Dewan Langitan

Dewan Langitan

Ilustrasi catatan Dahlan Iskan tentang ketua Dewan Pers.--

Saya bersyukur atas informasi ini: ada organisasi media yang mencalonkan Prof Dr Komarudin Hidayat untuk menjadi anggota Dewan Pers –yang lantas bisa dipilih sebagai ketuanya.

Saya pun menyesal sempat membuat pernyataan bersedia dicalonkan. Sudah mepet. Batas waktu pencalonan kian dekat: ditutup tanggal 11 Februari hari ini. Belum ada tokoh ''kelas langitan'' yang dimajukan. Padahal, selama ini, hanya tokoh ''kelas langitan'' yang sebaiknya jadi ketua Dewan Pers.

Di pernyataan kesediaan saya itu saya beri catatan tulisan tangan: ''sepanjang tidak ada calon lain yang lebih baik dari saya''. Ternyata ada --meski baru kabar selentingan. Kita lihat pengumuman panitia seleksi besok: apakah Prof Komarudin benar-benar masuk daftar calon.

Sejak tidak ada kementerian penerangan –sebagai salah satu hasil reformasi 1998– Dewan Pers-lah yang harus menjaga keberlangsungan hidup pers yang sehat.

Anda sudah tahu: sejak reformasi kebebasan pers terjamin sekali. Bahkan banyak yang menilai terlalu bebas. Pers yang selama 35 tahun dikekang menjadi seperti kuda yang dilepas ke alam bebas. Sudah begitu lama terkekang. Sekali bebas, bebas sekali –untuk meminjam tagline RRI –sekali di udara tetap di udara.

Jaminan kebebasan itu diatur di dalam UU Pers yang dilahirkan di puncak euforia reformasi. Di situlah Dewan Pers diatur. Tapi para penyusun UU Pers rupanya terlalu bersemangat. Sampai lupa memasukkan ''pasal peralihan'' yang begitu penting. Yakni pasal yang seharusnya mengatur ''bagaimana cara pembentukan Dewan Pers kali pertama''.

Begitu UU Pers disahkan, Dewan Pers harus dibentuk. Bingung: siapa yang harus membentuk dan bagaimana caranya.

Akhirnya seluruh organisasi pers berkumpul di Bandung. Seingat saya lebih 20 organisasi pers. Ada yang besar, ada yang kecil. Ada yang sudah lama, ada yang baru dibentuk. PWI bukan lagi satu-satunya organisasi wartawan. Sudah ada Aliansi Jurnalis Independen (AJI) –yang punya semangat anti kemapanan. Ada pula PWI-Reformasi –yang ini umurnya tidak panjang. Saking banyaknya saya sudah lupa nama-namanya. Banyak juga yang sekarang sudah meninggal dunia.

Jalannya rapat pun meriah –cenderung kacau. Semua organisasi pers merasa sejajar. PWI tidak diistimewakan lagi. PWI dianggap bagian dari Orde Baru.

Yang lebih sulit lagi saat pemilihan siapa yang akan jadi ketua Dewan Pers. Calonnya terlalu banyak. Masing-masing organisasi mengajukan calon ketuanya sendiri. Semua merasa berhak. Merasa mampu.

Saya tidak mau mencalonkan diri, meski beberapa orang minta saya maju. Saat itulah saya berbicara di forum: mengapa saya tidak mencalonkan diri.

"Calon ketua Dewan Pers haruslah seorang tokoh yang sudah di kelas Langitan," kata saya.

Waktu itu istilah ''Langitan'' lagi top berkat Gus Dur: ada istilah baru ''Kiai Langitan''. Itu untuk membedakan kelas-kelas dalam kekiaian.

Ada kiai yang pesantrennya besar, ternama, tapi kualitas kiainya belum Langitan. Ada lagi kiai terkenal tapi tidak langitan karena terlalu berpolitik.

Maka ketua Dewan Pers haruslah seorang intelektual terkemuka. Bukan sekadar bergelar doktor atau master. Sang calon juga punya komitmen terhadap kebebasan pers. Ia/dia harus pendukung demokrasi. Bijak. Independen.  Berwibawa di depan masyarakat pers. Juga punya latar belakang sebagai orang pergerakan.

"Saya tidak mencalonkan karena merasa belum di kelas itu," kata saya waktu itu.

Keriuhan ruang rapat pun reda. Tidak ada lagi yang rebutan jabatan itu. Bahkan tidak ada yang mau lagi mencalonkan diri. 

Akhirnya rapat memutuskan: memilih Atmakusumah Astraatmadja sebagai ketua Dewan Pers pertama. Ia senior. Mantan pemred Harian Indonesia Raya-nya Mochtar Lubis.

Atmakusumah memenuhi semua syarat di atas. Ia bisa disebut tokoh kelas Langitan.

Di periode setelah Atmakusumah, berturut-turut selalu tokoh Langitan yang terpilih: mantan Ketua Mahkamah Agung yang sangat harum namanya, Prof Dr Bagir Manan. Lalu mantan rektor UGM yang terkenal reputasi baiknya: Prof Dr Ichlasul Amal. Setelah itu Prof Dr Mohamamd Nuh DEA. Terakhir, Prof Dr Azyumardi Azra.

Selain itu saya tidak tahu lagi siapa yang jadi ketua Dewan Pers berikutnya.

Di masa Orde Baru, ketua Dewan Pers selalu menteri penerangan. Ketua terlama adalah Harmoko: 1983 sampai 1997 –hampir 15 tahun.

Prof Dr Komarudin Hidayat bisa jadi Langitan berikutnya. Memang Komarudin, mantan Rektor UIN Jakarta dan kini menjadi rektor UIII, adalah seorang kiai yang gila golf. Tapi tingkat permainan golf-nya pun sudah Langitan.(Dahlan Iskan)


Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 9 Februari 2025: Piring Kembar

Wilwa

Homo sapiens memang absurd. Mereka berkelahi hanya karena beda suku/ras/warna kulit dan agama/kepercayaan/cerita rakyat. Padahal science dengan DNA telah membuktikan yang namanya ras itu tidak ada. Apalagi suku. Apalagi warna kulit yang hanya masalah pigmen. Tapi begitulah “bedes” (mengutip istilah Ryu Hasan). Dan hanya karena beda agama/iman. Yang berdasarkan cerita rakyat Yahudi vs cerita rakyat Arab. Dan nampaknya kaum atheist dan Kristen dalam Far Right seperti menemukan “common enemy” yaitu imigran Muslim. Yang seringkali bersikap eksklusif. Tak bisa membaur dengan budaya Eropa. Terutama pola makan dan cara berpakaian. Kadang hanya karena beda pangan dan sandang saja, “bedes” bisa bermusuhan demikian sengitnya. Sungguh konyol kalau dipikir-pikir. Hmmm

Mirza Mirwan

Meski status saya hanya wartawan lepas, saya juga pernah mempunyai KTA PWI. Waktu itu, November 1979, -- Hendry Ch. Bangun masih mahasiswa FSUI -- syarat menjadi anggota PWI bagi wartawan lepas harus melampirkan rekomendasi dari dua media yang pernah memuat tulisannya. Saya menyertakan 4 rekomendasi: dari Kompas, Merdeka, Sinar Harapan dan Suara Karya. Tetapi...hehehe...KTA PWI itu hanya saya gunakan 30 bulan, hingga April 1982 karena saya harus meninggalkan tanah air. Karena merasa pernah menjadi keluarga PWI, maka saya sangat menyayangkan terjadinya dualisme kepemimpinan PWI. Saya lebih respek kepada mantan anggota PWI yang membentuk organisasi wartawan lain ketimbang membentuk kepengurusan tandingan dalam satu organisasi. AJI, misalnya. Ini negara demokrasi, kok. Di Amerika sana ada banyak organisasi wartawan. Untuk menyebut beberapa di antaranya : Society of Professional Journalists, American Press Association, American Press Institute, American Society of News Editors, National Writers Union, etc. Tidak masalah. Demokrasi, kok. Saya hanya berharap agar dualisme kepengurusan PWI segera bisa diakhiri. Di tingkat dunia, International Organization of Journalists (IOJ) tak mungkin mengakui dualisme PWI. Pasti hanya salah satunya. Kalau mengakui AJI malah mungkin, bila AJI sudah mendaftarkan keanggotaannya. Ingat, PWI adalah organisasi wartawan yang hari lahirnya dijadikan Hari Pers Nasional.

Wilwa

@KoJo. Kita juga bisa meragukan hampir semua perayaan keagamaan yang ada di bumi ini. Apakah benar tanggalnya? Apakah tak tercampur dengan adat “pagan” tertentu? Bagi saya pribadi, tak masalah sebuah perayaan ritual keagamaan berasal dari adat istiadat mana, yang penting saya bisa menikmati hari libur. :):):)

Leong Putu

Bajune mambu minyak angin, Mazze....wkwk

Udin Salemo

baju batik yang Abah Dis pakai cakep. dijadikan suvenir acara gathering perusuh disway pasti bikin wong Darjo ikut serta acaranya. jarak darjo ke Pacet jadi semakin dekat... wkwkwk....

Mirza Mirwan

Kadang saya uring-uringan kalau membaca berita di portal media Israel. Bukan, saya bukan uring-uringan pada medianya, tetapi pada apa yang diberitakannya. Ketika Eli Sharabi, Or Levy dan Ohad Ben-Ami dibebaskan kemarin terlihat kurus, Menteri kesehatan Uriel Buso menyebut ketiganya menderita malnutrisi parah. Sedang Presiden Isaac Herzog menyebut Hamas melakukan "crimes against humanity". Kok pejabat Israel itu maunya benar sendiri. Kondisi 3 sandera tersebut kurus memang benar karena malnutrisi. Tetapi kalau dirunut ke belakang, Israel sendiri yang menyebabkannya. Ketiga sandera itu ditawan di Deir al-Balah yang tak mendapat suplai bahan pangan, karena truk pengangkut dilarang memasuki Deir al-Balah oleh IDF. Bukankah kondisi sandera yang ditawan di Gaza City dan Khan Younis yang telah dibebaskan tidak mengalami hal serupa? Di Gaza ribuan anak mengalami malnutrisi lebih parah, sebagiannya tewas karena kelaparan. Dan itu disebabkan karena truk pengangkut bahan pangan dilarang IDF untuk menjangkau tenda-tenda pengungsi. Apakah nyawa ribuan anak-anak di Gaza itu lebih tidak berharga ketimbang Sharabi, Levy dan Ben-Ami? Dan soal kejahatan melawan kemanusiaan seperti disebut Isaac Herzog? Israel sendiri selama 15 bulan telah melakukannya di Gaza hinggs menewaskan lebih dari 47.000 jiwa. Dan masih melakukannya di Tepi Barat. Pendek kata, Israel telah melanggar semua hukum humaniter internasional. Tetapi tetap merasa benar.

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE 7, DISWAY..!!!!!!! Dalam perjalanan yang penuh dinamika ini, Disway telah berhasil mengukir namanya sebagai pionir dalam dunia jurnalistik digital. Dengan mengadaptasi gaya penulisan "Catatan Harian" dan "Dahlan Iskan Way," Disway tidak hanya melanjutkan tradisi, tetapi juga menciptakan inovasi yang relevan dengan kebutuhan zaman. Sebagai "koran online," Disway telah membuktikan bahwa media dapat bertransformasi tanpa kehilangan esensi jurnalisme yang mendalam. Setiap tulisan yang dihadirkan bukan hanya sekadar informasi, tetapi juga sebuah refleksi yang mengajak pembaca untuk berpikir kritis dan merenungkan isu-isu penting. Di tengah tantangan dan perubahan yang cepat, Disway tetap menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan. ### Semoga di tahun-tahun mendatang, Disway terus berkomitmen untuk menyajikan konten yang berkualitas, mendorong diskusi yang konstruktif, dan menjadi jembatan antara fakta dan masyarakat. Mari kita rayakan perjalanan ini dan terus melangkah maju menuju masa depan yang lebih cerah! (SSssstt. Jumlah tanda seru di judul ada 7 lho. Sebagai hadiah ultah. Yang ke 7)..

Liáng - βιολί ζήτα

iseng-iseng saja. Orang-orang iseng seperti saya, terkadang ya rada-rada nyeleneh gitu... wkwkwkwkwk... Keisengan saya kali ini ingin menarik "garis merah" (lantaran saya pakai spidol warna merah...) wkwkwkwkwk... sebagai berikut : Pernahkah terpikir oleh Anda... "berada di rentang usia berapakah" kebanyakan dari mereka yang terlibat konflik internal suatu organisasi - ya organisasi apapun, khususnya mengenai kepengurusannya ?? Anda Sudah Tahu... sepertinya, kebanyakan dari mereka itu usianya sudah seperti "Matahari menjelang senja" bahkan ada yang sudah seperti "Matahari yang sudah tenggelam di ufuk barat, tergilas oleh mekanisme rotasi alamiah". Atau... mungkin... mereka terinspirasi oleh Matahari di belahan dunia seberang lautan sana, yang tenggelamnya telat - hingga malam hari baru tenggelam... Jadi, apakah mereka yang terlibat konflik internal itu lantaran "periuk nasinya terganggu" ataukah lantaran "khawatir kehilangan pekerjaan" ?? Sepertinya, itu suatu hil yang mustahal... Lantas... mengapa seringkali terjadi konflik internal suatu organisasi yang justru melibatkan orang-orang yang... Maaf... yang "masanya" sepertinya sudah lewat... Sepertinya... Anda pun Sudah Tahu mengapa... "garis merah" itu akan menjadi titik awal untuk memahaminya... dari sudut pandang psychology tentunya...

Jokosp Sp

Ketika bawahannya Bu Lurah ditangkap Kejaksaan maka seharusnya Bu Lurah dimintai pertanggung jawabannya atas mega korupsi Jiwasraya, Asabri dan lainnya. Sebagai pemimpin harusnya mundur, dan jika di Jepang maka sudah bunuh diri karena malu harusnya. Saya tidak menyebut sebagai harakiri, terlalu halus. Indonesia harusnya tidak harus hutang jika di penerimaan pajak tidak dirampok para pegawainya. Lihatlah dengan maraknya ilegal impor barang Tiongkok yang begitu besarnya di pelabuhan. Belum di penerimaan pajak batu bara yang seharusnya Indonesia ini sudah kaya raya, dan bukan memberikan Makan Bergizi Gratis saja bingung cari anggaran. Mulailah harus di DOOR para koruptor itu, sebut JZ.

djokoLodang

-o-- PEMOTONG TIMUN Ada seorang pria yang telah bekerja sepanjang hidupnya di pabrik acar. Suatu hari, ia pulang ke rumah dan memberi tahu istrinya bahwa ia telah diberhentikan dari pekerjaannya. Istrinya berteriak dan berseru, "Kamu telah mengabdi selama dua puluh tahun kepada mereka. Mengapa mereka memecatmu?" "Selama ini, aku memang ingin mencoba memasukkan milikku ke dalam pemotong timun," jelasnya, "ingin tahu bagaimana rasanya. ... Akhirnya, hari ini aku berhasil melakukannya! Dan, ... ketahuan. ... " Istrinya berlari menghampiri dan menurunkan celananya untuk melihat kerusakan apa yang telah terjadi. "Kamu tampak baik-baik saja," katanya sambil mendesah lega. "Jadi, apa yang salah dengan pemotong timun itu?" "Yaah," katanya, "... mereka juga memecatnyi. ..." --koJo.-

Tivibox

Kalau dihitung 1 tahun ada 365 hari, maka Abah DI sudah menulis CHDI sebanyak 2.555 seri tanpa putus. Woww...luar biasa. Sebuah prestasi yang saya kira belum ada yang menyamai. Jika seri tulisan CHDI diterbitkan dalam bentuk buku, dia bisa berjilid-jilid. Dirgahayu DISWAY. Panjang umur buat Foundernya, seluruh Direksi dan semua awak redaksi, reporter, pengelola serta semua yang berperan dalam perjalanan Disway, termasuk para perusuh tentunya.

Jokosp Sp

Apa security tidak pernah laporan ke boss nya ya, kalau sering lihat ada sesorang yang naik suprabak berhenti di depan Kantor Disway?. Apakah orang itu sangat mencurigakan, atau mungkin mantan wartawan yang mau ketemu Pak Boss, atau juga sesorang itu perusuh Disway?.

Kang Sabarikhlas

Seusai senam di Tunjungan, saya antar istri belanja kepasar Genteng. Rencana sarapan sate klopo di jl. Achmad Jais tapi saya bablas dan berhenti depan kantor Disway. "Lho Nang, ngapain stop disini?".. ".. anu..Dik, ini kan kantor Disway, sekarang kan hari Pers juga ultah Disway, kok sepi ya? cuma ada 1 orang baju hitam duduk diteras"... ".. Ealaa, sampean berharap ada pesta durian ta?" istri cemberut. Daripada istri 'nyanyi' terus, saya langsung balik ke stand sate klopo. "lho Nang kok cuma pesan sepiring" "Eh..menurut instruksi pak presiden, duh...jadi ingat kata² pak Harmoko". "Ooh, kencangkan ikat pinggang to, atau hemat anggaran, ya Nang?" "Iya Dik, yuk kita nikmati makan lontong sate klopo sepiring berdua" Ternyata, sudah tujuh purnama..eh.. 7 tahun saya riwa-riwi depan kantor Disway dan ndak 'wani masuk'....

Jimmy Marta

Tujuh tahun Disway berkiprah/ Tujuh tahun CHD tanpa henti/ Perusuh tekun tetaplah betah/ Pesuruh tekun selalu mengabdi Langkat ibukotanya binjai/ Surabaya kota kesatria/ Selamat ultah buat disway/ Semoga semuanya berbahagia

Mbah Mars

Wartawan mewancarai Gus Dur. "Gus, kok banyak kyai yg berbuat salah. Itu ginana ?" Dengan santai Gus Dur menjawab:"Justru kyai banyak salah itu sudah lumrah" "Lho...lho kok bisa to Gus ? Kan kyai itu orang suci" "Kyai banyak salah itu tahu caranya bertaubat. Kalau kalian, wartawan tidak tahu. Maka jangan banyak dosa" "Hmmmm", gumam wartawan. Gus Dur melanjutkan: "Sama dengan pelanggaran hukum, ya harus oleh ahli hukum yg tahu cara merekayasa hukum. Kalau kalian ya kena pasal".

Mirza Mirwan

Hadiah uang untuk penerima Anugerah Jurnalistik Adinegoro 5 kategori utama (jurnalistik foto, video, audio, cetak dan siber) ternyata lumayan besar untuk ukuran Indonesia. Pemenang masing-masing kategori utama menerima Rp100 juta. Sayangnya pemenang kategori jurnalistik video, cetak, dan siber hadiahnya mesti dibagi-bagi. Erandhi Hutomo Saputro dari Kumparan, misalnya, harus berbagi dengan dua rekannya: Anggi Kusuma Dewi dan Agaton Kenshanahan. Saya katakan Rp100 juta itu lumayan besar untuk ukuran Indonesia, di mana rerata gaji wartawan hanya Rp5-6 juta/bulan -- banyak yang kurang dari itu, tetapi banyak pula yang bergaji belasan hingga di atas Rp20 juta. Tergantung besar-kecil media tempatnya bekerja dan lamanya berkarier. Bandingkan dengan hadiah uang pemenang Pulitzer Prize di Amerika. Di sana ada 23 kategori. Pemenang masing-masing kategori "hanya" menerima US$15.000 (kurang dari Rp250 juta) dan sertifikat. Khusus untuk berita yang bersifat "public service" ada tambahan medali emas. Adapun rerata gaji wartawan di Amerika US$61.000/tahun. Artinya US$5000-an/bulan (sekitar Rp81 juta). Jadi US$15.000 itu hanya 3x rerata gaji/bulan. Memang, sih, untuk media besar gaji wartawannya rerata di atas US$100.000/tahun. Jadi hadiah Adinegoro itu 19-20x lipat rerata gaji wartawan di Indonesia, sedang hadiah Pulitzer hanya 3x lipat rerata gaji wartawan di Amerika. Tetapi, waini, memenangi Pulitzer Prize berarti jalan mulus menuju lompatan karier.

Hendro Purba

Menyatakan kesalahan Menelanjangi perbuatan kegelapan Ini pekerjaan mulia wartawan yang tidak lagi dikerjakan.

Jokosp Sp

Bahlil "Saya bilang pengencer gas". "Anda tahu kan yang saya maksud?". "Saya menghilangkan pengencer gas". "Saya menghilangkan pengencer, salah satu rantai distribusi, kok anda tidak setuju?". "Paham tidak anda?". Ohhhhhhhhhhhhhhhhh........memang beda antara pengencer dengan pengecer. Tapi buat apa ada pengencer di gas melon?. Apakah masih perlu diencerkan gas melon seperti benda padat misal dalam bentuk butiran batu gasnya?. Ha ha haaaaaa.......maklum n nya nyangkut terus itu....wkwkwkwkwk. Dan seorang lelaki tua bilang "Pak....tolong jangan ganggu kemiskinan kami yang sudah miskin dan susah ini dengan gas melon ! ! ! ! ! ! ! ! !....." dengan esmosi. Mak jleb......., jika mereka peka sebenarnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 106

  • Wilwa
    Wilwa
    • Wilwa
      Wilwa
  • Leong Putu
    Leong Putu
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
    • Pry
      Pry
  • Leong Putu
    Leong Putu
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
  • Dasar Goblik
    Dasar Goblik
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Pry
    Pry
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Pry
    Pry
  • Mirza Mirwan
    Mirza Mirwan
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Pry
    Pry
  • thamrindahlan
    thamrindahlan
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
  • Liam Then
    Liam Then
  • Pry
    Pry
    • Liam Then
      Liam Then
    • Pry
      Pry
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Ahmad Zuhri
      Ahmad Zuhri
  • Lagarenze 1301
    Lagarenze 1301
  • Pry
    Pry
  • Pry
    Pry
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Mbah Mars
    Mbah Mars
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Mbah Mars
      Mbah Mars
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Tivibox
    Tivibox
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Em Ha
    Em Ha
    • Dasar Goblik
      Dasar Goblik
  • ALI FAUZI
    ALI FAUZI
  • Fiona Handoko
    Fiona Handoko
    • Dasar Goblik
      Dasar Goblik
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Nimas Mumtazah
      Nimas Mumtazah
  • ALI FAUZI
    ALI FAUZI
  • Pry
    Pry
  • Pry
    Pry
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Pry
    Pry
  • Pry
    Pry
  • Pry
    Pry
  • Prieyanto
    Prieyanto
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Tivibox
    Tivibox
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN
  • Mirza Mirwan
    Mirza Mirwan
    • Lagarenze 1301
      Lagarenze 1301
    • Lagarenze 1301
      Lagarenze 1301
    • Mirza Mirwan
      Mirza Mirwan
    • Mirza Mirwan
      Mirza Mirwan
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • Mbah Mars
      Mbah Mars
  • adi sukamto
    adi sukamto
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • DeniK
    DeniK
  • DeniK
    DeniK
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN
  • Jo Neca
    Jo Neca
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN
  • Kang Sabarikhlas
    Kang Sabarikhlas
  • Tivibox
    Tivibox
  • alasroban
    alasroban
    • alasroban
      alasroban
  • Nina Acizla
    Nina Acizla
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • my Ando
    my Ando
  • Mbah Mars
    Mbah Mars
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Tivibox
      Tivibox
    • adi sukamto
      adi sukamto
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Dasar Goblik
    Dasar Goblik
  • MZ ARIFIN
    MZ ARIFIN
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN
  • MZ ARIFIN
    MZ ARIFIN
    • MZ ARIFIN
      MZ ARIFIN

Berita Terkait