JAKARTA, DISWAY.ID -- Hingga saat ini, kondisi perekonomian global masih menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan. Di sisi lain, perekonomian RRT diperkirakan tidak akan tumbuh kuat pada tahun 2024.
Hal itu meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook terbaru telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi RRT pada 2024 menjadi 5%, naik dari prediksi 4,6% pada April 2024.
Kondisi tersebut tidak ayal memiliki pengaruh besar terhadap kinerja sektor industri di Indonesia. Beberapa kebijakan, terutama terkait harga gas industri, pengamanan pasar dalam negeri, dan inflasi memberikan pengaruh signifikan pada kondisi manufaktur di Indonesia, di samping kondisi manufaktur mitra global seperti Tiongkok dan India.
BACA JUGA:Calon Paskibraka dari 38 Provinsi Mulai Jalani Latihan di Cibubur
"Berdasarkan hasil analisis Tim Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian, industri pengolahan di negara-negara mitra dagang masih mendapatkan banyak dukungan subsidi. Sama halnya di Indonesia, mereka menyadari bahwa industri pengolahan merupakan penopang utama perekonomian yang memiliki multiplier effect yang tinggi," ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dalam konferensi rilis IKI yang digelar pada Rabu 31 Juli 2024.
Menurut Febri, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Juli 2024 mencapai 52,4, atau melambat 0,1 poin dibandingkan Juni 2024. Meskipun demikian, kondisi ini menunjukkan industri berada dalam kondisi yang ekspansi di tengah kondisi ketidakstabilan perekonomian global dan penurunan permintaan atas produk manufaktur dalam negeri saat ini.
Jika dilihat lebih detail, perlambatan nilai IKI dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92. Sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 atau masih kontraksi.
Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat 0,48 poin menjadi 55,53. Kondisi ini menunjukkan bahwa saat ini pesanan/penjualan di industri pengolahan masih dipenuhi oleh persediaan produk.
BACA JUGA:Tingkat Kerugian GoTo Menyusut, Bos Jacky Lo Ungkap Alasannya
BACA JUGA:Bahlil Ungkap 2 Penyebab PHK Massal di Industri Tekstil
"Beberapa faktor lain yang menahan laju ekspansi IKI yaitu pelemahan nilai tukar dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dibukanya 26.000 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan oleh Menko Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan. Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan yang sinergis dalam pembangunan industri pengolahan," ujar Febri.
Survei IKI juga mencatat bahwa optimisme pelaku usaha 6 (enam) bulan ke depan mengalami perubahan arah pada bulan ini, dari 73,5% di Juni 2024 menurun menjadi 71,9%. Selanjutnya, perubahan arah juga terjadi pada pesimisme pelaku usaha 6 (enam) bulan ke depan yang meningkat dari 5,5% menjadi 6,0%.
Subsektor dengan pesimisme tinggi dan meningkat secara berurutan adalah industri tekstil, industri alat angkutan lainnya, industri mesin dan perlengkapan YTDL, dan industri barang galian bukan logam. Sedangkan industri kayu, barang kayu dan gabus pesimismenya masih tinggi tapi menurun. Kondisi ini menjadi warning dan perlu diwaspadai untuk kondisi sektor industri ke depan.