India, salah satu target utama, menyatakan kekecewaannya melalui Kementerian Perdagangan dan Industri.
"Kami akan mengevaluasi dampak tarif ini dan mempertimbangkan langkah balasan," kata juru bicara kementerian tersebut.
Sementara itu, Brasil dan Kanada juga tengah mempersiapkan strategi untuk melindungi ekonomi mereka, termasuk negosiasi dengan AS atau diversifikasi pasar ekspor.
BACA JUGA:Utusan Khusus Trump, Steve Witkoff Mendadak ke Rusia, Ada Apa?
Perspektif Trump: "Golden Age" atau Ilusi?
Trump menyebut kebijakan ini sebagai jalan menuju "Golden Age of America," dengan janji memperkuat ekonomi domestik dan mengurangi defisit perdagangan.
Dalam unggahan Truth Social lainnya, ia menyerang media seperti Wall Street Journal yang dianggapnya pro-globalisasi, dengan menyatakan bahwa tarif akan menghentikan "penipuan perdagangan" oleh negara lain.
Namun, pengamat menilai pendekatan ini terlalu agresif. Tarif mungkin mendatangkan pendapatan jangka pendek, tapi risiko jangka panjangnya besar, termasuk inflasi dan gangguan rantai pasok global.
Di AS sendiri, sentimen publik terbelah. Pendukung Trump, terutama di kalangan basis MAGA, memuji keberaniannya melawan dominasi perdagangan asing. Namun, pelaku bisnis dan konsumen mulai merasakan dampak kenaikan harga barang, dari elektronik hingga bahan pangan.
Laporan Reuters mencatat bahwa saham perusahaan teknologi dan ritel di AS anjlok sejak pengumuman tarif pada awal Agustus 2025.