Oleh karena itu, ia membalik praktik memberikan sesuatu kepada senior ketika menjabat sebagai Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi di perguruan tinggi tersebut.
"Nah waktu saya menjadi pimpinan, saya balik. Bukan junior yang menanggung itu semua, tapi senior yang menanggung. Kalau saya jaga, main di IGD, datang karena ada PPD saya, murid-murid saya, saya selalu bawa pisang, 5 box," lanjutnya.
Menurutnya, dalam memberantas bullying ini salah satunya harus ada regulasi yang mengatur.
"Karena manusia itu harus diatur. Nggak bisa dilepas begitu aja. Meskipun intinya sejak lahir pun dia sudah diciptakan jadi makhluk yang baik. Tapi dengan lingkungan, saya tadi melihat dia bullying, dia mencontoh," ungkapnya.
Kemudian, hal ini juga ditunjang dengan pemberian sanksi yang nyata.
BACA JUGA:DPR Usulkan Sertifikasi Pendidik untuk Dosen PPDS, Ini Kata Ketua PB IDI
"Kalau cuma aturan tapi nggak disanksi, nggak diterapin, ya percuma. Tapi sebelum itu tentu saja harus sosialisasi, pembinaan dulu," tambahnya.
Budi menyebut bahwa hal inilah yang dilakukannya di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI.
Ia juga secara tegas bertindak dalam memutus rantai bullying.
Tak jarang ia mengatakan kepada mahasiswanya, "Kalau saya temukan bullying di sini, akan saya keluarkan. Kalau saya tidak bisa keluarkan kamu, berarti saya yang keluar."
Pernyataan tersebut pun membuat para mahasiswa memahami ancaman yang sangat serius dari bullying.
Sebagai pemimpin, ia menyampaikan, harus membentuk budaya yang mengayomi sebelum adanya regulasi dan sanksi.
BACA JUGA:Marak Depresi dan Bullying di Kalangan Dokter, PB IDI Dorong agar PPDS Dapat Insentif
"Peraturan adalah bagaimana kita mengatur. Tentu saja, sebagai leader sebelum menerapkan itu, kita harus juga mengayomi dulu dia. Berilah kebutuhan minimal dia," paparnya.
Dituangkan juga melalui buku autobiografi yang baru saja dirilisnya, Budi membuat peraturan untuk menghapuskan bullying di FKUI.