Ekonom: Pajak Rakyat Rp441 Triliun Hanya Untuk Bayar Bunga Utang Negara Tiap Tahunnya

Kamis 26-12-2024,09:09 WIB
Reporter : Sabrina Hutajulu
Editor : Reza Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan diperkirakan stagnan di angka 5 persen. 

Hal ini disampaikan oleh ekonom senior INDEF, Prof. Didik J. Rachbini, yang menyoroti ketidakefektifan strategi kebijakan pemerintah dalam melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini.

“Industri terus menunjukkan pertumbuhan rendah, hanya sekitar 3-4 persen dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kondisi ini, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, apalagi target ambisius sebesar 8 persen yang dicanangkan pemerintahan baru,” jelas Didik dalam keterangannya kepada Disway.id Kamis 26 Desember 2024.

BACA JUGA:Florian Wirtz Diperingatkan Soal Transfer Bayern Munich, Didi Hamann: Harus Bergabung dengan Real Madrid

BACA JUGA:Wajib Pajak Sudah Bisa Login ke Coretax DJP, Persiapkan Sebelum Implementasi 2025

Ia juga menyoroti bahwa selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, sektor industri cenderung diabaikan tanpa kebijakan strategis yang signifikan.

Akibatnya, target pertumbuhan 7 persen yang pernah dijanjikan meleset jauh.

Menurut Didik, kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terletak pada strategi reindustrialisasi berbasis sumber daya alam, seperti yang pernah diterapkan pada era 1980-an hingga awal 1990-an. 

Strategi ini meliputi pengembangan industri berbasis sumber daya (resource-based industry), industri berorientasi ekspor (export-led industry), serta pendekatan outward-looking yang fokus pada daya saing global.

BACA JUGA:28 Kode Redeem FF yang Masih Aktif Hari Ini 26 Desember 2024, Serbu SG2-Diamond

BACA JUGA:Penumpang Azerbaijan Airlines Bagikan Video Kepanikan Dalam Kabin Jelang Kecelakaan Maut, Sempat Pamitan ke Istri

“Tanpa perubahan strategi menuju industri yang kompetitif di pasar internasional, mustahil mencapai target pertumbuhan 8 persen,” tegasnya.

Namun, ia mengakui bahwa tantangan global, seperti perlambatan permintaan internasional, membutuhkan diversifikasi pasar ekspor ke kawasan di luar Eropa, Cina, dan Amerika Serikat. 

Untuk itu, ia mendorong peran diplomasi ekonomi dengan menargetkan duta besar untuk meningkatkan ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan bilateral.

BACA JUGA:Oknum Ngaku Petugas Badan Gizi Nasional Datangi Calon Mitra Program Makan Bergizi Gratis, Humas: Waspada Penipuan

Kategori :