JAKARTA, DISWAY.ID - Beberapa waktu ini, Amerika Serikat (AS) kembali menjadi perbincangan hangat usai komentarnya terhadap sistem pembayaran digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Menurut Pemerintah AS lewat Kantor Perwakilan Dagang (USTR), sistem pembayaran QRIS dinilai sebagai sistem yang membatasi ruang gerak perusahaan asing.
“Perusahaan-perusahaan AS khawatir kalau selama proses pembuatan kode QR, para pemangku kepentingan tidak diberitahu apapun terkait adanya perubahan, atau memberikan pendapat mereka terhadap sistem tersebut,” ucap As dalam dokumen USTR, dikutip pada Senin 21 April 2025.
BACA JUGA:Marak Kasus Kekerasan Seksual, Kemenkes Wajibkan Tes Kejiwaan Dokter PPDS Setiap 6 Bulan
BACA JUGA:Transjabodetabek Rute Blok M - Alam Sutera Diluncurkan 24 Mei 2025, Berapa Tarifnya?
Sontak, pernyataan AS ini langsung menuai reaksi keras dari masyarakat Indonesia.
Bahkan, tidak sedikit warganet yang kerap menyampaikan kritiknya terhadap pernyataan AS tersebut melalui media sosial X (sebelumnya Twitter).
“Kalo QRIS dan GPN sampe diganggu dan dipaksa pake Visa dan Mastercard doang punya US, udah mengganggu kedaulatan bernegara ini namanya,” tulis pengguna akun @t**d**x
BACA JUGA:MA Tolak Kasasi Yudha Arfandi, Pembunuh Dante Anak Tamara Tyasmara!
“Qris adalah keajaiban tech payment di Indonesia, jangan sampai diusik,” tulis pengguna akun @s***m**u.
Menanggapi pernyataan AS tersebut, Deputi Gubernur Senio Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti hanya menyatakan bahwa Indonesia selalu terbuka dengan kemungkinan kerjasama lainnya.
“QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara,” tutur Destry kepada Disway.id di gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat.