Afghanistan Berubah Sejak Komunis Berkuasa

Afghanistan Berubah Sejak Komunis Berkuasa

Bagi Mohammad Ayub Mirdad, kekacauan yang ada di negaranya berawal dari partai komunis. Partai yang didanai Uni Soviet itu menggulingkan pemerintahan Mohammed Doud Khan. Sejak itu, saling menggulingkan kekuasaan sering terjadi di Afghanistan. Bahkan sampai di tahun 2021.

---

’’SUSAHNYA menjadi warga negara Afghanistan’’. Itulah kalimat yang sering diucapkan oleh Ayub. Kalimat itu bagai mantra yang diucapkannya ketika sedang lelah. Ia tidak menyangka negaranya semakin gonjang-ganjing. Setelah ia hidup selama 33 tahun.

Taliban sudah merebut pemerintahan Afghanistan. Warga sipil banyak yang mengungsi. Karena takut dengan aturan ketat yang dibuat oleh kelompok bersenjata itu. 

Ayub sudah pernah hidup di bawah rezim pemerintah Taliban. Yakni saat ia masih duduk di sekolah dasar. Antara tahun 1996-2001. Saat itu Ayub cukup beruntung dilahirkan sebagai laki-laki. Sehingga ia bisa mengenyam pendidikan. Sebab, Taliban melarang anak-anak perempuan bersekolah.

Tidak hanya bersekolah, Ayub dan anak seusianya wajib ke madrasah setelah pulang sekolah. Di sana mereka belajar tentang Islam. Tentunya Islam menurut pemahaman. ”Tafsir-tafsir disesuaikan dengan yang dikehendaki mereka,” katanya.

Busana para pelajar juga diatur. Mereka wajib memakai turban. Yakni penutup kepala tradisional. Perempuan, diwajibkan memakai burkak. Kerudung yang menutupi wajah.

Model pakaian seperti itu sudah biasa Ayub lihat. Padahal jauh sebelum Taliban berkuasa, busana penduduk Afghanistan tidak seperti itu. 

Mohammad Ayub Mirdad (tengah) setelah ujian doktor di FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. (Foto: Dokimentasi Pribadi)

 

Ayub tak pernah tahun bagaimana kondisi pemerintahan Mohammed Doud Khan. Saat itu, ia belum lahir. Namun ayah dan kakeknya sempat menceritakan zaman ’’kebebasan’’ yang dialami mereka.

Doud mulai berkuasa pada 1973. Ia menggulingkan Raja Afghanistan Mohammed Zahir Shah dari suku Pashtun. Zahir merupakan sepupu Doud. Sejak penggulingan itu, kekuasaan monarki di Afghanistan berakhir. Kemudian bentuk negara berubah menjadi republik.

Beberapa kebijakan Zahir masih dijalankan Doud. Misalnya, modernisasi dan kebebasan hak-hak perempuan. Semua perempuan diperbolehkan berbusana sesuka mereka. ”Bahkan mereka tidak memakai kerudung saat jalan-jalan juga tidak masalah,” ujar Ayub.

Selain itu, penduduk diperbolehkan mengelola sumber daya alam sendiri. Perusahaan swasta tumbuh di mana-mana. Kondisi seperti itu yang dimimpikan oleh Ayub. Ia ingin kebebasan kembali ada di Afghanistan. 

Sayangnya pemerintahan Doud tidak berlangsung lama. Lima tahun kemudian, ia digulingkan oleh Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan (PDRA). Partai itu dipimpin oleh Nur Mohammad Taraki. Penggulingan itu dinamakan Revolusi Sour. Presiden Doud terbunuh pada revolusi itu.

Ayub bercerita sebenarnya PDRA tidak solid. Ada dua faksi di dalam partai. Yakni kubu Khalq yang beraliran Marxis-Leninisme murni. Sedangkan kubu Parcham yang nasionalis. ”Kedua kubu itu sering berbeda pendapat,” kata bapak satu orang anak itu.

Setelah PDRA berkuasa, kebijakan juga berubah. Sumber daya alam semuanya dikontrol negara. Tapi negara mempersilakan kebebasan dalam beragama. Meski begitu, kebijakan penguasaan sumber daya alam tidak terlalu disukai penduduk Afghanistan. Pada tahun 1979 Uni Soviet mengambil alih Afghanistan melalui PDRA. 

Tentara merah Soviet berseliweran di jalanan. ”Kondisi itu sama ketika Amerika menduduki Afghanistan. Banyak pasukan di jalan. Serta tank-tank. Yang membedakan adalah baju yang dikenakan saja,” ungkap Ayub.

Soviet tidak hanya menduduki Afghanistan. Desa di Selatan dan Timur Kabul tidak luput diserang oleh mereka. Alhasil banyak muncul gerakan anti komunis. Mereka menamakan dirinya sebagai Mujahidin. Para mujahid dibentuk dan dilatih oleh negara Pakistan. Serta mendapat sokongan dana dari Amerika Serikat. 

Invasi Soviet berangsur melemah. Ditambah konflik internal Soviet yang mendekati kehancuran. Pada tahun 1989 Uni Soviet mundur dari Afghanistan. Namun mereka tetap memberikan bantuan kepada DPRA hingga bubarnya Soviet di tahun 1991.

Saat itu, Afghanistan masih di bawah kekuasaan DPRA. Hingga pada tahun 1992, Mohammad Najibullah turun dari jabatan. Ia digantikan oleh kelompok Mujahidin. Sayangnya kelompok itu hanya empat tahun berkuasa. Hingga pada tahun 1996 kelompok Taliban berhasil berkuasa.

Taliban mendeklarasikan Keamiran Islam Afghanistan. Pemerintahannya diakui tiga negara yang menjadi anggota PBB. Yakni Pakistan, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. ”Kebanyakan anggota pemerintahan mereka dari Pasthun. Serta menganut ajaran Islam sunni. Namun mereka berdediologi anti-modenisasi,” kata Ayub.

Perang kecil sering terjadi saat Ayub bersekolah. Bahkan menjadi hal yang wajar dilihatnya. Ayub mengenang saat dulu di sekolah. Tiba-tiba ada pesawat menjatuhkan bom di dekat sekolahnya. ”Saya berlindung di puing-puing bangunan,” ujar laki-laki kelahiran Kabul itu.

”Saya lahir di kondisi perang. Mungkin saya akan mati di kondisi perang juga. Susah menjadi warga negara Afghanistan,” ungkap Ayub. (Andre Bakhtiar) 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 0