Gus Amik

Gus Amik

Saya berduka lagi. Kali ini karena Covid-19. Korbannya Gus Amik, kakak sepupu saya. Yang sudah seperti saudara kandung.

Gus Amik 10 tahun lebih muda dari saya, tapi saya harus memanggilnya ”Mas” –karena lebih tua di susunan keluarga besar.

Belakangan ia lebih banyak di Surabaya. Tapi, sudah tiga minggu saya tidak bertemu. Ia terlalu sibuk sebagai ketua tim pemenangan calon wali kota Surabaya.

Itulah yang membuatnya teledor. Mungkin juga bukan teledor. Tapi, karena punya rasa tanggung jawab pada tugasnya. Waktu calon wali kotanya terkena Covid, Gus Amik selamat. Baru dua bulan kemudian justru ia yang mendapat giliran.

Waktu ia terkena Covid, pilkada kurang satu minggu lagi. Keluarganya tidak boleh tahu kalau ia terkena Covid.

Teman-temannya juga tidak diberi tahu. Dianggap sentisif. Itu bisa jadi isu politik. Pilwali sudah begitu dekat.

Gus Amik terus menyembunyikan sakitnya. Termasuk kepada saya. Juga kepada istrinya.

Tapi, akhirnya ia tidak kuat. Ia pergi sendiri ke rumah sakit. Diam-diam.

Dari ruang opname itulah Gus Amik baru mengontak saya. Ia minta tidak usah disebarluaskan.

Tapi, keadaannya kian buruk. Dua hari sebelum pilwali ia koma. Sejak itu ia tidak pernah siuman lagi. Ia tidak tahu bahwa calon wali kotanya sudah kalah.

Ia terus koma. Sampai akhirnya meninggal dunia kemarin malam –setelah dua minggu di rumah sakit.

Istrinya juga terkena virus itu. Tapi tanpa gejala apa-apa. Hanya perlu isolasi. Salah seorang anaknya juga terkena Covid. Juga tanpa gejala. Demikian juga kakaknya.

Jenazah Gus Amik dimakamkan di sebelah makam ayah saya –di kompleks Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran, Magetan. Itu berarti juga di sebelah makam ibunya. Hanya makam bapaknya yang tidak di situ –karena meninggal dunia di Makkah.

Kini kami kembali mengalami kesulitan regenerasi di PSM. Rupanya, itulah kesulitan yang tiada habisnya.

Sewaktu generasi pendiri habis dibunuh PKI di tahun 1948, kepemimpinan di pesantren kami vakum lama sekali. Generasi kedua masih kecil-kecil. Kelak, ketika KH Moh. Tarmuji dewasa, barulah PSM kembali punya pemimpin. Itulah ayahanda Gus Amik.

Ketika Kiai Tarmuji meninggal dunia, Gus Amik masih terlalu muda. Belum disiapkan jadi kiai. Terjadi lagi kekosongan kepemimpinan. Lama sekali. Setelah dewasa, barulah Gus Amik yang menjadi kiai pesantren.

Kini Gus Amik meninggal. Di usia 59 tahun. Dua anak laki-lakinya belum disiapkan menjadi kiai. Bisa jadi, lagi-lagi, terjadi kekosongan kepemimpinan. Lama lagi.


Gus Amik bersama Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menhan, Prabowo Subianto.


Pada pilgub 2018, calon wakil gubernur saat itu Puti Guntur Soekarno mendatangi Gus Amik di pesantrennya.

Memang tidak masalah. Kami-kami, para sepupu, bisa mengatasi persoalan sehari-hari. Toh semua madrasah kami –110 madrasah di lebih 15 kabupaten– sudah berjalan sendiri. Kami pun bisa sabar menunggu sampai salah seorang dari dua anaknya itu siap menjadi kiai.

Sebenarnya menjadi kiai di PSM di zaman ini tidak lagi sesulit dulu. Tidak lagi harus merangkap sebagai mursyid Tarekat Syatariyah.

Kami sepakat mursyid terakhir Syatariyah adalah yang dibunuh PKI itu. Ia tidak pernah mewasilahkan kemursyidannya kepada siapa pun.

Kiai PSM sekarang lebih banyak mengurusi birokrasi pendidikan. Amalan-amalan mujahadah ala Syatariyah bisa dilakukan bersama. Dengan imam yang digilir. Di antara yang senior.

Gus Amik sendiri lebih banyak mewarisi sisi politik ayahnya. Sang ayah termasuk gelombang pertama kiai yang masuk Golkar. Sampai menjadi anggota DPR. Sampai menjadi ketua DPP Golkar.


Gus Amik (dua dari kanan) ketika menerima kunjungan Ketua DPR RI saat itu Setya Novanto (Setnov). Setnov diperkenalkan dengan motor listrik buatan Pesantre Sabilil Mutaqin.

Gus Amik juga aktif di Golkar. Tingkat daerah. Sampai menjadi anggota DPRD Jatim dan kemudian menjadi bupati Magetan. Ia maju lagi, tapi kalah.

Gus Amik –Ir KH Miratul Mukminin– sebenarnya tahu persis bahwa ia punya komorbid. Bahkan, tidak hanya satu: darah tinggi, liver, ginjal. Bapak-ibunya juga meninggal karena liver. Ia juga sudah merasa suatu saat akan meninggal karena liver.

Tidak ia sangka ternyata karena Covid. Tidak ada gunanya menyalah-nyalahkannya lagi. Sudah meninggal.

Memang telat sekali ia masuk rumah sakit. Keesokan harinya sudah harus dipasangi ventilator. Lalu, ia dibius –agar tidak terganggu oleh pemasangan ventilator itu. Pembiusan diteruskan –jangan sampai ketika sadar mencabut ventilator itu.

Hari keempat, ketika pembiusan tidak diperpanjang, Gus Amik tidak juga siuman. Mungkin baru besoknya. Ternyata tidak juga. Tidak pernah siuman lagi.

Mas Amik ternyata meninggal dalam komanya itu. Berarti, di video call itulah kali terakhir saya melihatnya. (Dahlan Iskan)

---

Inilah Pak Marnianto, yang pernah ditulis di Disway. Beliau termasuk pelopor petani dan pengusaha porang yang sukses. Beliau membagikan pengalamannya lewat Energi Disway Podcast episode 26.

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 132

  • Amat
    Amat
  • Adeebe Sajadi
    Adeebe Sajadi
  • Jejak
    Jejak
  • sugiri
    sugiri
  • Ananda Karya
    Ananda Karya
  • Tukang Ramal
    Tukang Ramal
  • Nnnm
    Nnnm
  • Bj
    Bj
  • Kasak kusuk
    Kasak kusuk
  • Kamsia
    Kamsia
  • Momon
    Momon
  • SHOLICHAN
    SHOLICHAN
  • Agus salim
    Agus salim
  • Akhmad
    Akhmad
  • Temmasiri
    Temmasiri
    • Tulis sendiri
      Tulis sendiri
    • Tulis ya bah
      Tulis ya bah
    • Wahyu
      Wahyu
  • Nnnn
    Nnnn
  • suryo
    suryo
  • Subrata
    Subrata
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Putu
    Putu
  • Joko sp
    Joko sp
  • Hendra Permana
    Hendra Permana
  • Nopkac
    Nopkac
    • Betul
      Betul
  • Arifa
    Arifa
  • Kampretos
    Kampretos
  • 印尼华裔
    印尼华裔
    • 印尼华裔
      印尼华裔
  • Drs H.Noer Alin MA. PSM Loceret Nganjuk.
    Drs H.Noer Alin MA. PSM Loceret Nganjuk.
  • ACHMAD ANWAR-KETANDAN
    ACHMAD ANWAR-KETANDAN
  • Kuncoro Y.
    Kuncoro Y.
  • Zaki n
    Zaki n
  • Yosef Maria Florisan
    Yosef Maria Florisan
  • Denik
    Denik
    • denok
      denok
  • Rahman
    Rahman
  • Oraya
    Oraya
  • Yusuf Riadh
    Yusuf Riadh
    • DokterCovid
      DokterCovid
  • olan
    olan
    • imam jumbo
      imam jumbo
  • required
    required
    • Ributmelulu
      Ributmelulu
    • donwori
      donwori
  • Embun pagi
    Embun pagi
  • adhia
    adhia
  • Mbah Parto
    Mbah Parto
  • djoko heru
    djoko heru
  • Thamrin Dahlan
    Thamrin Dahlan
  • Hmmmmmm
    Hmmmmmm
    • Ckck
      Ckck
    • Gakbraninulisendiri
      Gakbraninulisendiri
    • Wahyu
      Wahyu
  • donwori
    donwori
  • Kang Uskudar
    Kang Uskudar
  • Kardiman
    Kardiman
    • Kristoforus
      Kristoforus
    • donwori
      donwori
    • Kukiniyoiiiii (i5)
      Kukiniyoiiiii (i5)
  • Demi kemanusiaan
    Demi kemanusiaan
    • Dodol garut
      Dodol garut
    • donwori
      donwori
    • Sapapua
      Sapapua
    • Nurkolis
      Nurkolis
    • Gak suka nyinyir
      Gak suka nyinyir
    • Tulis sendiri
      Tulis sendiri
    • Yakin
      Yakin
  • taqie
    taqie
  • yusuf
    yusuf
  • Paijo
    Paijo
  • Tabri waluyo
    Tabri waluyo
  • is
    is
  • Heri Suryo
    Heri Suryo
  • Egg man
    Egg man
  • hijriah.my.di
    hijriah.my.di
  • Sapu Sapu
    Sapu Sapu
  • Shawn
    Shawn
  • pakwind
    pakwind
  • Nur Halim
    Nur Halim
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • toyib
    toyib
  • Cah ndesa
    Cah ndesa
    • M Gie
      M Gie
  • Otole
    Otole
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Denik
    Denik
  • Mikhailo
    Mikhailo
    • Otole
      Otole
    • Fadil Jr
      Fadil Jr
    • 6 orang
      6 orang
    • Wali Paidi
      Wali Paidi