Amandemen Progresif Jabatan Presiden Nodai Reformasi, Tegas Jokowi Menolak!
Ilustrasi: Presiden RI Joko Widodo-Syaiful Amri/Disway.id-
JAKARTA, DISWAY.ID - Beberapa tokoh politik senior di Indonesia telah mendukung gagasan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo.Tentu saja ini di luar batas, dua masa jabatan yang diamanatkan konstitusi.
PKB, Golkar dan PAN yang setuju dengan gagasan tersebut memantik perdebatan sengit di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan berpendapat mayoritas orang Indonesia mendukung gagasan tersebut.
Pernyataan itu semakin memicu kekhawatiran tentang ancaman terhadap reformasi demokrasi yang diraih dengan susah payah dua dekade setelah Presiden Suharto yang dipaska dipaksa keluar dari jabatannya.
Analis politik Johannes Nugroho mengatakan amandemen konstitusi masa lalu, seperti membawa pemilihan langsung dan pembatasan masa jabatan, dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemimpin.
”Mengembalikan amandemen progresif seperti itu pasti akan menandakan liberalisasi lebih lanjut,” timpalnya.
Apa Proposal yang diajukan?
Mengutip perlunya pemulihan ekonomi, beberapa politisi telah menyatakan dukungan untuk memperpanjang masa jabatan presiden, baik dengan menunda pemilihan 2024, atau mengubah konstitusi untuk menghapus batas dua masa jabatan.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Luhut termasuk di antara mereka yang mengemukakan gagasan tersebut.
Diwawancarai di salah satu podcast pada akhir pekan, Luhut mengatakan data besar di media sosial menunjukkan mayoritas orang Indonesia mendukung perpanjangan masa jabatan presiden.
”Pendapat saya pribadi, saya rasa akan lebih baik. Kalau dia (presiden) mendapat perpanjangan, sekali saja,” terang Luhut belum lama ini.
Presiden, sambung Luhut, membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengawasi pemulihan ekonomi dan mengimplementasikan agendanya, termasuk rencana relokasi ibu kota yang ambisius senilai $32 miliar, yang telah terganggu oleh pandemi.
Jadi Ide kontroversial
Setelah lebih dari tiga dekade pemerintahan otoriter yang berakhir dengan jatuhnya Suharto pada tahun 1998.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: