Lebaran Lutut

Lebaran Lutut

--

GARA-GARA pencapresan mendadak Ganjar Pranowo, naskah Lebaran Lutut ini baru bisa terbit hari ini. Padahal ada lagi komentar pembaca yang ingin saya komentari. 

Yakni komentar pembaca yang begitu banyak. Yang nadanya agak curiga: kok saya, tumben, sendirian ke Tiongkok. Juga kecurigaan soal baju lama (disimpan di mana) dan baju baru (siapa yang membelikan, hayo!).

Saya harus berkilah apa. 

Sumpah! Saya sudah berniat mengajak istri. Bahkan sudah saya uruskan visa beliau. Visa sudah di tangan. Teman-teman di Tiongkok juga sudah tahu saya akan datang bersama istri. Itu, sumpah, bukan bagian dari taktik menipu istri.

Lalu saya lihat kondisi istri. Terutama sepulang dari umrah yang langsung disambung safari Ramadan ke Tasikmalaya. Kalau dipaksa ikut sih kuat, tapi apakah tidak terlalu menyiksa.

Saya pernah berkali-kali minta maaf kepada istri: saya ikut bersalah. Saya ikut menjadi penyebab sakit lutut beliau.

Peristiwanya terjadi di Beijing. Bukan baru sekali atau dua kali. Waktu itu pun kelihatannyi sehat-sehat saja. Istri saya memang pandai menyembunyikan penderitaan. Terutama di depan suami. Itu saya anggap bagian dari kesempurnaan seorang istri.

Maka saya ajak beliau menggelandang ke mana-mana. Turun-naik kereta bawah tanah. Naik-turun tangga. Kejar-mengejar kereta. Bersama cucu kecil yang masih lucu -yang sekarang sudah hampir tamat SMA: Icha Iskan.

Akhirnya kami sampai di Forbidden City. Kami memang ke istana kuno 999 kamar itu. Di seberang lapangan Tian An Men, Beijing itu. Saya ingin jadi tour guide untuk istri dan cucu. Tanpa pendamping dari Tiongkok.

Berjam-jam kami jalan kaki: mengelilingi istana itu. Naik turun pula. 

Keluar dari istana tua itu istri saya minta istirahat. Tidak ada tempat duduk. Tidak ada taksi yang boleh berhenti di kawasan itu. Semua taksi terlihat melaju kencang di jalur cepat. 

Kami pun duduk di trotoar lebar. Tempat pemberhentian taksi masih sangat jauh.

Kadang saya berpikir, sebelum maju, dulu Beijing lebih fleksibel. Di kejadian darurat seperti ini bisa dapat angkutan apa saja.

Setelah istirahat, istri saya mengajak jalan lagi.

"Kuat?" tanya saya.

"Dicoba," jawabnyi dengan wajah tidak menderita.

Mulailah terlihat jalannyi pincang. Pelan. Kalau saja ini adegan film India saya akan gendong dia.

Akhirnya dia mengeluh: sakit sekali. Sebentar-sebentar kami istirahat. Saya merasa begitu bersalah.

Pulang dari Beijing beliau saya bawa ke dokter. Harus operasi. Tapi istri saya tidak mau operasi lutut. Padahal tidak ada jalan lain.

Suatu saat kami (saya dan anak-anak) cari cara. Agar bisa operasi. Sampai saya jelaskan: lutut baru nanti itu buatan Jerman. Yang terbaik di dunia saat itu.

Akhirnya operasi berlangsung. Di Surabaya. Sukses.

Setelah operasi istri saya terlihat sangat menderita. Tiap hari menjerit. Itu memang masa pemulihan. Setelah tiga bulan barulah berkurang. Lalu tidak lagi rasa sakit. Lantas happy. Bisa senam dansa lagi.

Itu... yang kanan.

Belakangan yang kiri mulai sakit. Istri saya merasa trauma untuk menjalani operasi sekali lagi. Dalam penolakannyi itu sering diucapkan kata-kata ini: "Abah kan tidak merasakan sakitnya".

Saya pun melemah oleh kata-kata itu. Terutama ketika ingat perasaan bersalah waktu di Beijing itu. Toh kini masih ada satu lutut yang made in Germany itu. Yang bisa jadi tumpuan darurat. Tentu kami masih harus menemukan cara agar beliau mau operasi sekali lagi.

"Anda baiknya nggak usah ikut ke Beijing ya?" kata saya sambil menyerahkan paspor untuk disimpan lagi.

"Iya. Saya ke Kaltim saja," katanyi. Itu berarti pulang kampung. Sambil ke makam ayah-ibunyi di Loa Kulu, dekat ibu kota Kutai Kartanegara.

Lalu ada lagi komentar di Disway: mengapa tidak ajak Robert Lai? Yakni soulmate saya di Singapura itu?

Sumpah! Saya sudah hubungi Robert. Kali ini ia pun tidak bisa.

Saya tidak memaksanya. Saya tahu alasannya, pun sebelum diucapkan. Istrinya juga tidak terlalu sehat. Punya masalah di paru-paru.

Di tengah Covid-19 Robert harus menjaga istri lebih dari biasanya. Sakit paru adalah komorbid yang paling berat kalau sampai kena Covid.

Saya salut kepadanya. Ia bisa menjaga istri sampai melewati masa Covid. Tapi ia masih terus ekstra hati-hati. Rasanya ia juga merasa bersalah pada istri. Dorothy, istrinya, terlalu lama ditinggal keliling dunia. Sejak sebelum kenal saya. Lalu berbulan-bulan menemani saya. Ke Eropa. Ke Amerika. Terutama ke Tiongkok. Yakni di masa-masa kritis saya. Sampai mengurus transplantasi hati saya.

Maka saya pilih ingat masa-masa menjadi wartawan: lebih senang sendirian meliput peristiwa besar daripada bergerombol dengan wartawan lain. Tidur di terminal bus, di stasiun kereta api, di musala, di gardu jaga, sangatlah sudah biasa.

Kesendirian itu pula yang mewarnai sikap hidup saya selanjutnya. Punya teman adalah baik, tidak punya teman tidak apa-apa. 

Tapi setiap salah orang harus minta maaf. Saya pun minta maaf kepada para pembaca Disway. Termasuk sudah minta maaf pada Encik Syafiq Hakim, pembaca Disway di Malaysia.

Lewat email ke redaksi Disway, Encik Syafiq mengoreksi beberapa data di tulisan saya. Misalnya soal nama Azmi itu mestinya Nazmi.

Mungkin banyak juga pembaca Disway yang merasa bersalah kepada istri. Maka saya setuju dengan ide anak-anak dan menantu saya ini: di saat Lebaran tidak hanya istri yang cium lutut suami. Ganti, suami juga harus cium lutut istri.

Dan saya, dulu, pilih cium lutut istri saya yang kanan. Lebaran ini saya cium lutut istri yang kiri. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 25 April 2023: Lebaran Mik

Yusuf Ridho

dipungkiri -> dimungkiri Kata dasarnya mungkir, bukan pungkir

 

rid kc

Inilah yang aku suka dari tulisan pak DI, informatif, edukatif dan optimis. Baru tahu ada dokter yang tidak berpikir untung rugi walaupun mungkin ada dokter seperti dr. Mik yang belum tercover oleh media dan saya yakin itu banyak sekali. Baik dan buruk harusnya menjadi nilai dasar yang harus dimiliki oleh para dokter bukan untung dan rugi. Sayangnya mayoritas dokter kita masih berpikir untung dan rugi karena mungkin biaya menjadi dokter sangat mahal dan harus mengembalikan biaya itu. Saya yakin kalau para dokter punya pikiran baik dan buruk layanan kesehatan akan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

 

Kalender Lengkap

Menarik, dokter hebat aja ga mau anaknya jadi dokter, bisa jadi alasan personal. Tapi kalau ini terjadi di banyak orang tua, bisa jadi akan ada krisis dokter di masa akan datang. Memang, sekarang BPJS begitu kuatnya dan dokter baru seperti tak punya harapan dari segi finansial. Kecuali punya niat sekolah spesialis yang makan waktu dan biaya sangat besar. 

 

Peter Ang

Selamat Lebaran dan ikut berduka cita Dr MIK, Sebenarnya baik dan buruk ini sesuatu yang agak susah untuk diperdebatkan, tergantung dari sisi mana memandang apalagi kalau dikaitkan dengan biaya dan beban misal biaya harusnya x Rupiah, kalau opname biaya menjadi xxx rupiah, jadi diambil jalan tengah yaitu pasien di charge xx Rupiah yang cukup mahal krn itu terbaik bagi pasien, RS dan Dokter krn pasien mendapatkan penanganan terbaik, kalau misal opname resiko infeksi lbh besar, RS juga mendapat Margin lumayan karena harga ditinggikan, Dokter pun juga Happy selain dpt pemasukan lumayan juga kerja sesuai Hati krn melakukan tindakan penanganan yang tepat. Tetapi bagaimana hal ini kalau dibenturkan ke masyarakat yg kurang mampu terutama di negeri +62 ini? Seperti yang baru obat saja 8M dan itupun tidak menjamin sembuh? Mohon pencerahan dan Solusi nya Abah ???? dan mumpung suasana lebaran mohon maaf jadi tulisan yang membuat Abah jadi berpikir


Liam Then

Saya ingat waktu SD dulu kena infeksi ginjal, jalan sampai seperti orang kena polio, sakit sebelah kaki, lama-lama tak mampu berdiri. Di panggil kan Sinshe semprul. Selangkangan saya di rojok dengan telapak kakinya ,dua kaki saya di tarik , saya pun menjerit sejadi-jadinya. Ah...Sinshe kupret...ternyata setelah dibawa ke dokterz cuma infeksi ginjal, dikasih obat antibiotik, selesai. Sebulan saya tak sekolah karenanya. Tapi enak juga merasakan jengukan teman-teman, tiba-tiba panganan jadi banyak. Ini heran , orang sakit dibawakan macam-macam makanan, bagaimana mau makannya, wong kondisi tidak fit. Kenapa dulu waktu sehat tidak dibawakan? Biar bisa dihabiskan. Aneh kan..? Jadi sebenarnya perlu ada kebiasaan baru, orang sakit itu diberi amplop saja, untuk bantu ringankan biaya pengobatan. Cuma usul kwkwkwkwk...

 

Budijani Sudartha

Dokter Mik memang hebat dan baik, membantu menyembuhkan kanker payudara Ibu saya, yang meninggal juga usia 83 th tapi krn jantung. Ibu dan dr Mik selalu berbahasa Belanda saat konsultasi shg saya tidak mengerti akhirnya kompromi pakai bahasa Jawa halus, baru saya mengerti. Salam hormat utk dr Mik melalui Abah ya. 

 

mzarifin umarzain

Payudara besar atau kecil, apa ada pengaruh nya pd kanker? Payudara besar lebih mudah kena kanker? 

 

Amat K.

Tapi untuk istriku tercinta, kutahbiskan diri untuk jatuh berkali-kali. Karena jatuh hati padanya adalah hal terindah dalam hidup.

 

Saifudin Rohmaqèŕqqqààt

Pengalaman bedah yg saya alami. Saya punya benjolan di punggung. Makin lama makin besar. Saya khawatir. Saya agak takut. Suatu hari benjolan itu sakit sekali. Warnanya jadi hitam merah. Akhirnya saya ke dokter bedah. Saya konsultasi. Dan dokter nya ramah. Mrnjelaskan bahaya bahaya kalau tidak segera di operasi. Saya tanya biayanya. Karena memang spesialis bedah, harganya membuat saya kaget. Karena saya tak mampu. Akhirnya saya ngomong mau cari biaya dulu. Kemudian saya pindah ke dokter yg lain. Konsultasi. Juga dijelaskan dengan baik. Dokter pun berkata sudah biasa mengoperasi benjolan seperti itu. Dan yg membuat saya kaget ternyata biayanya. Yaitu cuma 10 persen dari biaya dokter ahli bedah yg pertama. Akhirnya dioperasi di situ. Sampai sekarang sudah hampir 12 tahun. Dan alhamdulillah sembuh total. Memang benar ada dokter yg money oriented dan ada pula yg social oriented. Hanya pengalaman pribadi. 

 

Alfi Nur Afifah

sekitar 6 bulan yang lalu saya merawat saudara yang mengalami batuk terus menerus dan sesak nafas, setelah dibawa ke rumah sakit ternyata beliau di diagnosa ada cairan di paru paru. dokter menganjurkan harus menyedot cairannya supaya beliau tidak sesak napas. Ternyata setelah cairan nya disedot tiba-tiba muncul benjolan di dada. Untuk itu dokter mengharuskan biopsi agar tahu itu kanker atau Begitu tahu ternyata itu kanker sudah stadium 4. Pengobatan satu satunya harus dikemoterapi, tetapi saudara saya tidak sanggup. Dokter memberi tahu keluarga bahwa saudara kami sudah paliatif dan hanya menunggu keajaiban. Kami sekeluarga hanya berharap semoga ada mukjizat dari Tuhan, tapi ternyata tuhan berkata lain. #SemogaSemuanyaSehatSelalu

 

Liam Then

Orang-orang seperti dokter Mik inilah yang menyanggah Indonesia kita dari keruntuhan. Masih banyak orang baik di Indonesia. Jangan putus asa.

 

Jimmy Marta

Sayapun mengagumi dr Mik dg prinsipnya, melihat dunia dari sisi baik dan buruk. Ia tidak mempertimbangkan soal kalah menang, untung rugi.

 

Pryadi Satriana

Dokter Mik ikut merasa bersalah secara moral, karena itu "sangat terpukul mentalnya." Namun, jika dokter Mik MELAKUKAN BEDAH MENINDAKLANJUTI "TEMUAN" DOKTER PATOLOGI, menurut saya dokter Mik TIDAK BERSALAH, walaupun rasa bersalah itu "tidak bisa dihilangkannya." Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia itu untuk melindungi privasi pasien, BUKAN UNTUK TIDAK DIBERITAHUKAN KEPADA PASIEN. Namun, "tindakan malpraktik itu" diawali KESALAHAN PATOLOG, yg menyebutkan adanya kanker. Jika digugat pasien, tergugat I adalah dr. Patologi, yg lain2 menjadi "turut tergugat." PASIEN MUNGKIN TIDAK TAHU TELAH TERJADI MALPRAKTIK, NAMUN ITU TIDAK MENGHILANGKAN TANGGUNG JAWAB MORAL UNTUK MEMBERITAHUKAN YG SEBENARNYA TERJADI KEPADA PASIEN, SEKALIGUS PERMOHONAN MAAF & PEMBERIAN KOMPENSASI KEPADA PASIEN TERSEBUT. Kita manusia beradab, berikan yang menjadi hak seseorang tanpa diminta, bahkan sekali pun orang tersebut tidak mengetahuinya. Itukah makna bahwa sesama kita adalah "saudara dalam kemanusiaan", itulah penerapan hukum kasih: "Kasihilah sesamamu manusia seperti mengasihi dirimu sendiri", orang Jawa menyebutnya "tepa slira". Salam. Rahayu. 

 

Mirza Mirwan

Telanjur mengamputasi kaki pasien ternyata setelah diperiksa lebih dalam tida ada kanker. Itu jelas termasuk "medical malpractice", karena menyebabkan pasien dari Banjarmasin itu kehilangan kaki. Tetapi, sepertinya, ketiadaan kanker itu tidak diberitahukan kepada si pasien. Itu terbaca dari "Dokter Mik sangat terpukul mentalnya." Salahkah dr. Mik? Secara etika kedokteran Indonesia, tidak. Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia menyebutkan: "Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia." Menurut saya yang awam, pasal itu kok terasa janggal. Padahal seperti pasien dari Banjarmasin itu mestinya bisa menggugat tindakan malapraktik yang menyebabkan ia mengalami kerugian, kehilangan kaki.

 

Liam Then

Hari ini dibuat banyak bertanya-tanya kemudian mencari informasi. Sejak beberapa lalu , karena artikel Disway tentang kelangkaan dokter spesialis, tentang "mayo" Bali, tentang konglo lomba bangun rumah sakit. Dari itu ,tarik kesimpulan, ini karena rasio dokter yang rendah, saya google dokter di M'sia dan Singapura, iyah lebih tinggi. Jadi ini mungkin salah satu sebabnya. Karena artikel dulu itu juga jadi tahu Kuba yang gencar mencetak bahkan sampai ekspor dokter. RI jangan malulah tiru keberhasilan Kuba. Barusan saya juga baru tahu 5jt populasi Kalbar ,hanya bisa cetak 49 lulusan FK. Untuk angkatan ke-8. Ini kalo di bandingkan benar-benar jomplang. Ada yang benar-benar salah ,tapi dibiarkan. Jadi teringat, entah kapan dan dimana, selorohan seperti ini : Rumah sakit itu lebih enak dari bisnis perhotelan.Cobalah bandingkan, di Hotel kalo tak ada free breakfast, sepi. Kalo di rumah sakit sudahlah makanannya tak enak, ruangan pun bisa di kongsikan. Tak. ada yang (mampu) protes. Malah orang pontang panting cari ruangan. IDI buat apa? Apakah tidak tersentuh untuk perubahan yang lebih baik untuk Indonesia? IDI boleh di bilang kumpulan manusia dengan intelegensi di atas rata-rata, karena bahan panduan pendidikan kedokteran banyak yang berbahasa asing. Pengetahuannya pun butuh kemampuan memori yang hebat. IDI bersama-sama dengan pemerintah ,yang eksekutifnya punya staf ahli pandai dan cerdik, masa tidak bisa urai masalah pelayanan kesehatan untuk orang Indonesia?  

 

Jokosp Sp

Kualitas (hasil akhir) bisa dilihat dari sistem yang dipakai dalam penerimaan Mahasiswa Kedokteran. Terutama di nomor 3 yang 30% itu, yaitu di jalur mandiri. Dokter itu harus punya prestasi akademik yang paling tinggi/ unggul di sekolah asalnya ( SMA IPA ). Apakah mungkin akan didapat seorang dokter yang penerimaannya lewat Jalur Penerimaan Mandiri sekualitas dengan yang lewat Jalur Undangan ( no.1 )?. Inilah perbedaan itu, ada 3 sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa baru masuk fakultas kedokteran: 1. Jalur Undangan: Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) dengan kuota daya tampung minimal 30%. Persyaratan -> Prestasi akademik calon mahasiswa selama duduk di SMA. 2. Jalur Ujian Tertulis: Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dengan kuota daya tampung minimal 30%. Persyaratan -> Test tertulis lulus, cukup jelas secara kemampuan siswa. 3. Jalur Seleksi Mandiri. terdiri dari Jalur Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD) dan kerjasama/ bina lingkungan dengan kuota daya tampung 30%. Persyaratan -> masing-masing perguruan tinggi beda-beda. Setelah melalui jalur tertulisternyata tidak lulus, calon mahasiswa masih bisa mengikuti jalur mandiri ini. Hasil akhirnya seperti apa? kita-kitalah yang bisa menilai ketika berhadapan saat konsul dan berobat ke dokter tersebut. Apakah harus diterima?. Seharusnya cukup No.1 dan No.2 saja proses seleksinya.Apakah artinya harus ada perubahan aturan?. 

 

imau compo

Image dokter di kepala saya. 1. Mahasiswa kedokteran Beberapa keluarga sangat menginginkan saya masuk fakultas kedokteran karena kemuliaan dan kesejahteraannya. Saya heran, betapa tersiksanya hidup, setiap hari berhadapan dengan orang dalam kondisi terendah, kecantikan maupun emosinya. 2. Mahasiswa kedokteran Bertetangga dgn 2 mahasiswa kedokteran yg serius, pagi-pagi dengan sedikit takut komplain, "Mas, semalam gak bisa belajar, kalian mainnya berisik bangat." "Maaf, dari mahasiswa saja kalian begitu serius, makanya gak terpikir masuk kedokteran." "Kalaupun Tuhan jadikan saya seorang dokter, biarlah jadi dokter olahraga." " Itu asesorisnya, Mas!, yg utama adalah menyelamatkan jiwa dan kemanusiaan." Haru. 3. Dokter (pejabat tinggi) Lama gak ketemu, sang dokter mendapat pertanyaan teman SMA-nya yg pengusaha, "Kamu masih ngumpulin duit receh?" 4. IDI Dokter-dokter ini punya atasan seorang sarjana fisika yg ahli nuklir dan berpengalaman di dunia perbankan. "Saya mau ya..!, diskusi tapi berbasis data, lho!" "Negara kita dalam jurang bangkrut dalam kaitannya biaya jaminan kesehatan masyarakat...,". Entahlah, dokter-dokter ini mikir apa. 

 

Theodorus Trianto

Alumni Fak.Kedokteran Unair sekitar th.1960 tentu ingat Pro.Dr.RM Soejoenoes. Gurubesar Neuropsychiatrie yg dikuliahannya memesan mahasiswa mahasiswi ,soal etik dg kalimat yg sangat sederhana. Kalau kalian jadi dokter , itu baik. Kalau kalian jadi pedangang juga baik. Tetapi kalau jadi dokter dan pedagang , itu sangat jelek. Apa masih berlaku?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 258

  • Safinatun Najah
    Safinatun Najah
  • Siti NurHindayani
    Siti NurHindayani
  • Mohamad Anshori
    Mohamad Anshori
  • Nur azizah
    Nur azizah
  • Ishlahul Laili
    Ishlahul Laili
  • Ishlahul Laili
    Ishlahul Laili
  • Hidayah Salsa
    Hidayah Salsa
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • AnalisAsalAsalan
    AnalisAsalAsalan
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
    • Amat K.
      Amat K.
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
  • Amat K.
    Amat K.
    • Amat K.
      Amat K.
    • Amat K.
      Amat K.
    • Amat K.
      Amat K.
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Amat K.
      Amat K.
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • buat download
    buat download
  • Liam Then
    Liam Then
  • Liam Then
    Liam Then
  • Eyang Sabar56
    Eyang Sabar56
  • Eyang Sabar56
    Eyang Sabar56
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • Eyang Sabar56
    Eyang Sabar56
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Riffana Thary
    Riffana Thary
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
  • Komentator Spesialis
    Komentator Spesialis
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
    • yea aina
      yea aina
  • Pryadi Satriana
    Pryadi Satriana
    • Amat K.
      Amat K.
    • AnalisAsalAsalan
      AnalisAsalAsalan
    • Komentator Spesialis
      Komentator Spesialis
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Amat K.
      Amat K.
    • edi fitriadi
      edi fitriadi
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
    • Fa Za
      Fa Za
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Gregorius Indiarto
      Gregorius Indiarto
  • Saifudin Rohmaqèŕqqqààt
    Saifudin Rohmaqèŕqqqààt
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
    • doni wj
      doni wj
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Agus Suryono
    Agus Suryono
  • Alfi Nur Afifah
    Alfi Nur Afifah
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Jimmy Marta
    Jimmy Marta
    • Nimas
      Nimas
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Chei Samen
      Chei Samen
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Nimas
      Nimas
  • AnalisAsalAsalan
    AnalisAsalAsalan
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • edi fitriadi
      edi fitriadi
  • Jimmy Marta
    Jimmy Marta
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Muh Nursalim
    Muh Nursalim
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Alfi Nur Afifah
    Alfi Nur Afifah
  • Rihlatul Ulfa
    Rihlatul Ulfa
    • Rihlatul Ulfa
      Rihlatul Ulfa
    • Rihlatul Ulfa
      Rihlatul Ulfa
    • Rihlatul Ulfa
      Rihlatul Ulfa
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Fiona Handoko
    Fiona Handoko
  • Samsul Arifin
    Samsul Arifin
    • AnalisAsalAsalan
      AnalisAsalAsalan
  • Handoko Luwanto
    Handoko Luwanto
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • imau compo
    imau compo
    • imau compo
      imau compo
    • Amat K.
      Amat K.
    • AnalisAsalAsalan
      AnalisAsalAsalan
    • imau compo
      imau compo
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • imau compo
      imau compo
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Amat K.
      Amat K.
    • Yusuf Ridho
      Yusuf Ridho
    • Amat K.
      Amat K.
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Amat K.
      Amat K.
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Lusy Anggraini
    Lusy Anggraini
  • Siti choirun Amala
    Siti choirun Amala
  • imau compo
    imau compo
    • imau compo
      imau compo
  • Jimmy Marta
    Jimmy Marta
  • Warung Faiz
    Warung Faiz
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Jo Neka
      Jo Neka
    • Warung Faiz
      Warung Faiz
    • Warung Faiz
      Warung Faiz
  • Giyanto Cecep
    Giyanto Cecep
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Acun Purnoma
    Acun Purnoma
  • Nimas
    Nimas
  • thamrindahlan
    thamrindahlan
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
  • hikends
    hikends
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • imau compo
      imau compo
    • Jo Neka
      Jo Neka
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Jo Neka
      Jo Neka
    • imau compo
      imau compo
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Amat K.
      Amat K.
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin
    • Pryadi Satriana
      Pryadi Satriana
    • Amat K.
      Amat K.
  • rid kc
    rid kc
  • Nimas
    Nimas
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Nimas
      Nimas
    • Jo Neka
      Jo Neka
    • Nimas
      Nimas
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
  • Jo Neka
    Jo Neka
  • Fiona Handoko
    Fiona Handoko
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Jo Neka
      Jo Neka
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Samsul Arifin
      Samsul Arifin
  • Mirza Mirwan
    Mirza Mirwan
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
    • Mirza Mirwan
      Mirza Mirwan
    • Mirza Mirwan
      Mirza Mirwan
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • adi ya adi
    adi ya adi
  • ACEP YULIUS HAMDANI
    ACEP YULIUS HAMDANI
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • adi Nugraha
    adi Nugraha
  • Kalender Lengkap
    Kalender Lengkap
  • Xiaomi A1
    Xiaomi A1
  • Liáng - βιολί ζήτα
    Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Jimmy Marta
      Jimmy Marta
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
  • Pryadi Satriana
    Pryadi Satriana
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Samsul Arifin
      Samsul Arifin
    • Gianto Kwee
      Gianto Kwee
  • Parikesit
    Parikesit
    • Amat K.
      Amat K.
  • ikhwan guru sejarah
    ikhwan guru sejarah
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
    • Agus Suryono
      Agus Suryono
    • Johannes Kitono
      Johannes Kitono
    • Fiona Handoko
      Fiona Handoko
  • yea aina
    yea aina
    • Kalender Lengkap
      Kalender Lengkap
  • Chei Samen
    Chei Samen
  • Amat K.
    Amat K.
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • alasroban
    alasroban
  • Otong Sutisna
    Otong Sutisna
    • alasroban
      alasroban
    • Amat K.
      Amat K.
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Cah Kene ae
      Cah Kene ae
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • nur cahyono
    nur cahyono
  • mzarifin umarzain
    mzarifin umarzain
    • mzarifin umarzain
      mzarifin umarzain
  • edi fitriadi
    edi fitriadi
  • ra tepak pol
    ra tepak pol
    • Azza Lutfi
      Azza Lutfi
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman