Istri Barokah

Istri Barokah

”Saya mau melanjutkan ke S-2 di sini,” ujar Saddam Hussein kepada Disway hari Minggu lalu.

”Sudah bisa berbahasa Indonesia?” tanya saya dalam bahasa Inggris.

”Bisa sekali,” jawabnya dalam bahasa Indonesia.

Bahkan, Saddam Hussein bisa berbahasa Jawa. Ia memang sudah hampir 4 tahun di Indonesia. Tepatnya di Pacet, di kaki Gunung Arjuno dan Gunung Penanggungan di luar Kota Mojokerto, Jatim.

Saddam mahasiswa dari Afganistan. Bapaknya seorang pegawai negeri di Kabul, ibu kota Afganistan.


Saddam Hussein (kiri) setelah menyelesaikan studi di Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet, Mojokerto (7/8).

Saddam termasuk dari 15 mahasiswa dari 9 negara yang kuliah di Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet. Selebihnya dari Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Sudan.

Pembina pesantren itu, KH Asep Saifuddin Chalim, memang bercita-cita mendirikan universitas internasional di Pacet. Kalau bisa tahun depan. Lokasi sudah disediakan: di kompleks Pesantren Amanatul Ummah itu.

Selama ini di bidang pendidikan tinggi, Indonesia selalu melihat ke atas pada Mesir (Al Azhar). Ataupun ke Yaman. Padahal, keulamaan Islam di Indonesia tidak kalah. Secara ekonomi Indonesia juga lebih maju.

Kiai Asep memimpikan Indonesia bisa menjadi negara tujuan kuliah. Terutama untuk negara-negara Islam. ”Bagaimana bisa di bidang pendidikan tinggi Indonesia kalah populer dari Yaman,” ujar Kiai Asep di rekaman podcast dengan Disway kemarin.

Rekaman itu begitu panjang. Mungkin harus tayang dua seri. Atau bahkan tiga seri. Baru sekali ini saya mendengar ada kiai yang punya keinginan agar Indonesia menjadi sentral pendidikan bagi bagi negara-negara Islam di dunia.

”Kalau dengan Al Azhar, Kairo, bisa dimaklumi. Al Azhar adalah universitas tertua kedua di dunia. Tapi, bagaimana bisa kita kalah dari Yaman,” katanya.

Maka di Pacet itu nanti, lembaga pendidikannya menjadi lengkap. Yang sekarang sudah ada adalah SMP, SMA, tsanawiyah, aliyah, dan Institut Pesantren KH Abdul Chalim. Tahun ini lengkap pula S-1, S-2, dan S-3. Lalu, international university itu.

Podcast itu panjang karena saya ingin tahu perjalanan Kiai Asep secara lengkap. Terutama bagaimana sosok yang terlihat begitu sederhana punya keinginan yang begitu tinggi. Dan itu bukan sekadar keinginan. Tahapan-tahapannya sudah dia tapaki dengan sukses besar. Termasuk saat melewati jurang yang paling terjal.

Kalaupun Kiai Asep kini bergelar profesor dan doktor, itu bukan karena ia ingin gelar tersebut. Gelar itu ia raih sekadar agar ia bisa memimpin sendiri semua lembaga pendidikan tadi. Ia tidak mau hanya menjadi ketua yayasan. Kurang total.

Tanpa gelar itu pun, ia mampu mengelola semua itu. Tapi, peraturan yang tidak membolehkan.

Pun waktu mudanya. Tanpa ijazah SMA, Asep sudah bisa menjadi guru bahasa Inggris, matematika, dan biologi di berbagai SMP. Bahkan menjadi guru favorit.

Tapi, suatu saat ada aturan di SMP-SMP tempatnya mengajar. Semua guru harus menyerahkan ijazah SMA. Dan guru Asep memilih mengundurkan diri –tanpa ada yang tahu kalau itu karena ia tidak punya ijazah SMA.

Asep memang hanya sampai kelas II di SMAN 1 Sidoarjo. Tidak punya biaya lagi untuk menamatkannya.

Pun ketika lebih muda dari itu. Ketika baru berumur 18 tahun. Setelah putus sekolah itu. Asep diminta mengajar sekolah swasta yang kosong di pelosok Pasuruan. Ia mengajar semua pelajaran, kecuali akhlak. Sekolah itu bisa hemat sekali. Hanya perlu dua guru. Sekolah itu menjadi hidup. Tahun depannya justru mendirikan tsanawiyah, setara SMP.

Ketika mendirikan sekolah sendiri di Surabaya, juga cepat sekali maju. Tapi, Kiai Asep terpeleset. Itulah jurang yang paling terjal baginya.

Ia membangun gedung-gedung di tanah orang lain. Itu karena tanah tersebut akan diwakafkan.

Ternyata wakaf itu batal. Sekolah sudah telanjur maju. Gedung-gedung sudah baru. Dan megah-megah. Murid sudah 1.500 orang.

Pemilik tanah ingin sekolah itu menjadi miliknya. Saat Kiai Asep naik haji, sekolah itu dikuasai pemilik tanah. Dipagari. Asep tidak bisa masuk.

Itu ia rasakan sebagai pukulan yang sangat berat. Tapi, ia bikin sekolah baru di sebelahnya. Maju lagi. Dalam dua tahun gedung-gedungnya sudah mengalahkan sekolah yang di-”rampas” tadi.

Apalagi dengan ekspansinya ke Pacet. Jumlah siswa/mahasiswanya kini sudah 15.000 orang.

Penghargaan demi penghargaan mengalir ke Amanatul Ummah. Mulai sekolah terbaik sampai sistem pendidikan terbaik. Tahun ini 300 orang yang lulus SMA di Amanatul Ummah masuk ke berbagai universitas di dunia (Jerman, Rusia, Tiongkok, dan berbagai negara Timur Tengah).

”Tidak ada SMA lain yang lulusan terbaiknya sampai 300 orang. Semua diterima di ITB, UGM, UI, Unair, ITS, dan universitas besar lainnya,” ujar Kiai Asep. Di podcast Anda akan tahu bagaimana caranya.

Jadi guru apa pun Kiai Asep pernah. Termasuk jadi guru olahraga. Ilmu ukur. Aljabar.

Maka, inilah kiai besar dengan pikiran yang besar, yang latar belakang pendidikan formalnya bukan sekolah agama: SDN di Cirebon, SMPN Sidoarjo, SMAN Sidoarjo, IKIP Surabaya jurusan bahasa Inggris (untuk sarjana muda), dan IKIP Malang jurusan bahasa Inggris untuk S-1.

Ups... Ia pernah di IAIN (sekarang UIN) Sunan Ampel, Surabaya. Jurusan bahasa Arab. Sampai sarjana muda.

Setiap kali mau kuliah, Asep selalu terbentur ijazah. ”Waktu masuk IAIN, saya bikin ijazah sendiri. Saya kan pengasuh aliyah di Buduran, Sidoarjo,” ujarnya. Di ijazah itu semua mata pelajaran ia beri nilai 9. Waktu tes masuk, nilainya tertinggi.

Demikian juga waktu mau masuk IKIP. Sebagai mahasiswa baru semester pertama –setelah ia menamatkan sarjana muda di IAIN– ijazahnya tadi tidak laku. Tapi, saat tes bahasa Inggris, ia nomor satu.

Kini Kiai Asep punya ”dendam” itu tadi: Pacet menjadi pusat pendidikan dunia untuk negara-negara Islam.

Usianya belum 70 tahun. Masih banyak waktu, insyaallah, untuk mencapainya. Anaknya 9 orang, 3 di antaranya dokter. Istrinya tetap satu. ”Kalau tidak dengan istri saya sekarang ini, mungkin saya tidak bisa begini,” ujarnya.

Sebenarnya Asep ingin beristri orang Jatim. Tapi selalu tidak jodoh. Setiap kali habis lamaran, ada kabar buruk: ditolak.

Tiga kali berulang seperti itu.

Akhirnya Kiai Asep berdoa dengan sungguh-sungguh. Isinya: mohon diberi istri yang dari keluarga miskin saja, yang tidak berpendidikan tinggi saja, bukan keturunan orang ternama saja, dan tidak usah keturunan orang yang punya jabatan apa-apa.

Doa itu terkabul. Istrinya itu, wanita Indramayu, dari keluarga miskin dan hanya berpendidikan kelas II SMP.

Tapi terbukti barokah.(Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 118

  • Babaravi
    Babaravi
  • Ayana Moon
    Ayana Moon
    • Baba ravi
      Baba ravi
    • Ubaid depp
      Ubaid depp
  • Eka Setiawan
    Eka Setiawan
  • Nurul Hayati
    Nurul Hayati
    • Thamrin
      Thamrin
    • nurul juga
      nurul juga
    • Pembaca Setia
      Pembaca Setia
  • Nur Hartanto
    Nur Hartanto
  • Asari
    Asari
  • Suardi
    Suardi
  • Sentot
    Sentot
  • Giant
    Giant
  • donwori
    donwori
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Tedy
    Tedy
    • prakarsa
      prakarsa
    • asal komen
      asal komen
  • Nurkolis
    Nurkolis
  • ALI Abror
    ALI Abror
  • Denik
    Denik
  • anto
    anto
    • puji
      puji
  • Fauzan
    Fauzan
  • Kala Kaweruh Tengering Gusti
    Kala Kaweruh Tengering Gusti
    • Pembaca Inkripsi Budaya
      Pembaca Inkripsi Budaya
    • semprul
      semprul
    • Tukiyem
      Tukiyem
    • Ifan
      Ifan
    • Ayuwa
      Ayuwa
    • Pembaca Setia
      Pembaca Setia
  • djoko heru
    djoko heru
  • Denik
    Denik
  • Legeg
    Legeg
  • Terang Sekali
    Terang Sekali
    • Katrok
      Katrok
    • semprul
      semprul
  • Man Su.
    Man Su.
  • Syukron Habsi
    Syukron Habsi
  • Muhamad Fathul Aziz
    Muhamad Fathul Aziz
  • Di tunggu podcastnya pDahlan
    Di tunggu podcastnya pDahlan
  • Suwargo
    Suwargo
  • Slamet Sampurno
    Slamet Sampurno
  • Rhevan
    Rhevan
  • Jolendhu
    Jolendhu
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Denik
    Denik
    • Anis
      Anis
  • Marjan
    Marjan
    • Jami
      Jami
  • Heru Ef
    Heru Ef
    • Munawar
      Munawar
  • Musa
    Musa
  • Hendrik
    Hendrik
  • Fajar
    Fajar
    • Syaiful Anwar
      Syaiful Anwar
    • Adi s
      Adi s
  • rukhul
    rukhul
  • Hehehehe
    Hehehehe
    • Huhuhu
      Huhuhu
  • Rahmat Mokoginta
    Rahmat Mokoginta
    • Denik
      Denik
    • Ali
      Ali
  • Zaenul
    Zaenul
    • Adi s
      Adi s
  • Nur Halim
    Nur Halim
  • Ali
    Ali
  • Ahmad Karni
    Ahmad Karni
  • Mas Gie
    Mas Gie
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • Paijo
    Paijo
    • Mas Gie
      Mas Gie
    • Lekas Jaya
      Lekas Jaya
    • Denik
      Denik
  • Otole
    Otole
    • SiBingung
      SiBingung
  • pakwind
    pakwind
  • Ags dw
    Ags dw
    • Otole
      Otole
    • Sg
      Sg
    • Sg
      Sg
  • Tesla
    Tesla
    • Mas Gie
      Mas Gie