Bahlil: Gugatan UU MD3 ke MK Bagian dari Demokrasi, Kita Hormati Prosesnya

Kamis 20-11-2025,23:46 WIB
Reporter : Anisha Aprilia
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengaku menghargai gugatan uji materiil Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

"Yang mengajukan kan masyarakat, dibawa ke judicial review di MK, biar saja prosesnya kita hargai ya," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 20 November 2025.

BACA JUGA:Drama China Love on the Turquoise Land Tayang Perdana 22 November 2025 di WeTV, Comeback Dilraba Dilmurat

BACA JUGA:Cak Imin Ingin Skema Bansos Dialihkan Jadi Pelatihan Cepat Kerja Keluarga Miskin

Bahlil menyebut Indonesia merupakan negara demokrasi. Sehingga, siapapun boleh menyampaikan aspirasinya.

Terkait permohonan uji materi UU MD3 yang diajukan ke MK, dia menilai proses tersebut perlu dihormati sebagaimana mekanisme yang tersedia.

"Negara kita ini kan negara demokrasi, setiap warga negara harus dijamin apapun yang disampaikan aspirasinya, tapi sudah barang tentu harus lewat mekanisme dan tata kerja yang baik dan aturannya kan ada ya, kita tunggu saja," ucap dia.

Sebelumnya, dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025, lima mahasiswa, yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.

BACA JUGA:Wakil Ketua MPR Tanggapi Gugatan UU MD3: Evaluasi Dewan Ada di Parpol, Publik Tetap Bisa Menilai Melalui Pemilu

Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR yang sepenuhnya melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dan partai politik. Para pemohon menilai tidak adanya mekanisme pemberhentian oleh konstituen membuat kontrol publik terhadap wakilnya menjadi buntu.

“Permohonan a quo… tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” ujar Ikhsan dalam sidang pendahuluan.

Menurut para pemohon, selama ini partai politik justru kerap memberhentikan kader tanpa alasan jelas, namun mengabaikan desakan publik ketika seorang anggota DPR seharusnya diberhentikan.

Mereka mencontohkan kasus nonaktifnya Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dipicu tekanan publik tetapi tidak diproses sesuai mekanisme pemberhentian dalam UU MD3.

BACA JUGA:Modal Secarik Kertas, Helwa Bachmid Luluh Dipersunting Habib Bahar: Minta Diakui Sebagai Istri Sah!

Menurut mereka, kondisi itu membuat suara rakyat hanya sebatas formalitas dalam pemilu. Dalam petitumnya, para mahasiswa memohon agar MK menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemberhentian anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik dan/atau konstituen.

Kategori :