:Parah! Pegawai Minimarket Dikeroyok Preman di Karawang Diduga Gara-gara Ogah Ngasih Rokok Dua Kali
Sedangkan paparan lingkungan terhadap asap tembakau dikaitkan dengan perubahan akut dan kronis dalam fungsi endotel, yang pada gilirannya terkait dengan aterogenesis.
"Ini yang menyebabkan serangan jantung koroner maupun stroke dan hipertensi," tegasnya.
Tak heran, saat ini banyak ditemukan remaja yang sudah mengalami hipertensi.
Di samping gaya hidup, merokok juga menjadi pemicunya.