Kritik Ekonom Faisal Basri untuk BI: Yang Diurusin QRIS, Akses Kredit Murah Sulit

Selasa 20-08-2024,15:44 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, kembali menyampaikan kritiknya kepada Bank Indonesia (BI).

Pasalnya, lembaga tersebut dinilai masih terlalu sibuk mengurus digitalisasi ekonomi, seperti QRIS, ketimbang mengatasi sulitnya akses kredit murah yang saat ini masih dihadapi oleh sebagian masyarakat.

BACA JUGA:Bunga 0 Persen! iBox Tawarkan Kredit Murah iPhone 15 Series, Tenor 3 - 24 Bulan

BACA JUGA:Ekosistem Ultra Mikro BRI Jangkau 36,1 juta Pelaku Usaha dengan Penyaluran Kredit Mencapai Rp622,3 triliun

Menurut Faisal, tugas utama BI adalah untuk menjadi lembaga financial intermediary, dan memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam mendapat akses kredit dengan bunga yang murah. Namun, Faisal menambahkan, yang terjadi saat ini adalah Indonesia menjadi salah satu negara dengan selisih perbankan tertinggi di dunia.

"Kalau teman-teman lihat selisih antara suku bunga dengan inflasi dunia, Indonesia paling tinggi. Fungsi utama mereka (BI) kan memperkokoh financial immediatery, biar mempermudah masyarakat mendapat akses kredit bunga yang murah," Ujar Faisal dalam keterangan tertulisnya pada Selasa 20 Agustus 2024.

"Yang diurusin sekarang QRIS lah, digital lah. Padahal baru sekitar 51 Persen jumlah orang dewasa yang terakses bank," Lanjutnya.

Selain itu menurut Faisal, kredit perbankan Indonesia hingga kini masih berada di bawah angka 50 Persen. Padahal, tingkat penyaluran kredit dari negara ASEAN lainnya rata-rata berjumlah di atas 100 Persen.

BACA JUGA:INDEF Pertanyakan Hasil Penyelidikan KADI Dalam Rencana Penerapan BMAD

"Kredit perbankan ke sektor swasta termasuk BUMN hanya 30,6 persen," Pungkas Faisal.

Selain itu Faisal juga menambahkan bahwa saat ini terjadi disharmoni antar situasi politik dengan ekonomi, hal ini berefek terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkisar di angka 5% saja.

Dalam hal ini, Faisal juga mengkritisi sikap Pemerintah yang seolah berdiam diri saja ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkisar di angka 5%, yang karena bergantung pada konsumsi masyarakat saja. 

"Tidak ada upaya signifikan untuk mendorong kemudahan akses kredit perbankan bagi sektor swasta," Ujarnya.

Kategori :