Konvalesen Monica

Konvalesen Monica

ANDA sudah tahu lebih dulu dari saya: di balik plasma konvalesen itu ada seorang wanita istimewa. Namanyi: Theresia Monica Rahardjo.

Dialah orang pertama yang menyusun tata laksana penggunaan plasma konvalesen untuk penderita Covid-19. Bukan saja pertama di Indonesia. Bisa jadi di Asia –bahkan dunia.

Itu dilakukan di bulan April 2020. Berarti belum sampai sebulan Covid resmi masuk Indonesia. Tidak hanya menyusun tata laksananya. Di bulan April itu juga Monica sudah melaksanakan terapi plasma konvalesen. Yakni di salah satu RS swasta di Jakarta. Dasarnya adalah: kedaruratan. Ditambah otonomi pasien untuk memilih obat apa.

Baru empat atau lima bulan kemudian BPOM mengeluarkan rekomendasi untuk terapi pengobatan baru itu.

Pun FDA Amerika Serikat: akhirnya mengeluarkan izin darurat –atas desakan Presiden Donald Trump.

"Saya ini kan ahli anestesi dan konsultan ICU. Cuci plasma itu makanan saya sehari-hari," ujar Dr dr Monica MSc MM, dan sederet gelar lainnya.

Dia tidak berhenti hanya jadi dokter. Monica tetap menjadi ilmuwan –karena dokter itu pada dasarnya memang ilmuwan. Hanya saja keilmuwanan sebagian dokter berhenti di tempat praktik.

Sampai minggu lalu sudah 25.000 bag plasma konvalesen yang didistribusikan oleh PMI ke berbagai rumah sakit. Berarti sudah lebih 12.000 orang yang menerima transfusi konvalesen –salah satunya: saya.

Belum lagi yang tidak lewat PMI. Beberapa rumah sakit kini mempunyai peralatan processing plasma konvalesen sendiri.

"Assalamu'alaikum...," ujar Monica begitu tahu saya yang meneleponnyi. Saya terpana. Begitu fasih pengucapan salam itu. Belajar mengucapkan salam dalam bahasa Arab di mana?

"Sejak kecil saya diajarkan untuk fleksibel," ujar Theresia Monica. Itu karena Monica lebih banyak hidup di lingkungan non-Tionghoa.

Sebenarnya Monica lahir di Purwokerto. Tapi ketika masih kecil ayahnyi pindah tugas ke Cirebon. Ayah Monica, Budi Rahardjo, pegawai distributor obat: detailer. Yang profesi itu, kala itu, dikenal memiliki ciri khas yang kuat: berkendaraan Vespa. Tebaklah siapa pun yang naik Vespa kala itu –hampir pasti benar: bahwa orang itu adalah detailer.

Sang ayah juga mengajarkan karakter pada Monica –anak  tunggal Budi Rahardjo. Ketika teman-teman sang ayah beli mobil, ayah Monica tetap naik Vespa. Rumahnya pun sederhana –untuk ukuran seorang detailer. "Rumah kami dekat sawah. Waktu kecil saya sering main di sawah," ujarnyi. "Karena itu waktu kecil warna kulit saya agak dongker," kata Monica.


Monica di pangkuan ayah saat ulang tahun di rumah Cirebon. Terlihat ibu dan teman-teman masa kecil Monica.

Tetangga ayah Monica banyak orang Cirebon asli. Tidak ada yang Tionghoa. Baru di sekolah –SD sampai SMA di Saint Mary Cirebon– Monica punya teman anak-anak Tionghoa.

Ketika belajar menari pun Monica pilih tari Bali. Sampai mau dikirim ke luar negeri. Tapi sang ibu keberatan kalau putri tunggalnya itu pergi.

Sang ibu ingin putrinya itu jadi dokter.

Beberapa meter dari rumah kecilnya adalah rumah tukang becak langganan ibu Monica. Kehidupan Monica menyatu dengan budaya lokal. Bacaan ayahnya pun buku karangan RA Kosasih –cerita-cerita wayang kulit. Monica sampai hafal kisah Pandawa dan Barata Yudha.

Ketika coba saya sapa dengan bahasa Mandarin Monica ampun-ampun: "pakai bahasa Sunda saja", katanya.

Ayah itulah yang menumbuhkan minat baca Monica. "Ayah membolehkan setiap kali ikut ke gereja saya pilih langsung ke perpustakaan. Bukunya bagus-bagus," kata Monica.

Kebiasaan membaca sejak kecil itulah yang membuatnyi cinta ilmu pengetahuan.

Monica tidak puas hanya jadi dokter. Setamat FK Universitas Kristen Maranatha Bandung, Monica kuliah di ITB --ambil master ilmu kimia. Lalu mengambil dua spesialis di Unpad: anestesi dan konsultan ICU.

Pun masih kuliah di dua tempat lagi –untuk mengambil master ilmu manajemen di UPH. Maka Monica bergelar doktor, dokter, MSc, MM, MARS, dan banyak lagi.

Gelar doktornya di Unpad dia raih dengan predikat summa cum laude –dengan disertasi terkait radikal bebas di wanita yang sedang melahirkan.

"Obat bius yang diberikan kepada wanita melahirkan dengan cara caesar itu mengandung antioksidan yang tinggi," kata Monica berdasar hasil penelitian untuk gelar doktornyi itu.

Karena itu pemberian propofol kepada wanita yang akan melahirkan tersebut sekaligus bisa berdampak mengendalikan radikal bebas –yang sangat potensial muncul di ibu yang melahirkan itu. Itu karena propofol mengandung unsur fenol. Fenol itulah antioksidan yang bisa menekan kortisol. Munculnya kortisol bisa disebut sebagai penanda datangnya radikal bebas.

Monica adalah ilmuwan yang terus memikirkan apa yang dia lakukan. Dia juga terus melakukan apa yang dia pikirkan.

Termasuk soal Konvalesen itu. Sebenarnya, ternyata, plasma Konvalesen itu tidak hanya baik untuk penderita Covid. Pun juga untuk orang yang belum terkena Covid. "Tapi kali ini kita fokus saja untuk pengobatan Covid," ujar Monica.

Plasma Konvalesen sendiri, kata Monica, bukan ilmu baru. Plasma itu sudah pula dipakai pada pandemi Flu Spanyol nun di tahun 1918. Lalu dipakai lagi di setiap ada pandemi, seperti Ebola atau MERS.

Di Maranatha, Monica tidak hanya mendapat gelar dokter umum. Tapi juga mendapat suami: Aloysius Suryawan –alumni asrama SMA Santo Yusuf Malang. Dari perkawinan ini lahir anak tunggal. Jadi dokter juga.

Sang ayah sempat tahu ketika Monica mendaftar ke fakultas kedokteran. Sempat tahu juga kalau Monica diterima, meski belum lagi masuk kuliah. Keesokan harinya sang ayah meninggal dunia. Umurnya 56 tahun. Punya penyakit tekanan darah tinggi.

Tinggal ibunda yang menyaksikan putrinya dengan prestasi tingginya. Sang ibu, 86 tahun, kini tinggal bersama Monica di Bandung.

Monica bangga dengan Surabaya: penyumbang plasma Konvalesen tertinggi di Indonesia. Apalagi Sidoarjo, tetangga Surabaya juga di urutan kedua –dengan Jakarta sebagai runner up-nya.

Memahami fenomena Konvalesen ini saya kembali teringat Vaksin Nusantara –topik Disway edisi besok, atau kapan-kapan.(Dahlan Iskan)

---

Diskusi menarik, memahami e-bike yang lagi boomig.

Hal "gila" baru yang dilakukan Elon Musk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 88

  • Fans berat
    Fans berat
  • asal komen
    asal komen
    • asal komen
      asal komen
  • Dwi Bambang Irawan
    Dwi Bambang Irawan
  • Motivator Kuncoro Y.
    Motivator Kuncoro Y.
  • Tiknan
    Tiknan
  • Nurkolis
    Nurkolis
  • Amin paryoko
    Amin paryoko
    • Salah diagnosis biasa
      Salah diagnosis biasa
  • Yuli Triyono
    Yuli Triyono
  • minji
    minji
  • UAE suntik USD 10 M
    UAE suntik USD 10 M
    • UAE lumbung USD
      UAE lumbung USD
  • Max
    Max
  • Okelah
    Okelah
    • asal komen
      asal komen
  • Warga Karangkadempel
    Warga Karangkadempel
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Heiruddin
    Heiruddin
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Qompor Gazz
    Qompor Gazz
    • Kapsul waktu
      Kapsul waktu
    • Raymu
      Raymu
    • Percasi
      Percasi
    • Aborigin Aussie
      Aborigin Aussie
    • Slamet Pagi
      Slamet Pagi
    • Hang Tuah
      Hang Tuah
    • Macbook
      Macbook
  • Helena Mubaraqah
    Helena Mubaraqah
  • Hua Mei Lin
    Hua Mei Lin
  • Lionel
    Lionel
  • Denilo
    Denilo
    • Lia
      Lia
  • Rofiq
    Rofiq
  • Sufu
    Sufu
  • Arif
    Arif
    • Max
      Max
  • Aryo mBediun
    Aryo mBediun
  • Ming Hua
    Ming Hua
    • Ming Kem
      Ming Kem
    • Setro
      Setro
    •  Drun low life
      Drun low life
    • Pak Ul
      Pak Ul
    • Sakdurno
      Sakdurno
  • Gus luranh
    Gus luranh
  • bukan dokter
    bukan dokter
  • Temma
    Temma
  • Wong sabar
    Wong sabar
  • sugiri
    sugiri
  • Bundo
    Bundo
  • Ahmad Karni
    Ahmad Karni
  • Suharno
    Suharno
  • Alamsyah
    Alamsyah
    • Dirmann
      Dirmann
    • Wong nganggur
      Wong nganggur
    • Wong gk loman
      Wong gk loman
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • Pid..copid..
    Pid..copid..
    • Pâijô
      Pâijô
    • Otole
      Otole
    • Pengamat
      Pengamat
    • Bludug
      Bludug
  • Mikhailo
    Mikhailo
    • Mesothelioma
      Mesothelioma