Kalimat itu mengingatkan bahwa pembangunan bukan hanya urusan angka dan proyek, tetapi urusan kepercayaan dan kebebasan.
BACA JUGA:Kesehatan Gigi Masyarakat Indonesia: Antara Kebutuhan dan Ketersediaan Dokter Gigi
BACA JUGA:Kader Muhammadiyah juga Terlibat Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji, Mengapa Media Hanya Menyebut NU?
Dalam konteks Islam-sosial, rekonstruksi Gaza harus berpijak pada maslahah (kemaslahatan umum) kebijakan yang membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang.
Pendekatan ini menuntut keseimbangan antara kemanusiaan dan kedaulatan, antara ekonomi dan etika.
Sebagai akademisi, saya percaya rekonstruksi yang berkelanjutan memerlukan ekologi keadilan sosial: keterlibatan kampus, lembaga pendidikan, dan civil society internasional dalam membangun pengetahuan, bukan hanya infrastruktur.
Indonesia dapat mengambil peran penting di sini: melalui kerja sama universitas Islam, bantuan pendidikan, dan riset bersama untuk pembangunan sosial pasca-konflik.
Bagi UIN, misalnya, kerja sama riset lintas kampus bisa diarahkan pada topik post-conflict healing, spiritual resilience, dan community rebuilding karena luka perang tidak hanya di tubuh, tetapi di jiwa.
BACA JUGA:Ketika Kader Muhammadiyah dan NU Terlibat Dugaan Korupsi kuota Haji
BACA JUGA:Kandang Sapi Closed House, Tingkatkan Produksi Susu untuk Mendukung MBG
Diplomasi Moral dan Solidaritas Indonesia
Kehadiran Presiden Prabowo di KTT Sharm El-Sheikh memiliki makna simbolis sekaligus strategis.
Simbolis, karena menunjukkan komitmen Indonesia untuk berdiri bersama rakyat Palestina.
Strategis, karena memperkuat posisi Indonesia sebagai negara muslim demokratis terbesar di dunia yang konsisten menyerukan perdamaian berbasis keadilan, bukan kekuasaan.
Namun, diplomasi Indonesia akan bernilai lebih jika ia membawa narasi moral, bukan sekadar posisi politik. Dalam sejarah Islam, diplomasi bukanlah transaksi kepentingan, tetapi amanah peradaban tabligh al-haq (menyampaikan kebenaran).
Indonesia bisa menjadi jembatan antara moralitas Timur dan pragmatisme Barat dalam menyusun tata dunia yang lebih manusiawi.