INDEF Pertanyakan Hasil Penyelidikan KADI Dalam Rencana Penerapan BMAD

INDEF Pertanyakan Hasil Penyelidikan KADI Dalam Rencana Penerapan BMAD

INDEF Pertanyakan Hasil Penyelidikan KADI Dalam Rencana Penerapan BMAD-Tangkapan layar-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard kini mendapatkan perhatian dari sejumlah pihak.

Pasalnya, ada beberapa hal dalam data hasil investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) kepada produk keramik impor asal China yang dinilai tidak transparan dan tidak menggambarkan suara mayoritas dari sektor industri keramik.

BACA JUGA:Indonesia Akan Terapkan Family Office, Ekonom INDEF Khawatir

BACA JUGA:Enam PR Kabinet Jokowi Bakal Jadi Warisan Prabowo - Gibran Menurut INDEF

"Investigasi yang dilakukan KADI tidak menggambarkan suara mayoritas, karena KADI hanya melibatkan tiga perusahaan saja dari 26 Persen dari total produksi nasional," tutur Head of Centre Industry, Trade and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho dalam diskusi bertajuk "Menguji rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik" yang digelar secara daring pada Selasa 16 Juli 2024.

Selain itu, Andry juga mengkritisi hasil investigasi KADI yang dilakukan saat industri keramik sedang mengalami ekspansi dan impor yang mengalami penurunan.

"Yang kita lihat terkait dengan periode penyelidikan terkait kerugian itu meliputi Juli 2019 sampai ke Juni 2020. Dari segi daya saing, untuk importir saat ini memang sedang menurun, dan tentunya ini termasuk China. Yang saat ini sedang meningkat itu India, yang malah sekarang ikut kelimpahan keuntungan saat BMAD produk keramik dari China diterapkan di US," jelas Andry.

BACA JUGA:Jelang Pergantian Presiden, INDEF Ingatkan Hal Ini dan PR Besar untuk Presiden Terpilih!

BACA JUGA:Heri INDEF Ingatkan Judi Online Buruk Bagi Ketahanan Ekonomi Keluarga

Selain itu,  Andry menambahkan bahwa KADI justru menggunakan data yang malah bersifat generik dan secondary dari DJBC untuk menentukan harga ekspor.

"Jadi satu harga umum berlaku untuk semua eksportir China, ini kurang tepat juga. Apalagi menyamakan terkait kode HS dan tipe porselen dan keramik, dimana tipe keramik berbeda tergantung kandungan penyerapan air-nya, " tegas Andry.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Ekonom serta pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri juga menyatakan bahwa KADI juga tidak mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 kepada perekonomian global.

"KADI tidak pernah sekalipun menyebut Covid-19, padahal Covid itu juga memporak-porandakan ekonomi termasuk industri yang terjadi di periode KADI yaitu Juli 2019, sementara 2022 masih recovery. Adanya peningkatan impor dari China dari Juli 2021 sampai Juni 2022 ya karena semua sedang recovery," tukas Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads