JAKARTA, DISWAY.ID - Polda Metro Jaya menangkap seorang wanita yang juga TikTokers, Figha Lesmana, karena diduga mengajak masyarakat untuk berdemonstrasi secara anarkis.
Tim Advokasi Figha Lesmana menegaskan bahwa klien mereka bukanlah ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
BACA JUGA:DPR Sebut Akan Tindaklanjuti Desakan Bebaskan Demonstran yang Ditangkap
BACA JUGA:Hadiri Apel Akbar Haornas ke-42, Pramono Targetkan Jakarta Juara Umum PON dan Pomnas
Ditegaskannya, Figha melainkan seorang mahasiswa yang konsisten menyuarakan keprihatinan terhadap ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, dan penyempitan ruang demokrasi.
Figha Lesmana, alumni Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, selama ini aktif dalam berbagai gerakan sosial, termasuk Penolakan RKUHP (2019), Omnibus Law (2020), serta isu-isu publik yang berdampak langsung pada rakyat kecil.
"Figha menyuarakan keprihatinannya terhadap situasi bangsa saat ini sebagai kontrol sosial atas ketimpangan sosial yang terjadi. Ia tidak pernah terafiliasi dengan partai politik, maupun kepentingan kelompok tertentu. Kritik yang disampaikan adalah ekspresi konstitusional warga negara sebagaimana dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," kata pernyataan resmi Tim Advokasi yang diterima, Minggu 7 September 2025.
Menurut kronologi yang diungkapkan, Figha ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan live streaming di TikTok pada 25 Agustus 2025.
BACA JUGA:Akibat Aksi Demo Anarkis, Polda Metro Jaya Alami Kerugian Rp180 Miliar dan 160 Anggota Jadi Korban
Video tersebut, yang disaksikan oleh sekitar 10.000 orang, menjadi viral setelah potongannya disebar ulang pada 28 Agustus 2025 tanpa izin, yang kemudian memicu kesalahpahaman.
Satu hari setelah laporan polisi, Figha langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan pendahuluan yang layak. Figa kemudian dijemput paksa oleh tujuh aparat kepolisian pada 1 September 2025.
Tim Advokasi mengecam proses hukum yang dijalani Figa sebagai tidak adil dan terburu-buru.
"Penetapan tersangka hanya satu hari setelah laporan tanpa klarifikasi dan pemanggilan resmi melanggar asas due process of law. Selain itu, klaim polisi tentang 10 juta viewers adalah data yang menyesatkan dan jelas tidak sesuai fakta,"ujarnya.
BACA JUGA:Pak Prabowo, Sudah Selayaknya Raja Juli Antoni dan Abdul Kadir Karding Dicopot dari Kabinet!
Dalam upaya hukum, tim advokasi telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan dari keluarga, tokoh masyarakat, dan civitas akademika.