Di London bukan main serunya. Pembahasan perbatasan itu. Antara Irlandia Utara (Inggris) dan Republik Irlandia (anggota Uni Eropa) itu.
Sampai seorang perdana menteri mundur --Theresa May. Perdana menteri lainnya mau mati di parit --Boris Johnson.
Saya pun ke perbatasan itu. Berangkat dari Belfast, ibu kota Irlandia Utara.
GPS di mobil tidak menyediakan kata 'perbatasan'. Sebagai pilihan tujuan.
Ada satu kota kecil sebelum perbatasan. Namanya: Newry. Tapi masih agak jauh dari tujuan saya.
Mau tidak mau saya masukkan kata 'Dublin' di GPS itu. Jalan menuju Dublin itulah yang akan melintasi perbatasan.
Tapi, itu berarti saya harus masuk ke negara lain --ke Republik Irlandia. Dublin adalah ibu kotanya.
Ya, sudah. Lakukan saja. Ikuti GPS. Ke arah selatan.
Begitu mobil melewati Kota Newry, saya mulai waspada. Mestinya, 15 menit kemudian, tiba di perbatasan itu. Begitulah menurut peta yang saya ukur sendiri.
Tidak ada lagi desa. Apalagi kota. Newry adalah kota terakhir di wilayah Inggris. Tidak pula terlihat lagi rumah. Atau ternak. Yang ada hanya tanah bergunduk-gunduk. Belum memenuhi syarat untuk disebut berbukit-bukit.
Kanan-kiri tanah kosong. Hijau. Pepohonan tidak terlalu lebat. Mungkin kini sudah waktunya memasuki perbatasan.
Oh, itu dia tandanya. Hanya satu papan di kiri jalan. Saya tidak sempat membaca lengkap. Jalan ini terlalu mulus. Semua mobil berjalan cepat. Kalau saya melambatkan mobil terasa aneh. Apalagi hanya untuk membaca kata di papan kecil itu.
Saya juga tidak sempat memotret sambil nyetir.
Intinya, ini bukan seperti perbatasan.
Tidak ada yang peduli. Kendaraan dari utara ramai ke selatan. Yang dari selatan ramai ke utara.
Jalannya empat lajur. Dua menuju Selatan, dua menuju Utara.
Terus, bagaimana saya ini. Apa yang harus saya lakukan. Setelah melihat perbatasan. Bahkan melewatinya.
Tidak mungkin balik ke Belfast. Tidak ada u-turn. Tidak bisa putar balik. Tidak pula ada persimpangan.
Ya sudah. Lanjut. Ke Dublin. Tidak ada pemeriksaan apa-apa. Tidak ada tanda apa-apa. Pun tidak ada petugas. Tidak ada yang peduli. Batas antar negara ini tanpa batas.
Satu jam kemudian saya sampai di Dublin.
Makan siang di situ. Harus mencari tempat parkir dulu. Dua jam Rp 350.000. Padahal mobilnya sedan kecil Ford.
Habis makan saya balik ke Irlandia Utara.
Ini pertama kali saya ke Dublin. Ups, ini sebenarnya yang kedua. Tapi yang pertama dulu hanya mampir. Bersama Ir. Misbahul Huda. Ia manajer percetakan.
Saat kami mendarat di Dublin --dari Frankfurt, Jerman-- hari sudah senja. Dari bandara kami langsung ke pelosok jauh. Ke kota Kabupaten Limerick.
Tiba di Limerick sudah jam 23.00 --pukul twenty three hundred. Langsung meninjau percetakan koran di pelosok itu.
Waktu itu kami selalu bersemangat. Kalau mendengar ada teknologi baru di bidang surat kabar.
Di Limerick-lah kami mendengar ada mesin cetak jenis baru: kecil tapi mampu cetak warna. Bisa 16 halaman sekaligus.
Rasanya mesin itu akan cocok untuk koran-koran di daerah.
Di kabupaten itu pula kami bermalam. Hanya beberapa jam. Di sebuah hotel yang seperti rumah.
Pagi-pagi kami balik ke Dublin. Langsung ke bandara. Balik ke Jakarta via Frankfurt.
Saya pernah ke Dublin tapi belum ke Dublin.
Baru kali ini saya bisa muter-muter Kota Dublin. Ini bukan Inggris. Kota lain. Negara lain. Mata uangnya juga lain.
Secara tidak terencana kok saya tiba di Dublin.
DI's Way di Trinity College Dublin
Jadi, mau diapakan perbatasan itu? Setelah Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti?
Akankah dipasangi kantor imigrasi? Di selatan perbatasan dan di utaranya?
Akankah dilakukan pemeriksaan atas semua kendaraan yang lewat?
Itulah yang jadi perdebatan.
Brexit tinggal 50 hari lagi. Membangun tenda darurat pun tidak akan bisa selesai. Apalagi membangun gedung --dan fasilitas teknologi imigrasinya.
Terus terang, saya lebih menikmati "oleh-oleh dari luar", daripada "dari dalam", yang cenderung membosankan dan memuakkan. Maaf.
Lanjutkan abah, semoga sehat dalam melintasi berbagai negara.
"Balik ke Jakarta via Frankfurt"
koq jadi sedih yaah... apa cerita Europe ini berakhir sementara
mungkin next trip, ada video-videonya dunk bah (jadi serasa kita yg piknik)
Itu kan perjalanan Abah Dahlan tempo doeloe. Bersama Pak Misbahul Huda. Anak buah Abah Dahlan. Waktu itu.
Yaaah... politik kadang egois. Mengorbankan apapun yg bisa d korbankan demi dirinya sendiri.
Perbatasan yg selama ini damai, aman dan tentram tiba2 jd masalah...
"Mau tidak mau saya masukkan kata 'Dublin' di GPS itu."
Saya suka kalimat ini. Sudah tepat. Benar-benar betul. Betul-betul benar. Sebab, biasanya ada yang menambahinya dengan kata "harus". Padahal di situ sudah ada kata "mau tidak mau" yang berarti harus/mesti.
Jadi, kata "harus" tidak perlu ditayangkan bila sudah ada "mau tidak mau". Pun sebaliknya. Pilih salah satu saja.
Matur suwun.
"Mau tidak mau, saya harus menyelesaikan tugas malam ini".
Tanpa sadar, ternyata ada kata yang mubazir hehehehehe
Suwun Kang.
Noted Gus Yusuf..., mau tidak mau harus... Halah muncul "harus" maneh.
Jadi ingat kata2 mubazir yg tidak diijinkan untuk dipakai oleh guru Bahasa Indoesia saya waktu SMP : naik ke atas, turun ke bawah, maju ke depan, mundur ke belakang, agar supaya ...
"Batas antar negara ini tanpa batas."
antar negara -> antarnegara
Ngapunten...
Background fotonya ada museum kapal Titanic. Mungkin edisi besok ada ceritanya versi abahku yg pastinya lebih romantis dari filmnya. Siap duduk manis deh akuh....
Jalanannya sepi ya. Kelihatannya jumlah penduduk di negeri-negeri maju luar sana, tidak banyak-banyak amat. Tidak seperti di Indonesia.
Kapan jumlah penduduk kita bisa berkurang atau tetap gitu ya.
"politik yang membuat absurd" mantabs sekali Abah Dahlan....sehat selalu Abah...oiyah kalau bisa ada liputan tentang Lembaga Anti Rasuah di luar negeri juga...biar ada benchmark....Terima Kasih
"Nabok nyilih tangan"... Klo kita cermati tulisan Abah, rasanya tentang negri +62 semua, cuma tekstual saja bahas bumi di mana dipijak... Gtu lho prend :)
Tulisan Abah sangat menarik...
Kalo saya membaca tulisan Abah.. Saya merasa ikut dalam perjalanan tersebut.. Sangat menambah pengetahuan saya juga hehehe
Sehat selalu Abah.. Teruslah menulis..
Alhamdulillah Abah msh terus sehat di perjalanan panjangnya, msh bs terus menulis, bercerita & berbagi pengetahuan luas yg Abah dpt dr perjalanan nya.. sy titipkan do'a kpd Allah SWT agar senantiasa dilapangkan di setiap perjalanan Abah menapaki bumi ciptaan Allah yg begitu luas ini.. Baraqallah Abah Dahlan
Jalan Belfast, jalan ke Dublin.
Pak Dahlan berkelas, jangan kite ditinggalin. Hehe...
Dua menuju Selatan, dua menuju Utara.
Selatan --- selatan
Utara --- utaraa
Tiba di Limerick sudah jam 23.00.
Jam --- pukul
Teori politik itulah yang bikin absurd, abah. Teori negara modern dan wilayah yang makin absurd dan ketinggalan teknologi. TEknologi yg telah membuat negara tanpa batas batas wilayah. Satelit dan GPS membuktikannya.
"Terus, bagaimana saya ini. Apa yang harus saya lakukan. Setelah melihat perbatasan. Bahkan melewatinya" sepertinya kata-kata yg ini kurang tanda tanya abah.
Ketika dulu Republik Irlandia dan UK masih berperang perbatasan kedua negara masih dijaga oleh militer dan ada checkpoints utk mengecek paspor. Kemudian setelah perjanjian damai kedua negara perbatasan fisik ini lama2 ditiadakan dan menjadi open border. Mungkin ke depan checking post akan dibangun lagi di perbatasan kedua negara ini.
Kadang enak juga tinggal di negara +62 karena bisa putar balik suka2, parkir gratis klopun bayar paling 2-5 ribuan. Parkir 350 ribu itu sama dgn parkir seminggu di bandara negara +62 hehe...
Mohon dijawab Pak Dis:
Bagai mana pendapat bapak tentang cover majalah Tempo 16 September 2019, dari sisi kebebasan pers,yg katanya dibuka selebar lebarnya oleh Presiden Habibie itu.
Dan sudah tepatkah menurut bapak alasan majalah Tempo,yg mengatakan,itu adalah suara penggiat anti korupsi,yg perlu juga disuarakan.
Apakah hal ini masih masuk kategori pers yg bebas dan bertanggung jawab itu?.
Dan oleh karena itu,tidak bisa disebut menghina Presiden.
Ini pertama kali saya ke Dublin. Ups, ini sebenarnya yang kedua. Tapi yang pertama dulu hanya mampir. Bersama Ir. Misbahul Huda. Ia manajer percetakan.
Jadi ingat buku beliau "Mission ini possible" , jadi tau seperti apa sih sikap Abah ttg etos kerja ke anak buah nya.. the power of kepepet rata2 hehehe...
Memang sadar kok, makanya banyak yg sengaja melakukannya...
Sekalian juga:
Keluarga; Membuat manusia terpecah belah. Cendrung mementinkan keluarganya. Krisis empati pd orang lain.
Juga negara. Membuat manusia d dunia terpecah belah. Juga organisasi.
Nah skrg bagaimana kita menyikapi itu?
politik memang absurd, bisa membuat rakyatnya menjadi hipokrit
Itu jalan toll ya?
Berapa tarifnya Abah?
Sebagai mantan sesuatu yg pernah melakukan sesuatu di gerbang toll Senayan, coba lah diulas bgmn kualitas "jalan toll" di "RI" tsb. (Republik Irlandia)
"Terus, bagaimana saya ini. Apa yang harus saya lakukan. Setelah melihat perbatasan. Bahkan melewatinya."
Tertawa sy membayangkan Abah menghadapi keadaan ini.
Komentar: 86
Silahkan login untuk berkomentar