Doktor Irwan

Rabu 13-11-2024,04:00 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

"Ini bagaimana? Saya terima atau tidak?"

Yang bertanya itu pengusaha besar dari Semarang. Anda sudah kenal namanya: Irwan Hidayat. Si pemilik raksasa pabrik jamu Sido Muncul.

Rupanya hati Pak Irwan sedang gundah. Ia harus menerima gelar doktor honoris causa. Yang memberikan: Universitas Negeri Semarang. Ia pun minta pertimbangan saya.

Saya menangkap kegundahan itu. Medsos lagi menghebohkan pemberian gelar serupa kepada seorang artis ibu kota Jakarta. Saya lupa lembaga apa yang memberikannya.

Juga lagi heboh soal gelar doktor afdruk kilat untuk menteri ESDM sekaligus ketua umum Golkar: Bahlil Lahadalia.

Dua peristiwa itu membuat hati Irwan Hidayat tidak nyaman. Saya sendiri pernah menerima gelar seperti itu dua kali –lebih banyak lagi yang saya tolak.

Orang yang mendesak agar saya mau menerimanya adalah: rahasia. Tidak. Tidak lagi rahasia. Beliau sudah meninggal: Letnan Jenderal TNI T.B. Silalahi.

Pertimbangan beliau: saya akan diikutkan konvensi calon presiden. Saya hanya lulusan Madrasah Aliyah –setingkat SMA. Itu beliau anggap kelemahan. Perlu ditutupi. Agar bisa memenangkan konvensi Partai Demokrat.


Mendiang T.B Silalahi saat menghadiri pengukuhan gelar doktor honoris causa Dahlan Iskan.--

Saya sendiri punya syarat tambahan untuk mau menerimanya: harus ada ilmuwan yang menyampaikan pidato pertanggungan jawab ilmiah: bahwa saya berhak menerimanya.

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang menampilkan Prof Dr Nur Syam. Beliau yang membuat naskah pertanggungan jawab itu.

Saya awalnya tidak terlalu kenal beliau. Ternyata beliau adalah sekjen Kementerian Agama. Belakangan saya tahu: beliau satu RT dengan saya di Ketintang Surabaya. Beliau adalah guru besar di UIN Sunan Ampel atau UINSA.

Karya ilmiah penelitiannya lebih 20 artikel. Karya bukunya lebih 15 buku. Ia alumni UIN Sunan Ampel Surabaya dan Universitas Airlangga untuk master dan doktornya.

Sejak menerima gelar itu saya belum pernah satu kali pun menggunakannya. Saya harus tahu diri. Itu hanya gelar kehormatan. Tidak layak dibawa-bawa ke forum publik apalagi forum ilmiah.

Saya adalah saya: lulusan Madrasah Aliyah Pesantren Sabilil Muttaqin di desa Takeran, Magetan.

Memang banyak pihak yang menuliskan gelar itu di depan nama saya. Di banyak forum. Saya sering minta agar jangan sebut gelar itu. Sesekali tidak sempat melakukannya.

Maka saya memahami kalau Pak Irwan Hidayat juga gundah. Saran saya: terima saja. Pak Irwan layak mendapat kehormatan itu. Lebih layak daripada saya.

Kebetulan saya pernah diminta menjadi editor buku mengenai Pak Irwan dan Jamu Sido Muncul. Saya mau.

Saya tertarik pada begitu banyak kiat yang ditemukannya. Itu bukan kiat-kiat biasa. Itu kiat-kiat kelas berat yang untuk menemukannya harus lewat perenungan yang dalam.

Saya pun membaca seluruh isi draf buku itu. Menarik. Lalu mengeditnya. Saya selesaikan itu dalam satu minggu.

Saya sudah lupa itu tahun berapa. Rasanya di masa Covid-19. Lalu saya tunggu-tunggu: kok tidak ada kabar buku tersebut sudah diterbitkan. Lalu saya tanya mengapa.

"Saya sungkan. Masak sekelas saya menerbitkan buku," jawabnya.


Irwan Hidayat.--

Begitulah Irwan Hidayat. Sangat rendah hati. Sederhana. Termasuk dalam caranya berpakaian. Serba sungkan. Serba merendah.

Rupanya ia takut kalau sudah bergelar doktor harus lebih sering pakai dasi dan sepatu mengilap.

Buku, dasi, gelar doktor HC, sebenarnya tidak diperlukan oleh orang seperti Irwan Hidayat. Yang ia perlukan adalah pikiran-pikiran baru agar jamu Jawa tetap relevan di zaman farmasi.

Di situlah karya terbesar Irwan Hidayat: menemukan cara menyejajarkan jamu dengan farmasi. Termasuk dalam teknologi processing-nya.

Itulah sebabnya saya melihat gelar tersebut boleh diterima. Yang lebih saya inginkan: agar buku yang saya edit tersebut segera diterbitkan.

Orang harus tahu bagaimana Irwan Hidayat menemukan karya penting itu. Cara baru itu. Yang tidak mudah ditemukan oleh doktor beneran sekali pun.

Mungkin buku itu bisa diterbitkan bersamaan dengan penerimaan gelar doktor HC tanggal 13 November pagi ini.

Sekaligus bisa jadi pertanggungan jawab ilmiah: tepat atau tidak Irwan Hidayat mendapatkan gelar doktor kehormatan tersebut.

Yang penting: setelah bergelar doktor nanti tetaplah jadi Irwan Hidayat.

Janganlah gaya hidupnya berubah. Sedikit-sedikit pakai gelar itu. Orang justru bisa pangling: mana Irwan Hidayat yang asli. Yang cerdas. Banyak akal. Yang sering hanya pakai sandal.( Dahlan Iskan)

BACA JUGA: Hoki Irwan

Komentar Pilihan  Dahlan Iskan di  Disway Edisi 11 November 2024: Kawin Thinking

Mbah Mars

HUMOR DAN CRITICAL THINKING Hasil penelitian dari Vienna University of Economics and Business (WU) yang dipimpin oleh André Martinuzzi menunjukkan bahwa humor tidak hanya meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan kreatif, tetapi juga memudahkan mereka menghadapi isu-isu emosional, meningkatkan keterampilan komunikasi, serta membantu mereka berperan sebagai agen perubahan. Humor dapat diterapkan di berbagai disiplin ilmu, seperti manajemen, sosio-ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan, karena memperkuat hubungan antara pengajar dan siswa, menciptakan suasana belajar yang positif, dan mengurangi stres. Sebagai bagian dari penelitian, siswa diminta membuat naskah komedi tentang berbagai topik, dan sebuah alat bantu disusun untuk pendidikan manajemen. Dalam penelitian ini, lebih dari 500 siswa menggunakan metode ini. Alat ini membantu siswa memahami dasar humor, mengembangkan teks humor sendiri, dan menghasilkan punch-line berkualitas. “Kami melihat potensi besar humor sebagai metode pembelajaran, terutama dalam kursus dengan aspek keterampilan, kreativitas, dan emosi,” kata Martinuzzi. Studi ini dipublikasikan di jurnal Environmental Education Research.

Dasar Goblik

Semua Ras boleh mengaku ras paling kuat di dunia.Tetapi survei membuktikan bahwa.ISTRIlah ras terkuat di dunia.

Forsandy Kurniawan David

semua memang kembali kepada peran guru. Saya bersyukur pernah diajar guru bahasa indonesia namanya Bapak Kuspriyanto Namma, dari beliau lah yang paling awal menanamkan ttg critical thinking di kepala saya, dimulai dengan membaca cerpen, pesan beliau : "sastra adalah simbol perlawanan terhadap rejim, baca baik baik cerpen itu temukankanlah uneg uneg penulisnya". saya sungguh di buat penasaran saking penasaran saya sisihkan uang saku hanya untuk edisi jawapos setiap minggu yang ada cerpennya, setiap ketemu hari senin ceritakan hasil penemuan dari cerpen di hari minggu. sejak masa itu otak saya terlatih untuk memahami maksud tujuan setiap tulisan itu di tulis, emosi apa yang mendasari penulis. ah apa jadinya aku jika tidak ketemu pak Namma. Matur suwun bapak. doa saya sehat selalu buat panjengan sekeluarga.Amin

Muh Nursalim

Latihan pertama, Kelas 1-4 tulisalah apa yang kamu lihat. Misalnya, anak melihat meja. Ya udah, suruh cerita tentang meja dalam 50 kata. Kemudian kelas 5 dan 6 mulai masuk kritikal thingking. Mengapa kita perlu meja. Mengapa meja makan berbeda dengan meja belajar. Mengapa meja pingpong selebar itu. Mengapa umumnya meja dibuat dari kayu. Mengapa meja kompor terbuat dari pasangan batu bata. Nanti setelah SMP naik. Tutislah apa yang kamu dengar. Siswa suruh mendengar pidato, nonton film atau bahkan tiktok. Kritikal thingkingnya mengapa orang itu bicara seperti itu. Mengapa materinya seperti itu. Lanjut SMA tugasnya naik lagi. Tulislah apa kamu baca. Kritikal thingkingnya adalah. Mengapa ide tulisannya seperti itu. Mengapa dan mengapa. Tiga tahapan ini akan mengantarkan anak-anak saat sudah mahasiswa sudah full dengan kritikal thingking. Jadi, kata kuncinya adalah. Menulis dan menulis. Dimuali tulislah apa yanag kamu lihat. Naik tulislah apa yang kamu dengar dan tulisalah apa yang kamu baca.

Wilwa

Konsep ras digagas dekade 1780-an oleh sekelompok akademisi dari Universitas Gottinggen di Jerman kini. Mereka membagi ras menjadi tiga: Caucasoid, Negroid, Mongolod. Mudahnya adalah Putih, Hitam, Antara Putih dan Hitam (=Kuning hingga Coklat). Tentu saja hal ini dirumuskan sebelum ditemukannya DNA di pertengahan abad 20 yang meruntuhkan konsep ras itu. Tahun 2019, American Association of Biological Anthropologist menyatakan: Race does not provide an accurate representation of human biological variation. It was never accurate in the past and it remains inaccurate when referencing contemporary human population.

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

PERNIKAHAN ANTAR RAS MELAHIRKAN GENERASI YANG MEMILIKI KEMAMPUAN BICARA "DALAM DUA BAHASA IBU".. Pernah ada yang melakukan penelitian atas "pernikahan antar ras". Penelitian dilakukan oleh Jennifer Patrice Sims dan David Brunsma (2018) di Amerika Serikat. Hasil penelitian diterbitkan dalam buku "Mixed-Race in the US and UK: Comparing the Past, Present, and Future". Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan antar ras justru memperkaya pengalaman sosial dan kultural keluarga. Studi ini mencatat bahwa anak-anak dari pernikahan antar ras cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan, serta memiliki kecerdasan sosial yang lebih baik—ibarat "superhero sosial". Mereka bisa "mengatasi benturan dua budaya" yang sering ada.. Penelitian ini mengungkapkan bahwa keragaman dalam pernikahan tidak memecah belah, bahkan menciptakan keluarga yang lebih toleran dan berwarna. Bonusnya: obrolan makan malam jadi penuh canda dan dalam dua bahasa! ### Ya, pernikahan antar ras, banyak yang melahirkan generasi yang memiliki kemampuan bicara dalam "dua bahasa ibu". Padahal bukan "poligami". He he.. (Ssstt. Diskusi antar anak-"nya" tetap kritis. Tetap penuh warna. Bahkan bisa lebih dari dua "tipikal")..

Fauzan Samsuri

Ras itu tidak ada, "Barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya" (Al-Maidah: 32)

Lukman Nugroho

Kenapa? Sedang asyik menyimak diskusi "kasepuhan" yang masih akan panjang dan berbobot. Malah ada yang memotong dengan menghampar tortilla di piring besar untuk membuat burrito. Anda harus tanggung jawab. Sebagai yang akan klimaks. Harus stop. Ini namanya ejakulasi dini. Harusnya penulis dan pembaca sama-sama orgasme.

Wilwa

In genetic there is no race but in politic there are races. In common sense there is no religion but in politic there are religions

Jo Neca

Sistem pendidikan akan ada dampaknya 20 tahun ke depan.Yang masalah karakter kita di sini kurang sabar.Semua mau cepat.Tanam padi paling cepat 4 bln baru bisa panen.Tapi ada yang menjadi DOKTOR dalam 20 kali datang bulan.Negara yang tidak mengenal proses

Wilwa

Keragaman genetika bukan keragaman ras

Waris Muljono

Kl di tempat chris critical thinking di ajarkan mulai kelas 3 sd, di indonesia critical thinking di ajarkan lebih awal, yaitu dimulai sejak penyusunan kurikulum, setiap ganti mentri. Perbedaan kebijakan, perubahan dan pergantian kurikulum setiap ganti mentri adl contoh implementasi dari critical thinking bukan?

ACEP YULIUS HAMDANI

Sepertinya saya sudah melakuan itu (critical thinking) sejak SD sampai sekarang dan ungkin seluruh rusuhwan dan rusuhwati, kenapa ?, itulah yang selalu saya tanyakan "kenapa ?", semua yang terjadi dilingkungan saya saya selalu tanya, Kenapa ?, kadang orang dewasa bisa menjawab kadang tidak, atau mungkin tidak tahu jawabannya atau mungkin malas menjawab, kenapa ?....

ACEP YULIUS HAMDANI

Bagi saya perkawinan apapun selain sesama jenis saya setuju, asalkan dapat legalitas dari pihak yang kompeten (kecuali sesama jenis), karena proses berkembang biak manusia merupakan proses campur mencampur dan proses icip mengicip, jadi sah-sah saja siapa kawin siapa, mau hitam putih, mau tinggi pendek, mau pirang hitam, mau pesek mancung, terserah, yang penting ada kesepakatan dan tidak melanggar norma, kenapa ?....

Gianto Kwee

Protagonis dan Antagonis, Siang dan Malam, Baik dan Buruk, Salah dan Benar dan banyak lagi ! Kehidupan seperti bilangan "Binary" Bila tanpa komunitas untuk "Debat" Saat remaja, Hobby baca Cerita Silat, Chin Yung, semua seri saya baca, dari Kwee Tjeng, "Sia Tiuaw Eng Hiong, Sin Tiuaw Hiap Lu, To Liong To sampai ke Toan Kie, Pendekar Negeri Taylie" dan kami punya komunitas debat tanpa batasan usia, saya paling muda yang tertua hampir 50 tahun (?) Hasil Debat, membuat lebih dewasa dan sadar bahwa kehidupan "Berwarna dan Tidak Hitam Putih" Debat membawa kita memasuki "Relativitas Kehidupan" Salam Damai

djokoLodang

-o-- ... Rupanya John tidak hanya suka membaca Disway tapi juga suka melihat sampai ke komentar perusuh. Tentu sudah yang dalam bahasa Inggris. ... * Abah, jadi pengin baca juga komentar perusuh yg sudah diinggriskan. Bisa kah memberitahu tautannya? Mungin perusuh bisa membantu mencarikannya. Terima kasih, --koJo.-

djokoLodang

-o-- KAWIN THINKING Judul yang menggelitik. * Dalam keadaan sadar --bukan tidur atau pingsan-- pikiran (thought) manusia tidak mungkin hilang sama sekali. Tapi, ada kecualinya. Hanya sepersekian detik. Saat mana kah itu? * Saat kawin. Ada saat di mana "thought" tidak ada. -- Sebenarnya, ada satu lagi keadaan "no thought" itu. Tapi, tidak setiap orang bisa mengalaminya. Perlu latihan dan bimbingan Guru. * Saat menyadari/mengalami "manunggaling kawula lan Gusti". Itu ungkapan di Jawa. Di belahan dunia lain, ungkapannya bisa berbeda. Tapi sama maknanya. --koJo.-

Jimmy Marta

Lama-lama streetball makin digemari. Lalu dibuatkan aturan main. Dikompetisikan. Bukankah begitu?. Belakangan street ball makin berkembang ke seluruh penjuru dunia. Dari streetball ada beberapa kategori juara. Juara 3 on 3. Pemain berbakat. Seniman Dunk. Basket trik.

Kategori :