Mlebu Warteg Metu Wareg

Senin 06-10-2025,07:17 WIB
Reporter : Tim Lipsus
Editor : Dimas Chandra Permana

Namun itu hanya segilintir gambaran soal warteg. Disway mencoba menggali lebih dalam soal awal mula bisnis warteg hingga berkembang. Tak hanya di Jakarta. Tetapi telah menjamur ke setiap penjuru daerah.

Saat ini ada dua nama besar warteg: Jaya Bahari dan Kharisma Bahari. Di Ibu Kota Jakarta misalnya. 

Setiap sudut kota dua nama ini selalu ada di tengah permukiman warga. Sampai ada warteg yang memasang tulisan: Mlebu Warteg, Metu Wareg (Masuk Warteg, Keluar Kenyang, Red).

Warteg Kharisma Bahari: Dulu Kaki Lima Kini Ribuan Franchise

Tidak semua orang sukses harus lulusan kampus ternama. Bahkan tidak semua harus tamat SMP. Namun pemilik warteg yang satu ini benar-benar membuktikan kualitasnya.

Namanya Sayudi. Asli Tegal, Sidakaton. Lahir tahun 1973. Cuma lulusan SD. Tapi sekarang? Punya ribuan cabang warteg yang namanya sangat terkenal: Kharisma Bahari.

Saat dihubungi Disway, Sayudi menceritakan kisah hidupnya. Berawal saat dirinya merantau ke Jakarta.

Warteg Kharisma Bahari didirikan Sayudi tahun 1996. Jauh sebelumnya, dia menjadi pedagang asongan. Jualannya di sekitar Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Cukup lama. Sekitar 7-8 tahun.

Pria yang kental dengan logat khas Tegal-nya itu mengaku merintis usaha warteg dengan meminjam modal mertuanya.

Mertua Sayudi meminjamkan sertifikat rumah untuk dijaminkan di bank. Dari duit pinjaman itu, Sayudi  membuka warung pertamanya. Di Jakarta Selatan. Wartegnya diberi nama MM. Singkatan modal mertua.

"Dulu awal-awalnya emang saya bikin warteg modal minjem. Pinjam modalnya juga sama mertua. Minjem sertifikat," kata Sayudi kepada Disway, pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Namun, Warteg MM milik Sayudi gulung tikar. Dia memutuskan kembali menjadi pedagang asongan.

Pengalaman gagal tak membuat Sayudi kapok. Dia kembali mengumpulkan modal. Duitnya dari dagang asongan. Sayudi mencoba peruntungan buka warteg.

Dia lupa tahun berapa. Yang diingat ketika itu dia mengambil alih warteg temannya yang juga nyaris gulung tikar.

Setelah satu dekade berjalan, usaha kuliner Sayudi berkembang. Dia memiliki tiga cabang. 

Dari situ, gagasan untuk membuat sistem waralaba lahir. Sayudi merasa kewalahan mengurus seluruh cabang sendirian.

Sayudi kemudian mengajak kerabat dan sahabatnya ikut mengelola dengan sistem bagi hasil setengah-setengah. 

Kategori :