Motivasi itulah yang akhirnya menguatkan langkah kakinya pergi ke Kantor Wilayah Kemenag Kulonprogo, Yogyakarta. Tetapi, saat mendaftar, ternyata kebijakan penggabungan mahram belum tentu ada setiap tahun.
“Yang bilang begitu petugas saat saya mendaftar. Ya sudah saya pasrah saja. Tidak berharap banyak bisa berangkat bareng ibu,” katanya.
BACA JUGA:Jamaah Haji Wanita Disarankan Pakai Diaper saat Wukuf: Demi Kebersihan dan Kenyamanan
Apalagi, katanya, jika dihitung waktu normal, maka ia baru akan berangkat ke Tanah Suci pada 2048 nanti. Masih antre 23 tahun lagi. Tepat di usianya yang akan berkepala lima.
Kepasrahan yang disertai usaha kerap membuahkan hal yang manis. Alra terus berusaha belajar semua hal tentang haji. Baik lewat kajian maupun buku-buku.
BACA JUGA:Air Mata Syukur Aman Kaisuku, Naik Haji lewat Jalur Guru Ngaji
Bahkan, ia sempat menerjemahkan buku Haji karya Ali Syariati yang berbahasa Inggris. Baru jalan separuh. “Ternyata yang versi bahasa Indonesia sudah tersedia ya,” ujarnya.
Bacaan-bacaan ringan berupa catatan haji dan umrah juga tak luput dari perhatiannya. Seperti Orang Jawa Naik Haji karya sastrawan tersohor, Danarto. Juga catatan perjalanan umrah dari Mohamad Sobary.
BACA JUGA:Heboh Tuduhan Penelantaran Jamaah Haji di Makkah, Ini Kronologi Sebenarnya
Singkat cerita, kabar bahagia itu datang pada Maret 2025. Sekitar sepekan sebelum lebaran Idulfitri. Ia terpilih penggabungan mahram dengan ibunya. Sebab dinyatakan memenuhi syarat minimal sudah lima tahun daftar haji.
Dan kini, di Tanah Suci yang agung, Alra merenungi takdir yang penuh rahasia. Langkah-langkah kecilnya bersama sang ibu menyusuri Masjidilharam di antara jutaan peziarah sudah ditakdirkan.
BACA JUGA:Dirjen PHU Semangati Petugas Haji: Perjalanan Masih Panjang, Baru Sepertiga Jalan
Alra pun memahami satu hal penting: bahwa panggilan suci menjadi tamu Allah bukan soal waktu atau usia, tapi soal kesiapan hati. “Karena nggak mungkin di Tanah Suci ada ‘tamu gelap’,” tandasnya. (*)