Aturan PPN 12 Persen dan Tax Amnesty di Perpres APBN 2025 di Pertanyaakan Pengamat: Keberpihakan Pemerintah ke Siapa?

Jumat 06-12-2024,07:02 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Reza Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Keputusan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menandatangani Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024, yang mengatur terkait Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2025 sebagai dasar pelaksanaan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2025 langsung menimbulkan kekhawatiran dari kalangan pengamat dan Ekonom.

Pengamat mempertanyakan di mana keberpihakan Pemerintah atas sturan PPM 12 persen dan Tax Amnesty di Perpres APBN 2025 tersebut.

Pasalnya, penerbitan Perpres tentang APBN 2025 ini tidak hanya menimbulkan kontroversi terkait konsentrasi kekuasaan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tetapi juga sinyal kebijakan fiskal yang cenderung memberatkan masyarakat luas. 

BACA JUGA:Dugaan Pelecehan Anak oleh Oknum Brimob, Polda Lampung Ambil Tindakan Tegas

BACA JUGA:Cek Jadwal Layanan SIM Keliling di Jakarta Hari Ini 6 Desember 2024, Tutup Jam Berapa?

Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat, salah satu isu yang menjadi sorotan adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Achmad juga menyempaikan PPN 12 persen ini disebut-sebut akan diikuti oleh program pengampunan pajak atau Tax Amnesty. 

“Kombinasi kebijakan ini menunjukkan arah fiskal yang tidak pro-rakyat, terutama kelompok menengah ke bawah, dan menguatkan persepsi bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo lebih mengutamakan kepentingan para pengemplang pajak dan orang kaya,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Kamis 5 Desember 2024.

BACA JUGA:Tim RIDO: Lebih dari 1 Juta Pemilih di Jakarta Timur Tidak Bisa Memilih Akibat Masalah C6

BACA JUGA:Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia UNESCO

Selain itu, Achmad juga menilai bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan PPN dan diikuti oleh program Tax Amnesty mencerminkan ironi dalam kebijakan fiskal. 

Menurutnya, kebijakan ini memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah lebih peduli terhadap kepentingan kelompok elit daripada meningkatkan keadilan fiskal.

“Program Tax Amnesty sebelumnya telah menimbulkan kontroversi, terutama karena banyak pengemplang pajak yang memanfaatkan kesempatan ini tanpa memberikan kontribusi yang berkelanjutan terhadap sistem perpajakan,” tutur Achmad.

BACA JUGA:Baim Wong dan Paula Verhoeven Dipastikan Tak Akan Rujuk, Diungkap Sang Pengacara

BACA JUGA:Sempat Ditolak, Apple Kini Siap Bangun Pabrik Senilai Rp 15,8 Triliun di Indonesia

Kategori :