Hal ini disebut menyalahi aturan mengingat laporan perkara ini sendiri terjadi pada 26 April 2024 dan penyidik pastinya sudah memeriksa anak korban beserta 3 orang anak.
Dilalah surat permohonan tersebut dikirim oleh Kapolsek Baito ter tanggal 7 Juli 2024 perihal permintaan pendampingan anak korban.
Ketiga, dalam prosesnya ternyata penyidik Polsek Baito luput atau tak pernah meminta laporan sosial dari pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial.
Padahal hal tersebut diwajibkan sesuai pasal 27 ayat 33 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang penangan perkara anak.
Keempat, Andre menemukan bukti adanya pemalsuan berkas laporan sosial terkait pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yang dibuat oleh Novitasari SSos pada 18 Julil 2024.
Faktanya, Novitasari disebut tak pernah mendampingi korban anak yang mengaku dianiaya dan 2 anak lainnya ketika jadwal pemeriksaan pada 5 Juli.
"Alasannya karena penyidik baru meminta kepada Kadis Sosial Konawe Selatan untuk pendampingan anak dan sebagai saksi baru pada tanggal 7 Juli 2024
"Penyidik juga tidak pernah meminta pendampingan sosial atau pekerja sosial profesional setelah pengaduan, padahal perkara laporan sudah dari 24 April 2024."
Kelima, dalam proses penyidikan perkara, penyidik disebut tidak pernah meminta saran pembimbing kemasyarakatan perihal pendampingan anak setelah laporan tindak pidana diadukan.
Padahal mengenai hal ini diwajibkan pada pasal 27 ayat 3 UU 11 tahun 2012 terkait penanganan perkara anak.
Keenam, Balai Pemasyarakatan (Bapas) tidak pernah terlibat menyerahkan hasil penelitian kemasyarakatan kepada penyidik polisi dalam waktu 3x24 jam setelah tindak pidana.
Padahal, hal ini pun diwajibkan setelah permintaan penyidik diterima.
"Sikap Bapas ini terjadi karena faktanya penyidik polisi tidak pernah meminta kepada Bapas.
"Padahal, hal ini diwajibkan sebagaimana pasal 27 ayat 3 uu 11 tahun 2012 tentang penanganan perkara anak dalam kasus Supriyani."