Daya Beli Lemah Meski Neraca Perdagangan Indonesia Surplus, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Kamis 17-10-2024,08:44 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Subroto Dwi Nugroho

JAKARTA, DISWAY.ID -- Neraca Perdagangan Indonesia hingga saat ini masih terus menunjukkan performa yang positif.

Pada September 2024 ini, Neraca Perdagangan Indonesia telah sukses mencatatkan surplus sebesar 3,26 miliar dolar.

Pencapaian tersebut menjadi penanda perpanjangan surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 53 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020.

BACA JUGA:Veronica Tan Dilirik Prabowo Jadi Menteri PPPA, Ternyata Punya Yayasan Anak Rusun hingga Platform Home and Baby Care

BACA JUGA:Kasus Kematian Dokter PPDS FK Undip Naik Penyidikan, tapi Belum Ada Tersangka

Kendati begitu, surplus 53 bulan tersebut juga diiringi dengan penurunan daya beli masyarakat. Tidak ayal situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keseimbangan ekonomi Indonesia. 

"Surplus perdagangan sering dilihat sebagai sinyal positif, karena menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada impor, yang bisa berarti ekonomi berjalan baik," kata Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, Achmad Nur Hidayat, ketika dihubungi oleh Disway pada Rabu 16 Oktober 2024.

Namun, kata Achmad Nur Hidayat, dalam konteks ini, daya beli masyarakat yang turun menunjukkan bahwa manfaat dari surplus tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat luas.

Achmad menambahkan bahwa ada beberapa alasan mengapa surplus ini tidak berdampak secara langsung pada peningkatan daya beli.

BACA JUGA:UMKM Masih Sering Terkendala Pembiayaan, KemenKopUKM Ungkap Strategi Alternatif

BACA JUGA:Berada di Level yang Baik, Menko Airlangga Ungkap Perekonomian Indonesia Terkendali

Salah satunya adalah komposisi ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh komoditas mentah, seperti bahan bakar mineral, minyak sawit, dan logam.

"Ketergantungan pada sektor ini membuat surplus rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan tidak selalu mengalir ke sektor yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat," jelas Achmad.

Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa penurunan impor barang konsumsi dan modal bisa menjadi indikasi bahwa permintaan domestik melemah, yang dapat berdampak pada penurunan investasi dan konsumsi rumah tangga.

Tidak hanya itu, tingkat inflasi yang tinggi dan stagnasi upah juga bisa menjadi faktor yang menekan daya beli masyarakat, meskipun ekonomi secara keseluruhan terlihat kuat melalui indikator seperti surplus perdagangan.

Kategori :