Selain Mahfud, politikus Gerindra ini menyebut komite itu juga akan diisi oleh mantan Kapolri. Meski demikian, ia belum menyebutkan identitasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto memastikan komisi reformasi Polri yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto bersifat ad hoc atau sementara. Dia menyebut tim itu akan bekerja selama 6 bulan.
Dia mengatakan komisi reformasi Polri itu merupakan yang utama. Meski begitu, ia mengatakan tim dari istana besutan Prabowo akan bekerja bersama tim yang dibentuk di internal Polri.
Dia menegaskan kedua tim akan bersinergi. "Kan sudah disampaikan oleh Pak Dasco (Sufmi Dasco Ahmad) kalau nggak salah. Jadi Presiden tetap akan membentuk tim reformasi. Sehingga tim Polri itu akan membantu. Jadi ada sinergi. Tapi yang utama adalah tim bentukan Presiden," tegasnya.
Keterlibatan Masyarakat Sangat Penting
Anggota Komisi III DPR Abdullah meminta Tim Transformasi Reformasi Polri melibatkan masyarakat.
Menurutnya, keterlibatan publik akan memberikan perspektif yang lebih luas terhadap upaya reformasi di kepolisian.
"Polri harus membuka diri terhadap masukan dari masyarakat. Undanglah para pakar, akademisi, koalisi masyarakat sipil, tokoh ormas, mahasiswa, serta masyarakat luas," ujar Abdullah.
"Dengan begitu, proses reformasi tidak hanya menjadi agenda internal, tetapi juga gerakan bersama yang melibatkan seluruh elemen bangsa," sambungnya.
Lewat pelibatan masyarakat juga membuat Polri paham apa yang diharapkan publik terhadap institusi tersebut.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa. Dia menyebut, hasil kerja komisi Reformasi Polri bentukan Presiden dan Tim Transformasi Polri bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bakal menjadi bahan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian.
“Hasil-hasil itu nanti ketika pembahasan terkait dengan RUU Kepolisian bisa menjadi bahan,” kata Saan.
Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, tim yang dibentuk pemerintah dan Polri dapat bersinergi dan saling menguatkan. Karena memiliki semangat yang sama.
"Bagaimana institusi kepolisian harapannya menjadi lebih profesional. Lebih transparan dan lebih akuntabel,” tutur Saan.
Saatnya Polisi Melayani, Bukan Menakuti
Pemisahan Polri dari TNI terjadi pada 1 April 1999. Sejak itu, Polri dituntut dapat bertransformasi menjadi institusi sipil yang profesional, humanis, dan berpihak pada rakyat.
Namun, seperti diungkapkan Wasekjen Partai Demokrat, Didik Mukrianto, realitas saat ini masih menunjukkan reformasi Polri belum sepenuhnya menyentuh aspek paling mendasar. Seperti kultur dan orientasi pelayanan kepada masyarakat.
Pemisahan Polri dari TNI yang ditetapkan dalam TAP MPR No. VI/MPR/2000 dan diperkuat dengan TAP MPR No. VII/MPR/2000 menjadi fondasi penting dalam pembangunan kepolisian yang demokratis.