Siapa Membunuh Putri (1)
Sosok yang Diduga Jadi Pendongkrak Karier Ferdy Sambo Terungkap?---Pixabay
ANDA sudah kenal nama ini: Hasan Aspahani. Saya pernah menulis tentang ia di Disway ini. Saya puji habis di tulisan itu. Hasan-lah yang menulis buku tentang biografi penyair pujaan Anda: Chairil Anwar. Dengan sangat bagusnya. Penuh kejutan. Penuh roman. Penuh perjuangan. Penuh penderitaan.
Sampai sekarang setiap kali saya lewat Paron (Ngawi), saya selalu bercerita pada teman seperjalanan: Chairil Anwar pernah jatuh cinta berat dengan gadis Paron. Seminggu Chairil Anwar meninggalkan Jakarta. Tinggal di Paron. Agar bisa mengawini gadis itu.
Cintanya patah.
Ayah sang gadis menolak. Chairil tidak bisa apa-apa. Tidak punya pekerjaan pula. Seorang penyair, di mata orang Paron, bukanlah pekerjaan.
Hasan mampu menceritakan semua aspek hidup Chairil Anwar dengan penuh warna. Itulah buku terbaik dan terlengkap tentang Chairil ''Aku Binatang Jalang'' Anwar. Yang juga Anda kenal sebagai Chairil ''Antara Karawang Bekasi'' Anwar.
Hasan juga penyair.
Ia sastrawan terkemuka sekarang.
Ia sastrawan yang wartawan. Atau wartawan yang sastrawan. Ia selalu saya jadikan contoh sebagai wartawan yang tulisannya bergaya sastra.
Lihatlah tulisannya yang saya turunkan di Disway edisi sekarang ini. Sebagai wartawan Hasan menemukan fakta: ada polisi membunuh istrinya. Ia juga menemukan fakta bagaimana polisi itu menutupi perbuatannya.
Waktu itu Hasan baru belajar menjadi wartawan. Ia diberi tugas meliput peristiwa-peristiwa kriminal di kota itu.
Ia melihat langsung praktik wartawan senior di bidang kriminalitas: betapa sudah seperti polisi bayangan.
Bacalah tulisannya ini. Relevan dengan zaman Duren Tiga sekarang ini. Peristiwa itu juga besar di masanya. Kini ia tulis lagi dalam bentuk cerita bersambung. Hasan menyebut dirinya sebagai Dur di cerita ini. Bacalah mulai hari ini, sampai selesai entah kapan nanti. Saya pun belajar dari cara Hasan bertutur:
***
KOTA ini berkembang cepat sekali. Ekonominya selalu tumbuh di atas rata-rata nasional. Begitu juga angka kriminalitasnya. Ini kota yang tak siap berkembang secepat ini.
Kota ini memikat pendatang, menawarkan harapan hidup, menjanjikan masa depan, tapi sebenarnya juga mengancam dan menakutkan.
Mereka yang datang tanpa bekal cukup, yang tak kebagian kue pertumbuhan di sektor formal, bertahan dengan cara apa saja. Juga masuk ke dunia remang-remang. Terpikat dengan janji-janji seperti itu jugalah yang bikin saya sampai ke kota ini.
Saya pernah menulis berita hasil liputan seminar tentang kriminalitas di kota ini. Seorang ahli sosiologi dan ahli perkotaan mengatakan bahwa kota ini, kota pulau ini, hanya cukup untuk ditinggali satu juta penduduk. Nyamannya segitu. Berdasarkan hitungan daya dukung wilayahnya, sumber air, tata kota, jejaring transportasi, dan lain-lainnya. Saat aku mulai tinggal di kota itu, angka penduduk yang tercatat resmi sudah 750 ribu. Yang tak resmi, menurut perkiraan Bang Jon sudah lebih dari satu juta.
Saya kira Bang Jon benar.
Kehidupan di kota ini selalu terasa tegang. Mudah sekali terjadi bentrok antarkelompok.
Bang Jon adalah wartawan senior di "Metro Kriminal". Seusia Bang Eel. Ia wartawan yang bagiku aneh. Ke mana-mana pakai sepatu sandal, banyak pacarnya, saya tak tahu pasti di mana tempat tinggalnya.
Kayaknya ia bisa tidur di mana saja yang ia mau, di tempat-tempat hiburan, yang ia datang malamnya, dan ia tertidur di situ sampai pagi.
Sejak semula ia hanya mau jadi reporter. Lebih khusus lagi: wartawan kriminal. Berkali-kali diberi kesempatan jadi redpel, bahkan wapemred ia menolak. Ia ke mana-mana bermobil. Ganti-ganti mobilnya. Paling sering Toyota Storm. Pikap dengan ban besar yang kalau jalan kayak ngangkangi mobil-mobil lain. Gagah dan angkuh sekali.
Di hari-hari pertama saya bekerja di "Metro Kriminal" oleh Bang Eel saya ditandemkan dengan Bang Jon. Saya mula-mula senang saja. Pertama-tama, saya sama sekali buta tentang kota ini. Pada hari pertama Bang Jon ajak saya keliling kota, singgah di Polsek-Polsek dan Polresta. Ia perkenalkan aku sebagai "orangnya".
"Bantu ya, ini orang kita," kata Bang Jon memperkenalkan saya pada polisi-polisi patroli dan yang berjaga di pos.
"Siap, Ndan!" kata mereka. Heran saya dan lucu juga rasanya, kok polisi panggil wartawan komandan. Tapi, itulah Bang Jon.
Semua wartawan yang kami temui pada hari itu juga memanggilnya komandan.
Hari itu, saya juga diajak singgah ke kantor imigrasi. Dari situ saya tahu ia juga jual jasa urus paspor, jadi calolah pokoknya.
"Kamu sudah punya paspor, Dur?"
"Jangankan paspor, KTP aja belum punya, Bang," kataku.
"Gampang itu...," kata Bang Jon, dengan logat Jawa-Manadonya.
Dengar-dengar ia pernah lama tinggal di Surabaya, setelah meninggalkan Manado, kota asalnya. Ia agak tertutup soal kehidupan pribadinya. Kata orang, selentingan kabar yang saya dengar, Bang Jon dulu preman yang diburu polisi karena terlibat kasus pembunuhan, lalu lari ke Batam. Tak terlalu jelas juga.
Di kantor imigrasi itu, Bang Jon juga disapa dengan komandan.
Pada saat saya dites oleh Bang Eel, ia beri saya disket berisi satu teks berita. Dia suruh saya baca. Saya buka teks berita itu di program Wordstar 7 di komputer yang ada di ruangan itu.
Menurutku penulisannya agak kacau. Beritanya menarik, tentang dua waria yang berkelahi.
Seorang di antara mereka menyerang yang lain dengan membalurkan sambal cabai ke wajahnya. Bang Eel bertanya apa pendapat saya tentang berita itu.
“Lucu, menarik. Berita ringan. Tapi ditulis dengan kering. Harusnya gayanya seperti feature,” jawabku.
Mungkin pendapatku bisa dianggap sok tahu. Belum juga jadi wartawan sudah menilai teks berita orang lain. Tapi saya menjawab dengan jujur saja. Penilaian tentang berita itu saya dapat dari kegemaranku membaca rubrik Indonesiana di Majalah Tempo. Kisah-kisah ringan ditulis dengan segar.
“Bisa kamu edit jadi menarik seperti yang kamu bilang,” Bang Eel menantangku.
Aduh! Mampus saya! Ini rupanya jebakannya.
Saya mengelak. ”Wah, mosok saya yang ngedit, Bang….”
“Tak apa-apa, coba aja!”
Mengingat bahwa saya sedang diwawancarai untuk diterima atau tidak, saya berpikir positif saja. Saya anggap ini bagian dari tes yang menentukan nasib saya.
Ini pekerjaan redaktur sebenarnya, sedang saya melamar sebagai reporter. Mungkin saya sudah dianggap lulus dan diterima. Ini, tes menyunting berita ini, sebagai tes tambahan yang tak menentukan.
Saya pun menyunting berita itu. Ada juga gunanya saya ikut pelatihan jurnalistik di kampus dulu. Saya sunting saja berita itu sebisanya. Saya beri judul yang saya pikir menarik: Sambal Cabai di Muka Elsye untuk Menebus Harga Diri Mimi.
Bang Eel ambil alih posisi di depan komputer, membaca hasil editan saya.
“Kok jadi bagus gini? Kau kuterima. Kerja mulai besok bisa ya?” katanya.
“Siap, Bang!” kataku.
“Nah, sudah kayak polisi kau! Cocoklah di liputan kriminal. Kau nanti tandem dulu ya dengan Jon, nanti kukenalkan. Nanti kau pelajari betul ia itu ya, kau harus bisa masuk ke jaringannya, kau harus bisa jadi lebih hebat dari ia. Masak bertahun-tahun kita hanya mengandalkan ia,” kata Bang Eel.
Sejak hari tes wawancara itu saya sudah mencium bau rivalitas antar Bang Eel dan Bang Jon. Tapi tak terlalu saya pikirkan, yang penting saya diterima dulu bekerja di “Metro Kriminal”.
Belakangan saya tahu berita yang saya edit itu beritanya Bang Jon. Tulisannya memang kacau.
Hari pertamaku meliput ngikut Bang Jon tak akan pernah kulupakan. Hari itu juga, dalam kepalaku, terbentuk sosok ia yang bagiku kayak monster yang sulit saya terima. Malam itu ia tidur di Karaoke Abigail di kawasan kota ini yang terkenal sebagai kawasan hiburan malam. Ada pencurian di sana. Motor pengunjung hilang, mobil pengunjung lain dibongkar. Toke pemilik karaoke itu marah-marah ke Jon. Apalagi kejadian itu terjadi saat Jon berada di situ sampai pagi.
Tak sulit bagi Jon untuk mencari siapa pelakunya. Jaringan Jon, dari tukang parkir, tukang sapu, anak-anak penjaga toko, juga penadahnya, dengan mudah mengarahkan ke pelakunya. Pemain baru dari geng Palembang, kata Bang Jon. Si pelaku ditangkap dan dibawa ke Polsek Kota. Saya diajak Jon ke sana.
“Mana itu pelaku curanmor di Abigail semalam?” tanya Jon kepada prajurit jaga.
“Siap, Ndan. Di sel, Ndan…” kata petugas jaga itu.
Bang Jon mengecek buku pemeriksaan. Ia suruh saya catat nama, dan identitas pelaku di buku itu. Jon minta dibukakan pintu sel. Ia masuk dan kudengar dia bilang, “o kamu ya?” kemudian suara orang mengaduh. Bang Jon menjotos si pelaku, sampai terampun-ampun. Saya terkejut dan memandang si petugas dengan pandangan penuh tanya.
Ia nyengir saja. Katanya, “Yah, tahulah Bang Jon itu Kapolres bayangan di kota ini…”
Bang Jon keluar dari sel sambil meringis dan mengusap-usap tangannya.
”Kekencengan, Rek…” katanya.
”Sudah kamu catat semua, Dur?” tanyanya padaku. Saya mengiyakan. “Nanti kamu tulis beritanya ya, pakai kode kita berdua. Bagian yang aku mukuli maling itu jangan kamu tulis…” katanya.
Di buku laporan itu saya sempat baca banyak catatan laporan kejadian lain yang buat saya sebagai wartawan sangat menarik. Ada pencurian di kompleks polisi, ada cewek karaoke yang lapor disiksa sama oknum polisi, ada perempuan yang laporkan penipuan oleh orang Singapura. Saya mencatat semuanya.
Saya bertanya pada Bang Jon, “kalau berita-berita yang lain itu mau saya tulis, kita konfirmasi dulu ke siapa ya, Bang?”.
Bang Jon malah melarang saya menulis berita itu. Dia bilang tulis yang maling motor di karaoke Abigail itu saja.
Tanda tanya di belakang kalimat siapa Jon ini makin besar di kepala saya.
Hari pertama yang tak pernah kulupakan. Tapi sejak itu, sosok Bang Jon di mataku mulai menjadi monster yang menakutkan. Dia lebih polisi ketimbang wartawan. Bahkan lebih polisi dari polisi (Dahlan Iskan & Hasan Aspahani - bersambung)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Rani Jaringan
dabaik kuy
... gak byk anak muda rajin spt rani... kenapa? krn cukup jd relawan mas jo maka sdh bs jadi komisaris bumn yg gajinya 100 jt .... lalu kenapa hrs repot2 kerja keras + belajar keras spt rani?
Condro Mowo
Asyik memang "meneliti" .Seperti juga Rani. Dulu saya berkeinginan juga (saat SLTA/SMA). Di laboratorium sekolah itu, pelajaran kimia, saya begitu heran dan tertarik kok bisa : "... blukuthukk.. blukuthukk..." saat terjadi reaksi kimia, basa dengan asam , atau asam dengan oksida dsb. Apa menyebabkan itu terjadi...? Sekarang, saya 'meneliti' ( ditulisan p.Dahlan ini) ada lebih dari sepuluh/sebelas akhiran baru di blantika grammar Indonesia: nyi... betulkah ada yang baru seperti yang diteliti Rani...
Kelender Indonesia Lengkap
Yang pada stenbay komen sejak jam 4 tadi sudah pada ga di tempat, makanya kolom komentar terlihat sepi. Gegaranya, artikel yang ditunggu-tunggu tak kunjung nongol. Catatan buat Abah, jam tayang di bawah judul artikel tertulis 04.00 WIB, ini tidak menunjukkan fakta sebenarnya. Ini semacam pembohongan publik skala nano.
Mbah Mars
Bah. Mbok nulis Gorbachev. Pasti menarik. Apalagi jika dikaitkan gosreh antar negara pecahan Uni Soviet. Yang sedang hot ya perang Rusia VS Ukraina. Tentang tulisan pagi ini, kultur jaringan itu apa to Bah ? Tidak dong dech saya.
Abi Kusno
Sebetulnya Rani itu jumlahnya tak terhitung di Indonesia. Setakat kini, tidak atau belum mendapatkan tempat di Negeri sendiri. Dulu tahun 1996 atau 1997 Jawa Pos menulis berita utama tentang Nelson Tansu. Lulus program doktor termuda seasia di Universitas ternama Amerika. Jurusan teknik. Di kemudian hari saya baca berita sudah jadi guru besar, profesor. Menjadi bintang tamu di acara Kick Andy. "Maukah kerja di Indonesia? Membangun Negeri sendiri?" Jawabannya Anda semua sudah tahu. "Saya mau jika 'dihargai' sebagaimana mestinya." Semoga Rani, murid Pak Pranowo, mau mengabdi di Negeri sendiri.
alasroban
Seperti menemukan air jernih di padang sahara sambo. Pagi ini manufacturing hope terbit lagi. Dengan penutupan quote nan keren tiada terkira. "Ilmuwan yang pengusaha, pengusaha yg ilmuwan". Monggo ☕
Leonardus Nana
Bangsa kita tidak berkembang karena anak muda belum dipahamkan tentang makna dari pendidikan itu. Makna pendidikan "memanusiakan Manusia" sungguh masih sangat abstract dan anda sudah tahu jika untuk mengerjakan proyek memanusiakan Manusia itu maka akan sudah terjadi seperti ini: 1. Siswa dipaksa belajar banyak sekali mata pelajaran tapi satupun tidak dapat menjadi mata pembelajaran. 2. Karena itu siswa pergi Sekolah sekedar untuk memenuhi hak belajar tanpa mengetahui apalagi memahami pelajaran apa yang akan menjadi pembelajaran bagi hidupnya. 3. Siswa tidak dipahamkan bahwa belajar adalah sebuah trial and error yang terus mendorongnya untuk terus belajar hingga dia mendapatkan retention. 4. Pemerintah terus membuat dan menganti Kurikulum tanpa sebuah evaluasi yang menemukan kegagalan atau keberhasilan dari sebuah Kurikulum pun. Oleh karena itu, jangalah sibuk untuk menguji coba cara bagaimana memanusiakan Manusia tetapi sibuklah mendampingi atau membimbingi manusia guna belajar membuat sesuatu bagi kemanuaianya.
Agus Suryono
RANI - hebat. PAK PRANOWO - lebih hebat.. @lowongan untuk seribu Pranowo.. Per hari.. Sampai jumlahnya tercukupi..
Muin TV
Saya punya teman orang Bugis Makasar. Dia datang ke Pekanbaru karena ada proyek yang sedang dia kerjakan. Waktu itu dia masih bujang. Setahun kemudian, dia datang ke Pekanbaru lagi. Kali ini, dia sudah menikah. Sama orang Bugis juga. Sering saya mendengar selentingan, cewek Bugis itu mahal harganya. Terus, saya tanya dia, "Habis berapa kemarin nikah?" "Banyak Bang." "Ada 100 juta?" "Lebih." "Mak! Mahalnya....." "Tapi, itulah Bang.... Ada positifnya juga... Orang Bugis itu jarang yang jadi janda. Karena nikahnya mahal. Beda dengan... Maaf, orang Jawa misalnya. Karena nikahnya murah, 1 juta atau 2 juta bisa nikah. Akhirnya satu atau dua tahun kemudian, jadi janda." "Hmmmm.... Iya ya...." Kata saya sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
Er Gham
Semoga semakin banyak Rani Rani yang lain. Yang akan terus memajukan bangsa ini. Tapi mereka harus terus dijaga. Supaya tetap murni. Agar jangan belajar menjadi 'Pembohong'. Jika mereka mengenal kata ini, rusak sudah masa depan. Untuk menjadi koruptor, harus terbiasa berbohong. Untuk menjadi politisi busuk, harus terbiasa berbohong. Rani akan melihat kebohongan dimana mana di negeri ini. Begitu banyak. Sampai kita tidak tahu, siapa siapa yang masih jujur di negeri ini. Dan siapa siapa yang terus berbohong.
Er Gham
Keduanya nabi sekaligus raja. Raja bagi kaum bani israil. Apa salahnya raja sekaligus nabi. Di sini saja ada mentri sekaligus ketua umum partai. Padahal dulu diharamkan.
h rian
Saya baru baca komentar Pak Priyadi Satriana kemarin yang menyatakan Sulaiman itu raja saja, bukan nabi, dan mempersilakan kita untuk mengecek pendapat Gus Baha dan Prof. Quraish Shihab. Karena penasaran, saya mencari dan menemukan pendapat Gus Baha bahwa beliau menyatakan Sulaiman, selain sebagai raja, adalah nabi juga. Mohon maaf, Barangkali Pak Priyadi cuma melihat judulnya saja di Youtube (memang provokatif judulnya). Dalam isi ceramahnya beliau mengatakan Sulaiman adalah nabi dengan sangat jelas, entah beliau melihatnya dari sisi sejarah, teologi, atau kalam.
h rian
Sedikit menambahkan. Tegur-menegur diantara nabi pun ada. Musa menegur harun. Musa juga menegur Khidir (kalau dianggap nabi), yang pada lahirnya menjelaskan teguran Musa itu keliru. Jadi bukan hal aneh kalau ada nabi ditegur nabi lainnya. Perihal kenapa seorang nabi ditegur nabi lainnya, ceritanya bisa jadi berbeda diantara kitab-kitab suci pemeluk agama satu dengan yang lainnya.
Mbah Mars
Resminya UGM: Universitas Gajahmada Tidak resminya: Usaha Gedung Manten. Lihat saja Sabtu Minggu banyak yang kondangan manten di UGM. Tidak resmi tapi terbukti wkwkwk
Wahyudi Kando
Dato' DI saya sebagai Gen Early Millenial berterima kasih tulisan pagi ini, perbanyaklah tulisan tulisan hope & imun boosters hebat dan pekerja keras dan gigihnya anak anak bangsa ini....Lupakan lahh 3 Duren, 3 priode itu....sudah banyak kanal membahas dan mengupas...saya sebagai follower tulisan dan buku2 Dato' DI, Perbanyaklahh tulisan2 begini....yg sdh terjadi itu masa lalu sm seperti spion dalam berkendara lihat sekali sekali aja, masa depan kaca depan mata & panca indra harus focus ke kaca depan....
Komentator Spesialis
Nggak usah kuatir. Pak Pry nggak bakal muncul. Karena pasti nggak paham apa itu kultur jaringan. Pengen botak apa dia, wkwkwk...
Komentator Spesialis
Nggak usah kuatir. Pak Pry nggak bakal muncul. Karena pasti nggak paham apa itu kultur jaringan. Pengen botak apa dia, wkwkwk...
Alon Masz Eh
Tes kemampuan dasar : Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris (yang pinter borong nilai tinggi) Tes kemampuan akademik : Biologi, fisika, kimia (susah dan tipe Rani yang menguasai) Strategi yg umum : habisi matematika, bhs indonesia, bhs inggris, ga perlu kerjain banyak2 biologi, fisika, kimia. Lulus tes pasti, kuliah pertanian seadanya, lulus jadi bankir Strategi Rani : ahli di biologi, kemungkinan ancur2an di matematika, lulus tes susah. Tapi begitu lulus, krn kuat dasar biologinya... Sukses kuliah, Sukses jd peneliti. Jadi sebenarnya kita mempersulit bakat-bakat hebat untuk lulus tes sesuai keahlian...
Rihlatul Ulfa
Kamu tahu salah satu paling berbahaya menjadi manusia itu seperti apa? Manusia yg masih punya rasa takut, bahkan takut yg tidak beralaskan. Menjadi kuat karena sama-sama di emban. Walaupun itu kesalahan yg fatal. Maka orang-orang di negeri kita harus menghilangkan sedikit demi sedikit rasa 'tidak enakkan' awalnya tidak enakkan terhadap kolega dan berakhir keluarga yg menjadi korbannya.
Johannes Kitono
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 137
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google