JAKARTA, DISWAY.ID -- Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut di Tangerang, menuai pedebatan dan polemik, baik kalangan masyarakat ataupun Pakar dan Pengamat.
Terkini, data terbaru juga mengungkapkan bahwa ada sekitar 263 perusahaan-perusahaan besar memiliki bidang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) serta sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di wilayah Tangerang.
Saat ini, beberapa perusahaan besar yang terungkap namanya terdiri dari PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, serta beberapa bidang yang dipegang perseorangan.
BACA JUGA:10 Daftar Universitas dengan Jurusan Bisnis dan Manajemen Terbaik di Indonesia, Nomor 1 Ada UI
Menanggapi penemuan ini, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan juga turut memerintahkan untuk melakuan investigasi menyeluruh untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut di Tangerang.
"Bapak Menko AHY sudah berkoordinasi sebelumnya dengan Menteri ATR/BPN. Ini bentuk upaya beliau untuk mencari solusi terbaik," ujar Staf Khusus Menteri Bidang & Informasi Publik Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Herzaky Mahendra Putra, kepada media di Jakarta pada Selasa 28 Januari 2025.
Sebelumnya, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat juga menyatakan bahwa penerbitan HGB di atas laut ini tidak mungkin dilakukan tanpa melibatkan sejumlah pihak.
BACA JUGA:Politisi Demokrat Minta Pemerintah Pro Aktif Dampingi Lima PMI yang Ditembak Otoritas Malaysia
BACA JUGA:KPK: LHKPN Raffi Ahmad Bakal Diumumkan Kamis atau Jumat
Menurutnya, jika sertifikat tersebut diterbitkan di atas laut, maka langkah yang seharusnya diambil adalah pembatalan segera, bukan menunda-nunda dengan dalih koordinasi.
“Pernyataannya tentang perlunya koordinasi untuk mengevaluasi legalitas sertifikat menunjukkan pendekatan yang lambat dan tidak tegas,” pungkas Achmad.
Pasalnya, pemasangan pagar laut tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga menimbulkan kerusakan ekologis yang signifikan.
Dalam hal ini, akses ke laut bagi masyarakat pesisir adalah sumber kehidupan mereka.
Pembatasan ini memaksa mereka kehilangan mata pencaharian, sementara konflik sosial muncul akibat ketimpangan akses ke sumber daya alam.