Laba ASDP mencapai Rp3 triliun, lompatan signifikan dibanding era sebelumnya.
Akar Kasus: Akuisisi PT Jembatan Nusantara
Kunci dakwaan penyidik yakni ASDP dinilai merugikan negara saat mengakuisisi perusahaan swasta PT Jembatan Nusantara (JN).
Dahlan menyebut framing kasus dibuat seolah Ira membeli kapal-kapal bekas. Padahal yang dibeli adalah perusahaannya, berikut aset dan jaringan trayek.
BACA JUGA:Reaksi Publik Usai Dirut BUMN Ira Puspadewi Divonis 4,5 Tahun, Ungkit Kekhawatiran Diaspora
“Tidak bisa membedakan antara beli perusahaan dan beli kapal," tulis Dahlan.
Dari perspektif bisnis, strategi akuisisi itu disebut sebagai tumbuh melebar: memperkuat posisi ASDP pada rute komersial, sembari mensubsidi rute-rute pelosok—tugas sosial yang selalu menunggu di pintu BUMN transportasi.
Diketahui, Majelis hakim terbelah mengenai batas antara keputusan bisnis dan tindak pidana.
Sunoto menilai tindakan Ira beritikad baik, tidak memperkaya diri atau orang lain. Namun dua hakim lain menganggap prosedur valuasi dan uji kelayakan tidak tepat, sehingga menimbulkan kerugian negara yang dihitung penyidik.
Dahlan menilai fenomena ini sebagai konsekuensi keputusan bisnis yang bisa menakutkan profesional BUMN.
Ia mengingatkan pada kasus Milawarman, mantan Dirut Bukit Asam, yang juga melakukan akuisisi dan dipidana—sebelum akhirnya dibebaskan di pengadilan banding.
“Milawarman pun bebas. Tapi namanya sudah terlanjur dirusak. Pun Ira,” tulis Dahlan.
“Orang seperti mereka hanya bisa menerima itu sebagai nasib.”
Tulisan Dahlan itu menyiratkan optimisme bahwa dissenting opinion Sunoto menjadi modal untuk langkah berikutnya.
Mantan direksi PT ASDP (dari kiri ke kanan) Ira Puspadewi, Yusuf Hadi dan Harry Mac saat menghadiri sidang pada 21 Oktober 2025.-Foto/Ist-