Rahasia Lobster

Rahasia Lobster

Para lobster di laut kini berdebar. Mereka mengikuti dengan cemas apa yang lagi diperdebatkan di darat: soal boleh atau tidaknya bayi-bayi mereka ditangkap.

Baby lobster memang lagi jadi topik. Menteri Perikanan dan Kelautan yang dulu, Susi Pujiastuti, melarang tangkap baby lobster. Alasannyi: untuk melestarikan eksistensi lobster di Indonesia. Yang jumlahnya --menurut data Bu Susi-- merosot terus.

Sudah lama Indonesia hanya menempati urutan keenam di dunia. Dalam memproduksi lobster. Kalah dengan Kanada, Amerika Serikat, UK, Australia dan Chili.

Bahkan kemampuan ekspor kita hanya no 17 di dunia. Padahal Indonesia punya laut yang begitu luas.

Alasan lain Bu Susi, lobster itu belum bisa diternakkan. Di seluruh dunia. Beda dengan udang faname. Yang benihnya sudah bisa dibuat.

Sudah ada perusahaan pembenihan udang. Bahkan sudah banyak hatchery --yang menternakkan udang sampai umur beberapa hari. Untuk kemudian dipindah ke tambak.

Lobster masih serba alamiah. Seperti juga sidat --belut laut.

Kalau baby lobster diizinkan ditangkap lama-lama akan punah.

Kini Susi sudah tidak jadi menteri lagi.

Kritik ke Bu Susi adalah: untuk apa lobster dilindungi terus. Sedangkan kesejahteraan petani laut tidak meningkat. Bukankah kekayaan alam harus diabadikan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.

Maka ada pemikiran baru: larangan lama itu sudah waktunya dicabut.

Tingkatnya baru wacana. Hebohnya sudah mengangkasa.

Para pejabat tinggi di Kementerian Kelautan dan Perikanan pun seperti lobster --ikut terjepit. Apalagi kalau ada tuduhan si A adalah orangnya Bu Susi. Si B adalah orangnya siapa lagi.

Dan para lobster itu pun stres --kalau mereka bisa mendengarkan adu argumentasi itu.

Saya pun mendapat kiriman video dari Prof. Dr. Effendy Gazali. Ahli komunikasi politik itu. Yang rupanya baru pulang dari Vietnam.

Prof Effendy merekam lewat videonya tentang budidaya lobster di pantai timur Vietnam. Tepatnya di Cam Ranh. Saya tahu lokasi itu. Pernah lewat sana saat saya ke Nha Trang tahun lalu.

Tambak budidaya lobster di sana digambarkan sangat berhasil. Lalu Prof Effendy punya rekomendasi: mengapa tidak kita lakukan juga di Indonesia.

Video itu --kalau benar-- membuktikan bahwa teori lama sudah tidak berlaku: lobster sudah bisa dibudayakan. Bukan tidak bisa.

Ilmu itu yang harus kita tahu.

Mengapa Vietnam bisa.

Saya pun menghubungi Dr Suhana. Ahli ekonomi kelautan lulusan IPB, Bogor. Yang orang Ciamis itu. Yang menjadi doktor di umur 40 tahun itu.

Vietnam, katanya, berhasil karena Indonesia. Benihnya dari Indonesia. Pakannya pun dari Indonesia.

Itulah benih selundupan: baby lobster. Yang diam-diam ditangkap. Tidak ketahuan. Lalu diselundupkan ke Vietnam. Lewat Singapura.

Menangkap baby lobster itu sangat gampang --untuk ukuran nelayan mahir.

Mata lobster itu begitu tajamnya. Peka. Sensitif. Diberi sinar sedikit saja mereka sudah berkumpul di dekat sinar itu.

Kenyataannya: meski dilarang, terjadi juga penangkapan. Terjadi juga ekspor ilegal. Negara dirugikan.

Mengapa tidak dilegalkan saja.

Tapi, kalangan yang lain menilai, habislah. Kalau penangkapan baby lobster dilegalkan. Apalagi menangkapnya begitu mudah.

Akhirnya menarik juga perdebatan itu. Sangat menantang bagi para ilmuwan --hallo fakultas perikanan!

Salah satu kesulitan membudidayakan lobster adalah makanan. Dari mana bisa dapat makanan lobster.

Lobster itu istimewa: makannya harus ikan. Dan harus ikan segar.

Bayangkan betapa tinggi protein lobster itu.

Makanya, begitu mahal harganya. Satu ekor ukuran besar bisa Rp 2 juta --di restoran besar.

Sama dengan harga 1 kg durian Musangking asal Singapura --asli Malaysia. Yang kini dijual di sebuah toko di Pantai Indah Kapuk Jakarta.

Saya membelinya sekedar untuk tahu rasanya --sambil ngiler ingat program kebun durian lama.

Bagaimana bisa lobster Vietnam dapat makanan itu dari Indonesia?

“Mereka mencuri ikan dengan kapal twral. Sikat habis. Besar kecil. Mahal murah," ujar Dr Suhana. "Ikan yang murah-murah dimanfaatkan untuk makanan lobster," tambahnya.

Dulu kita juga tidak bisa budidaya ikan kerapu. Sekarang kita sudah bisa.

Saat saya ke Natuna, beberapa orang di sana sudah budidaya kerapu.

Di sela-sela kerapu itu kadang terikut juga lobster. Dalam jumlah kecil. Bisa hidup. Tapi saya kehilangan nomor ponsel teman-teman di Natuna itu.

Pun kabarnya di Medan sudah ada budidaya kerapu. Yang juga ada lobster yang ikut ngekos di situ.

Juga di tempat lain.

Budidaya kerapu kini sudah umum. Sudah banyak yang bisa.

Siapa tahu keterampilan kita berikutnya adalah budidaya lobster. Lewat kesungguhan kelas Vietnam.

Budidaya lobster memang beda jauh dengan tambak udang. Udang bisa hidup di kolam-kolam darat tepi laut. Yang makanannya bisa dibeli di pasar khusus.

Sedang "tambak lobster" harus di laut --itu pun jangan laut yang sudah tercemar. Dengan makanannya yang sangat khusus itu --ikan segar.

Maka "tambak lobster" harus berbentuk keramba khusus.

Ini tantangan lain lagi bagi lembaga ilmu pengetahuan --agar tidak hanya bisa menyalah-nyalahkan Vietnam.

Maka baiknya larangan Bu Susi itu jangan dicabut dulu. Tapi berikan kuota penangkapan terbatas untuk baby lobster. Khusus hanya cukup untuk siapa pun yang mau berdarah-darah memulai budidaya lobster.

Banyak yang akan mau memulainya. Sukses Vietnam pasti menginspirasi banyak pebisnis ikan di Indonesia.

Saya tahu Menteri Perikanan dan Kelautan sekarang ini, Eddy Prabowo, bukan orang yang suka perang --apalagi perang mulut.

Saya tahu beliau: dulu anggota komisi 6 DPR --yang menjadi mitra kementerian BUMN.

Beliau bukan tipe orang yang asal bicara. Bukan pula tipe anggota DPR yang asal kritik dan menyerang.

Beliau saya nilai sangat proporsional. Bicaranya tidak bertele-tele. Bisa memilah mana yang masuk akal dan mana yang tidak. Jauh dari kesan nyinyir. Beliau sangat mengesankan bagi saya --kesan baik.

Sungguh produktif perdebatan mengenai baby lobster belakangan ini. Sekarang kita jadi tahu: sudah sampai di mana dan akan ke mana.

Kita rahasiakan perdebatan kita ini --jangan sampai para lobster di laut tahu.(dahlan iskan)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 119

  • subagio
    subagio
  • subagio
    subagio
  • Dwiyana
    Dwiyana
  • mskholid
    mskholid
  • Ribut Setyobudi
    Ribut Setyobudi
  • Kuncoro Y.
    Kuncoro Y.
  • tatang
    tatang
  • Taufik
    Taufik
  • tikno
    tikno
  • sri dewi
    sri dewi
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Kandar
    Kandar
  • roziq
    roziq
  • Agus Agus
    Agus Agus
  • Denik
    Denik
  • lbs
    lbs
    • wikwik
      wikwik
  • Dahlan Batubara
    Dahlan Batubara
  • sumartan
    sumartan
  • Karim
    Karim
  • Kang Jodhi
    Kang Jodhi
  • Nuswantara
    Nuswantara
    • Najih
      Najih
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
    • Yusuf Ridho
      Yusuf Ridho
  • J-bubble
    J-bubble
  • J-bubble
    J-bubble
  • J-bubble
    J-bubble
  • Ayuwa
    Ayuwa
  • Ichwan El Hamdhani
    Ichwan El Hamdhani
    • haki
      haki
  • Pratama
    Pratama
    • Boy
      Boy
  • Hoho
    Hoho
  • Cah Semarang
    Cah Semarang
  • Grace
    Grace
  • pungkas
    pungkas
  • Whatever
    Whatever
    • lbs
      lbs
    • sekedar saran
      sekedar saran
  • maspri.id
    maspri.id
  • miahae
    miahae
    • Arifin
      Arifin
    • Boy wa
      Boy wa
  • Tommy
    Tommy
  • rahmadi heru
    rahmadi heru
    • Dahlan Iskan
      Dahlan Iskan
  • Wawan
    Wawan
    • lbs
      lbs
  • Prana
    Prana
  • Baby Lo
    Baby Lo
  • petjoet
    petjoet
    • Hariyanto
      Hariyanto
    • Lobster
      Lobster
    • Ayuwa
      Ayuwa
  • Soewarno
    Soewarno
  • Lek git
    Lek git
    • Renon
      Renon
    • Ayuwa
      Ayuwa
  • eka
    eka
    • Koplo
      Koplo
    • Pembaca
      Pembaca
    • petjoet
      petjoet
    • Ayuwa
      Ayuwa
  • rocky gerung
    rocky gerung
  • Syafii
    Syafii
    • rian
      rian
  • Budiyono
    Budiyono
    • Gerbang rejeki
      Gerbang rejeki
  • Dian pramono
    Dian pramono
  • rindu hope
    rindu hope
  • Purnomo
    Purnomo
    • Lek git
      Lek git
  • Rizal
    Rizal
  • Sutan Pamenan
    Sutan Pamenan
  • Herrisa Azhalia Wijaya
    Herrisa Azhalia Wijaya
  • Herrisa Azhalia Wijaya
    Herrisa Azhalia Wijaya
  • Nuswantara
    Nuswantara
    • Najih
      Najih
  • unian
    unian
  • Denik
    Denik
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Zakro Zamri
    Zakro Zamri
    • Pinokio wikwik
      Pinokio wikwik
  • Massto
    Massto
  • Suharno
    Suharno
  • lbs
    lbs
    • Ihsan M
      Ihsan M
  • Putu
    Putu
  • Plakop
    Plakop
  • Rafid Fikri
    Rafid Fikri
  • Sunandar
    Sunandar
    • lbs
      lbs
  • Denik
    Denik
    • Gerbang rejeki
      Gerbang rejeki
  • Amins
    Amins
  • lbs
    lbs
  • Rofiq
    Rofiq
    • blegug
      blegug
  • Putra
    Putra
  • ahmad hambali
    ahmad hambali
    • lbs
      lbs
    • Orang udik tamatan SD
      Orang udik tamatan SD
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • edhi
    edhi
  • Ngasturi
    Ngasturi
  • Arief
    Arief
  • Otole
    Otole
    • Konti
      Konti
  • Abulagina
    Abulagina
  • asl1
    asl1
    • Daniel
      Daniel