Adapun dampak negatifnya adalah banyaknya peredaran kabar bohong atau hoaks, penipuan dan kejahatan siber, ujaran kebencian dan perundungan siber, serta konten negatif lainnya.
"Oleh karena itu, dibutuhkan kecakapan literasi digital agar tidak terjebak pada dampak negatif digitalisasi itu. Cara lainnya adalah dengan disiplin memverifikasi semua informasi yang ada di dunia digital, serta memvalidasi fakta lewat ragam sumber lainnya," kata Nuryadi.
BACA JUGA:Nyamuk Wolbachia Akan Dilepas di Jakarta, Guru Besar FK UNAIR Ungkap Fakta Kesehatan
BACA JUGA:Cara Cek NUPTK Online Lewat Website GTK Kemendikbud, Guru Honorer yang Tercatat Dapodik Wajib Punya
Djaka Dwiandi menambahkan, untuk mengenali apakah sebuah informasi masuk kategori hoaks sebenarnya terbilang mudah.
Menurut dia, informasi hoaks umumnya memiliki judul yang sensasional, mengandung kesalahan tata bahasa, meminta diviralkan, dan tidak memiliki sumber yang jelas.
Hoaks sangat berdampak buruk bagi dunia pendidikan, yakni bagi guru pengajar dan siswa.
"Di sini dibutuhkan peran tenaga pendidik untuk mengajarkan literasi digital kepada siswanya.
Mereka juga harus menjadi teladan dalam bermedia sosial. Pendidik tidak boleh lelah mengajarkan siswa tentang ciri dan bahaya hoaks," tuturnya.
Cara lain untuk mencegah siswa terpapar hoaks, menurut Almasari Aksenta, adalah dengan cara membaca kritis.
Membaca kritis merupakan suatu strategi membaca yang bertujuan untuk memahami isi bacaan.
Beberapa di antaranya adalah dengan memeriksa ulang judul berita, memeriksa penulis berita, memeriksa link atau alamat situs, serta cek keaslian foto.
Siswa juga diajarkan untuk membedakan mana fakta dan mana opini.