JAKARTA, DISWAY.ID-- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra buka suara terkait kasus meninggalnya RSS (14) diduga usai mendapatkan hukuman 100 kali squat jump oleh gurunya.
Sebelum meninggal, ia mengaku dihukum lantaran tidak bisa menghapal nama-nama nabi yang ada di Alkitab.
Menurut Jasra, hukuman yang terlalu berat tersebut tidak memberikan efek jera ataupun kesadaran untuk mendalami agama.
BACA JUGA:Siswa SMP Deli Serdang Meninggal usai Dihukum Guru, KPAI Desak Hentikan Kekerasan Atas Nama Agama
Justru anak mengalami trauma fisik dan psikologis yang bahkan berisiko terhadap keselamatannya.
"Tidak relate hukuman tersebut, bahwa setelah hukuman itu, anak akan lebih beragama, atau dengan hukuman itu menimbulkan efek jera, sehingga tujuannya adalah kesadaran dalam beragama," ungkap Jasra kepada Disway, 30 September 2024.
Padahal seharusnya, anak perlu diberi jalan keterampilan atau kemudahan dalam beragama sehingga hukuman yang berat justru mendapat risiko yang sangat jauh dari harapan menjadi cinta agama.
"Yang ada adalah kesakitan yang terus memburuk hingga kritis. Diiringi dengan persoalan fasilitas kesehatan yang memiliki skrinning terbatas," tambahnya.
Hal ini menyebabkan kondisi korban terus memburuk karena tidak ada perawatan intensif untuk korban.
Korban pun hanya mendapatkan pemeriksaan klinik dan diberi obat.
BACA JUGA:Viral Pelajar SMP Negeri 1 STM Hilir Diduga Tewas Akibat Dihukum Guru Squat Jump 100 Kali
"Dan ketika kritis, menjadi penanganan yang amat telat, sehingga Rumah Sakit tidak dapat berbuat banyak, hanya terkesan persoala administrasiterbitnya surat kematian," lanjutnya.
Sebelumnya, orang tua korban mengungkapkan diagnosis dokter yang menyebut bahwa otot korban bergeser imbas dari trauma yang disebabkan oleh squat jump hingga 100 kali.
Sehingga, muncul reaksi flek merah yang ujungnya demam tak berkesudahan.
"Alat yang terbatas di klinik, sehingga tidak mendapat perawatan intensif dan hanya rawat jalan. Akhirnya menjadi demam tinggi yang dari demam itu menganggu kondisi organ organ tubuh lainnya, dan terus tidak tertangani, hingga kembali ke klinik dalam kondisi kritis. Keterlambatan itu cukup dengan rujukan ke rumah sakit, maka tuntaslah penanganan klinik. Dan yang terjadi menurut RS, ini telat tertangani dan meninggal."