Lupa Baca Niat, Puasa Apakah Sah? Ini Jawaban Imam Syafi`i

Lupa Baca Niat, Puasa Apakah Sah? Ini Jawaban Imam Syafi`i

Salat tarawih di Masjid Al-Akbar Surabaya, 22 Maret 2023. -Erni Prasetyo-Harian Disway-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Lupa baca niat, puasa apakah sah? Pertanyaan demikian sering kali muncul disampaikan saat ibadah puasa Ramadhan.

Untuk menjawab itu, ada banyak pendapat terkait lupa baca niat untuk puasa tersebut.

Sebagian ulama, berpendapat jika kita bangun di waktu malam dan makan sahur, maka sudah dianggap melakukan niat puasa.

BACA JUGA:Jelang Ramadan, Komnas Haji Sebut Jemaah Umrah Meningkat Hingga 15 Persen

Meski tidak melakukan niat di waktu malam, baik sengaja waktu lupa, asalkan makan sahur, maka puasa dinilai sah. 

Sedangkan sebagian ulama lainnya, menyebutkan, makan sahur tidak cukup untuk menggantikan niat.

Oleh karenanya, jika makan sahur namun tidak melakukan niat, sebagaimana niat puasa pada umumnya baik sengaja atau lupa, maka dinilai tidak berniat untuk berpuasa.

Akibat tidak niat puasa itu, maka puasanya dinilai tidak sah. 

Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, dosen Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga, menuliskan pemahamannya terkait permasalahan "lupa baca niat, puasa apakah sah?" ini.

Menurutnya, banyaknya fadhilah dan kelebihan yang dimiliki Ramadhan. Namun ibadah Ramadhan tanpa dilandasi dengan niat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, tentunya puasa Ramadhan juga tidak berarti.

BACA JUGA:Jemaah Haji Indonesia 2023 Nikmati Layanan Fast Track, Cek Manfaat dan Lokasinya

"Sebagaimana ibadah-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah i’tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan," ujar alumnus doktoral UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, mengungkapkan bahwa maksud secara sengaja yakni setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa.

"Imam Syafi’i sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678)," ungkap Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: