Dengkul dan Pinggul

Dengkul dan Pinggul

IA pengusaha kaya. Punya pabrik kecap dan saus. Punya kebun durian. Vilanya di lereng gunung Penanggungan besar dan indah.

Waktu saya ke vila itu lagi, bulan lalu, ada lift baru. Padahal vila itu hanya 2 lantai. Dulu tidak ada lift itu.

Rupanya ia tidak tahan lagi: lutut kirinya kesakitan –untuk naik tangga. Problem lutut kanannya sudah hilang. Sejak dioperasi di Singapura beberapa tahun sebelumnya.

Pandemi membuat ia tidak bisa ke luar negeri. Kesakitan lutut yang satunya ia atasi dengan membangun lift. Masalahnya, lutut tidak hanya untuk naik tangga. Ia harus ke kebun. Ia harus ke pabrik.

Akhirnya ia putuskan: operasi ganti lutut di Surabaya saja. Berhasil. "Bahkan tidak sesakit waktu operasi di Singapura," katanya.

Saat saya kembali ke vilanya itu saya tidak tahu kalau ia baru ganti lutut. Jalannya biasa saja. Hanya karena saya mempertanyakan mengapa membangun lift ia bercerita semuanya.

"Akhirnya lift ini dibangun untuk tidak dipakai," guraunya. Dan karena operasinya di Surabaya maka harga lift itu menjadi jauh lebih mahal dari harga lutut barunya.

Teman saya yang lain juga mengeluhkan lutut. Wanita. Umur 55 tahun. Pegiat kebugaran untuk dirinyi sendiri. Dia sudah membuat rencana untuk operasi lutut di Jerman. Dia juga sudah minta info kepada redaktur olahraga Harian Disway: di mana bintang-bintang sepak bola Eropa itu operasi kaki. Penjajakan ke Jerman pun dilakukan secara online. Ke RS di Munchen. Biaya tidak ada masalah.

Sebelum menjajaki Jerman dia sudah observasi kemungkinan operasi ganti lutut di Singapura. Persiapan juga sudah dilakukan. Tapi dia mantap yang di Jerman itu.

Keputusan akhirnya: dia operasi di Surabaya. Teman-teman Tionghoanya pun setengah menertawakannyi. Setengah lagi mencibirkan. Kok mempertaruhkan operasi begitu penting di dalam negeri. Di Surabaya pula.

Memang banyak rumah sakit hebat di Surabaya. Tapi dia melakukan operasinya tidak di situ. Rumah sakit yang dia pilih ini mungkin hanya pernah di dengar oleh kalangan tertentu di sebagian wilayah Surabaya Utara: RS Al Irsyad. Lokasinya di daerah yang padat di Jalan KH Mas Mansyur Surabaya.

"Awalnya waktu memasuki Jalan Mas Mansyur ini hati saya kecil. Kok begini padat. Tapi setelah lihat rumah sakitnya agak terhibur," katanyi.

Lalu dia kaget-senang setelah memasukinya. Bagus sekali. Tidak menyangka," tambahnyi.

Lebih kaget lagi dia lihat ada beberapa pasien Tionghoa di situ. "Saya pikir hanya akan saya sendiri yang pasien Tionghoa. Saya pikir semua pasiennya orang Arab," katanyi.

Daerah itu memang dikenal sebagai kampung Arab. Letak RS itu memang hanya sepelemparan batu dari Masjid Ampel dan makam Sunan Ampel.

Di Surabaya kampung Arab itu berada di sebelah Pecinan kawasan Kembang Jepun.

Memang Al Irsyad punya gedung baru. Sembilan lantai. Letaknya di seberang RS Al Irsyad yang lama.

Pemain Madura United Andik Rendika Rama menjalani operasi di RS Al Irsyad

Dari lantai atas gedung baru ini terlihat masjid Ampel. Terlihat juga keindahan jembatan Suramadu. Ada jembatan penghubung gedung lama dan gedung baru. Yang melintas di atas Jalan KH Mas Mansyur. Jembatan itu hampir selesai dibangun.

Jembatan itu tidak hanya akan dipakai lalu lintas orang dan barang. Pun dokumen medis, obat, dan hasil lab dikirim lewat situ: pakai teknologi pelontar. Di gedung baru itu ada empat ruang operasi, kamar-kamar VIP, fasilitas melahirkan dan operasi orthopedi.

Desain gedungnya, ruangannya, finishing-nya, pilihan materialnya, dan warnanya mengesankan sangat modern. "Kami terinspirasi oleh RS modern di Turki dan RS baru di Jogja," ujar dr Ahmad Bakarman, direktur RS Al Irsyad.

Dengan gedung baru itu, kata Bakarman, Al Irsyad memilih dua unggulan layanan: orthopedi dan kelahiran bayi. Itulah sebabnya ahli orthopedi terkemuka Surabaya Prof Dr Dwikora ada di RS ini.


Mengikuti jalannya operasi lutut di Al Irsyad yang baru.

Dwikora, 57 tahun, asli Universitas Airlangga. Pendidikan dokter, spesialis 1, spesialis 2, doktor, dan guru besarnya di Unair. Ia beberapa kali ke Jepang memperdalam keahliannya.

Ia lahir di Jember. Sekolahnya di SD Katolik di kota itu. Lalu ke SMP dan SMA Negeri. Saat di SMA, Dwi masuk RS selama sebulan: kena tifus. Saat itulah Ia terpikir untuk jadi dokter.

Prof Dwikora tidak berhenti sebagai ilmuwan. Ia terus melakukan penelitian di bidangnya. Yang terakhir soal tulang rawan.

Kerusakan tulang rawan begitu sulit diperbaiki. Itu karena di tulang rawan tidak ada saluran darah. Juga tidak memiliki syaraf. Tulang rawan yang aus, atau rusak, tidak bisa tumbuh lagi.

Di luar negeri, katanya, sudah ada bahan untuk menambal tukang rawan. Tapi mahalnya ampun-ampun. Tidak akan terjangkau oleh pasien Indonesia.

Itulah yang ingin ia atasi. Dengan bahan lokal yang aman: bubuk tulang rawan sapi yang dipilih dan diproses secara khusus. Uji coba terhadap binatang sudah dilakukan. Sudah selesai. Sudah terbukti. Jurnal internasional sudah banyak ia publikasikan.

Setahun terakhir ia mulai mencoba untuk manusia. Hanya pasien yang bersedia menjalaninya saja yang mendapat layanan seperti itu. Sudah sekitar 10 orang pasien yang mau mengikuti uji coba itu.

Di Indonesia memang baru Prof Dwikora yang melakukannya. "Hasilnya sangat baik," ujarnya.

Tapi Prof Dwi belum berani memublikasikan di jurnal internasional. "Yang saya publikasikan baru tulisan yang bersifat case report. Belum jurnal," katanya.

Untuk penelitiannya itu, Prof  Dwi bekerja sama dengan bank jaringan milik Unair. Yang sudah memproduksi jaringan apa saja. Dalam bentuk bubuk. Penelitian di bank jaringan Unair memang sudah sangat maju. Tepung tulang rawan sapi itu dicampur stem cell. Untuk disatukan dengan tulang rawan pasien yang harus diperbaiki.

Menurut Prof Dwi, keahlian dokter Indonesia di bidang pinggul dan lutut sudah sejajar di negara maju. Tidak boleh diragukan lagi. Ganti tulang pinggul dan ganti lutut sudah sangat mahir.

Ahlinya pun sudah banyak. Mereka punya perkumpulan ahli pinggul dan lutut: IHKS (Indonesian hip knee society). Anggotanya harus dokter orthopedi yang punya minat khusus pada kasus pinggul dan lutut. Di Surabaya ada 7 orang ­–dari 77 se-Indonesia.

"Dokternya sudah lari. Tinggal perawatnya yang terus kita bina. Kita ikutkan pendidikan-pendidikan kami," katanya.

Dua kekurangan lainnya adalah kualitas manajemen rumah sakit dan kualitas ruang operasi. "Tidak semua ruang operasi bisa dipakai untuk operasi pinggul dan lutut," katanya.

Persyaratan itulah yang ia kenakan ketika RS Al Irsyad memintanya bergabung. Semua keinginan Prof Dwi harus dipenuhi. Dan itu berarti harus membangun gedung baru.

Gedung lamanya sudah tidak bisa dikembangkan. Itulah gedung yang asalnya rumah tiga kapling milik AR Baswedan –kakek Gubernur Jakarta sekarang, Prof Anies Baswedan PhD.

Rumah tersebut di tahun 1970-an disumbangkan ke Yayasan Al Irsyad asal digunakan untuk rumah sakit. Anies sempat ke RS lama itu saat ia menjabat menteri pendidikan.

Pandemi ternyata menambah kepercayaan orang-orang kaya pada kemampuan dokter bangsa sendiri.(Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 106

  • Bj
    Bj
  • Catharine Sabar Samosir
    Catharine Sabar Samosir
  • Rudianto
    Rudianto
  • Raden Mas Kucing
    Raden Mas Kucing
  • Adi Mudjojono
    Adi Mudjojono
  • Tukiyem
    Tukiyem
  • -
    -
  • Sinoi
    Sinoi
  • Johan
    Johan
  • Liam
    Liam
    • Liam
      Liam
  • Thamrin Dahlan
    Thamrin Dahlan
  • Jumat Barokah
    Jumat Barokah
  • Surya Latif
    Surya Latif
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Fauzan
    Fauzan
  • DS
    DS
    • Sugiri
      Sugiri
  • Terang Sekali
    Terang Sekali
  • Lia
    Lia
  • Blabla
    Blabla
  • diki septerian
    diki septerian
  • parkae1922@gmail.com
  • Babaravi
    Babaravi
    • NKRI
      NKRI
  • adi
    adi
  • Lia
    Lia
  • Paimo
    Paimo
    • DiswayGL
      DiswayGL
    • Babaravi
      Babaravi
  • An
    An
  • Komen
    Komen
  • Sapapua
    Sapapua
  • Chen fu
    Chen fu
    • Lia
      Lia
    • Damailah
      Damailah
    • babaravi
      babaravi
    • Juru Damai
      Juru Damai
  • Eva Kwaci
    Eva Kwaci
    • Prapatan Sleko
      Prapatan Sleko
  • irma
    irma
    • Lia
      Lia
    • Oncor
      Oncor
    • donwori
      donwori
    • Fira
      Fira
  • Harman
    Harman
  • Arif priyono
    Arif priyono
  • Denik
    Denik
  • Cinta Produk lokal
    Cinta Produk lokal
    • An
      An
    • Liam
      Liam
  • Ridwan
    Ridwan
  •  Arif
    Arif
  • Robban Batang
    Robban Batang
    • Gosokdgtangan
      Gosokdgtangan
    • donwori
      donwori
  • Tari
    Tari
  • Hariyanto
    Hariyanto
    • Kadrun
      Kadrun
    • DiswayGL
      DiswayGL
    • Asep
      Asep
    • donwori
      donwori
    • Fira
      Fira
  • Warno
    Warno
  • Yudha Adinata
    Yudha Adinata
    • Anake simbok
      Anake simbok
  • djoko heru
    djoko heru
    • Eko
      Eko
  • Teddy 98
    Teddy 98
    • Eko
      Eko
    • Mbah Sangkil
      Mbah Sangkil