Israel juga menargetkan pusat produksi rudal Iran dan menghancurkan lebih dari 54 sistem rudal balistik, 12 helikopter tempur AH-1J Cobra, tiga jet tempur, dan satu pesawat tanker.
Operasi ini menekan Iran cukup dalam, namun memicu respons balasan yang mengejutkan.
Iran tidak tinggal diam.
Meski pertahanannya sempat runtuh akibat serangan udara Israel, Iran meluncurkan balasan terbatas namun presisi tinggi.
Dalam satu gelombang, rudal Iran menghantam target strategis Israel, termasuk kilang minyak di Haifa dan pemukiman elite di pusat kota Tel Aviv.
Secara keseluruhan, lebih dari 180 serangan udara Israel tercatat hanya di Teheran, dan lebih dari 300 lokasi di Iran dihujani bom antara 13–24 Juni.
Akibatnya, Iran kehilangan lebih dari 620 jiwa, termasuk 12 ilmuwan nuklir dan 20 komandan senior, serta 4.870 korban luka.
Namun, dokumen HES justru menyebut kerusakan psikologis dan simbolis yang diderita Israel sebagai "lebih menghantui".
Fakta bahwa rudal Iran dapat menyasar pusat komando IDF dan markas Mossad dianggap tamparan besar dalam sejarah konflik militer Israel.
Gencatan senjata yang ditengahi Presiden AS Donald Trump pada 23 Juni membawa jeda pada konflik ini, tetapi tensi masih tinggi.
BACA JUGA:Serangan Israel ke Iran, Sukamta: Upaya Alihkan Perhatian dari Genosida di Gaza
Bocoran laporan HES membuat publik mempertanyakan klaim kemenangan Israel, dan memberi Iran narasi baru dalam perangnya di medan diplomasi.
Meski Israel unggul secara teknologi dan jumlah serangan, keberhasilan Iran menembus jantung pertahanan musuh menunjukkan bahwa kekuatan regional ini masih belum bisa diremehkan.
Sejumlah pengamat menyebut konflik ini sebagai "perang bayangan yang mendadak menjadi nyata".