"Anak saya jadi susah baca. Ngaji juga salah-salah. Harusnya kalau bayar mahal, ada pelatihan guru dong. Tapi gurunya malah sering gonta-ganti," jelas Riyanti.
Riyanti menuturkan, pengalaman terberat yang dialaminya adalah saat putrinya harus mengulang kelas satu.
BACA JUGA:Buntut Napi Kabur, Lapas di Papua Tengah Diperketat Kementerian Imipas
BACA JUGA:Pengukuhan Pengurus Apindo Banten 2024-2029, Fokus Ciptakan Iklim Investasi hingga Lapangan Kerja
"Saya bilang ke dia (Anak) ‘Kamu harus belajar dari awal lagi.’ Dia nangis dan nanya, ‘Kenapa, Bu?’ Saya tidak bisa jawab," paparnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi melalui Dinas Pendidikan (Disdik) sudah menutup sekolah swasta tersebut, namun Riyanti menegaskan bahwa penutupan itu saja tidak cukup.
"Kalau sekolahnya aja yang ditutup, berarti baru produknya. Tapi pelakunya harus ikut ditindak juga. Kalau dibiarkan, bisa muncul lagi dengan nama lain," ungkap Riyanti.
Sementara, sang suami, Ashraf mempertanyakan peranan pemerintah atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendigbud) membiarkan sekolah Al Kareem Islamic School beroperasi.
"Bagaimana bisa Kementerian Pendidikan sempat membiarkan ini terjadi?," tanya Ashraf.
BACA JUGA:Mayoritas Napi yang Kabur di Lapas Nabire Anggota KKB: Ada Pelaku Pembunuhan Danramil!
BACA JUGA:Lukai Petugas dengan Sajam, Puluhan Napi Lapas Nabire Kabur Lewat Pintu Utama!
Pria kelahiran Timur Tengah berharap agar pemerintah dapat mengambil pendekatan lebih proaktif dalam mengatur lembaga pendidikan ilegal.
"Saya ingin Kementerian Pendidikan mengambil tindakan yang lebih tegas, pastikan semua sekolah punya izin. Ini soal masa depan anak-anak," harap dia.