MEDIA sering memunculkan berita negatif tentang NU (Nahdlatul Ulama) disebabkan ada dugaan kadernya terlibat korupsi quota haji, padahal kader Muhammadiyah juga terlibat dalam kasus serupa, dan sampai hari ini KPK belum menetapkan satupun tersangkanya. Selanjutnya, banyak drama dan sepekulasi yang beredar. Benarkah ada "hidden" agenda tertentu dari KPK atau media untuk merusak citra NU?
Secara umum, penelitian menunjukkan manusia cenderung lebih tertarik pada berita buruk daripada berita baik. Ini membuat media lebih sering menyajikan konten negatif untuk menarik perhatian audiens. Selain itu ada sifat komersial media.
BACA JUGA:KPK Belum Ungkapkan Sosok 'Juru Simpan' Penampungan Uang Dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
BACA JUGA:KPK Bantah Diintervensi Istana, Penetapan Tersangka Kuota Haji Masih Misteri
Media adalah industri yang bertujuan menarik perhatian untuk meningkatkan pendapatan dari iklan. Berita negatif sering kali lebih sensasional dan menghasilkan lebih banyak klik. Jika ini latar belakangnya, apa Muhamadiyah kurang menarik untuk dijadikan objek pemberitaan negatif? Disinilah dugaaan ada agenda tertentu bisa menjadi spikulasi dan liar.
Beberapa kader Muhammadiyah yang disebut terkait kasus dugaan korupsi kuota haji antara lain: Hilman Latief: Beliau menjabat sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag dan juga merupakan Bendahara Umum PP Muhammadiyah. Hilman Latief sudah diperiksa oleh KPK dalam proses penyelidikan kasus ini.
Kemudian, Sunanto alias Cak Nanto. Beliau adalah eks Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dan pernah menjabat sebagai Juru Bicara Kemenag di era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Ada permintaan beberapa pihak agar KPK memeriksa Sunanto terkait kasus dugaan korupsi kuota haji.
NU dan Muhammadiyah adalah dua Ormas terbesar di Indonesia dan memiliki perbedaan dalam sejarah, pemikiran keagamaan, dan struktur organisasi. NU lebih akomodatif terhadap tradisi lokal, sementara Muhammadiyah cenderung lebih rasional dan modernis.
Pentingnya Objektivitas Pemberitaan
Kenapa berita negatif dan bias kepada NU perlu mendapatkan keadilan. Pertama, hak publik untuk mendapatkan informasi akurat. Sebab objektifitas memastikan informasi yang disajikan akurat dan tidak memihak, sehingga masyarakat mendapatkan gambaran yang benar tentang kasus.
Kedua, mencegah fitnah dan spekulasi. Pemberitaan objektif mengurangi risiko fitnah atau spekulasi yang bisa merusak reputasi individu atau organisasi tanpa bukti kuat.
Ketiga, untuk membangun kepercayaan publik. Media yang objektif cenderung lebih dipercaya publik karena tidak terlihat memihak atau memiliki agenda tertentu.
BACA JUGA:Reformasi Polri Jangan Cuma Omon-omon, Front Kebangsaan: Ini Sebuah Keharusan!
Keempat, menghormati proses hukum. Objektivitas penting untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sehingga tidak ada tekanan atau pengaruh tidak semestinya dari pemberitaan.