Terbongkar Mahasiswa Magang di Jepang Malah Dipekerjakan 14 Jam Sehari Hingga Tidak Dapat Libur
Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus program magang ke Jepang. Kasus tersebut melibatkan salah satu politeknik di Sumatera Barat.-Disway.id/Anisha Aprilia-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Terbongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus mahasiswa magang di Jepang malah diduga dijadikan buruh atau dipekerjakan 14 jam Sehari hingga tidak mendapat libur.
Dugaan TPPO terbongkar usai dua orang mahasiswa yang menjadi korban, yaitu ZA dan FY melapor ke KBRI Tokyo, Jepang.
Selain dua orang itu, terdapat sembilan mahasiswa lain yang juga menjadi korban TPPO dengan modus dijadikan buruh saat magang di Jepang.
BACA JUGA:Bertambah! Tersangka TPPO yang Berhasil Ditangkap Kini Jadi 649 Orang
Polisi telah menyelidiki kasus mahasiswa yang juga diduga gajinya dipotong tersebut.
Praktik TPPO dengan modus mahasiswa dijadikan buruh ini diduga telah berlangsung sejak tahun 2012.
Dalam penyelidikannya, polisi menetapkan dua tersangka TPPO atas kasus mahasiswa magang dipekerjakan selama 14 hari sehari dan tidak dapat libur itu oleh sebuah politeknik di Sumatra Barat.
Dua orang yang ditetapkan tersangka TPPO yaitu G, direktur sebuah politeknik pada periode 2013-2018, dan EH, direktur periode 2018-2022.
“Selama satu tahun magang, korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang, akan tetapi bekerja seperti buruh,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta.
Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 4 dan Pasal 11 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
BACA JUGA:Al Zaytun Tetap Terima Santri Baru, Pemerintah Masih Izinkan
Djuhandani menjelaskan, para mahasiswa tersebut bekerja selama 14 jam setiap hari, tanpa ada hari libur, dan hanya diberikan waktu makan maksimal 15 menit.
Setiap mahasiswa itu diberikan upah sekitar Rp 5 juta per bulan, namun gaji itu diduga diberikan Rp2 juta per bulan ke kampus sebagai dana kontribusi.
Diungkapkan Djuhandani, para mahasiswa itu diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar selama satu tahun. Kemudian, pihak perusahaan Jepang memperpanjangnya menjadi visa kerja selama enam bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: