Taufik berargumen bahwa pasal-pasal ini bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak hidup dan perlindungan dari diskriminasi, serta Pasal 28I ayat (4), yang mewajibkan negara melindungi, memajukan, dan memenuhi hak asasi manusia.
Menurutnya, keberadaan kolom agama di KTP dan KK justru memungkinkan negara, secara langsung atau tidak langsung, menjadi aktor yang memicu ancaman terhadap hak hidup warga.
BACA JUGA:Guru Besar ITB Deklarasikan Manifesto Pendidikan, Menentang Tabiat Menerabas demi Peradaban Bangsa
Dalam petitumnya, Taufik memohon MK menyatakan kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang kata “agama” dan “kepercayaan” tidak dihapus dari KTP dan KK.
Ini berbeda dari Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016, yang hanya menyatakan pasal-pasal tersebut inkonstitusional secara bersyarat jika tidak memasukkan “kepercayaan” sebagai opsi.
Sidang MK dan Tanggapan Hakim
Sidang pemeriksaan pendahuluan pada 3 September 2025 dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah.
Sidang pemeriksaan pendahuluan daring di Ruang Sidang MK, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025).-tangkapan layar-
Hakim Guntur mempertanyakan fokus gugatan Taufik, khususnya soal kolom agama di KK. “Pemohon menguraikan ancaman sweeping KTP, tapi tidak menjelaskan alasan menghapus kolom agama dari KK. Fokuskan pada Pasal 64 saja untuk menunjukkan itikad baik, agar tidak dianggap menghilangkan agama dan kepercayaan,” ujar Guntur, merujuk pada sweeping yang lebih terkait KTP.
Hakim juga menyarankan Taufik menyusun permohonan sesuai Peraturan MK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tata Beracara Pengujian Undang-Undang, untuk memperkuat argumen hukumnya.
BACA JUGA:Deklarasi All Indonesia Mulai Berlaku, Kepala Barantin Tinjau di Bandara Soekarno-Hatta
Sidang ditunda untuk memberikan waktu kepada pemohon memperbaiki permohonan.
Diektahui, ini bukan kali pertama kolom agama di KTP digugat. Pada 2024, Teguh Sugiharto, kuasa Taufik, juga mewakili Raymond Kamil dan Indra Syahputra dalam Perkara Nomor 146/PUU-XXII/2024, yang meminta penghapusan kolom agama di KTP dan KK.
Namun, MK menolak permohonan tersebut, dengan pertimbangan bahwa menyatakan agama atau kepercayaan adalah keniscayaan sesuai Pancasila dan UUD 1945.