Memahami Rahmatan Lil 'Alamin serta Ketidakselarasan antara Ucapan dan Tindakan di Komunitas NU

Memahami Rahmatan Lil 'Alamin serta Ketidakselarasan antara Ucapan dan Tindakan di Komunitas NU

KH Imam Jazuli Lc--

KETIKA Rasulullah Saw tiba di kota Yatsrib (kelak Madinah), musuh-musuhnya bukan saja orang kafir melainkan orang-orang munafik. Ayat-ayat Alquran yang mengandung celaan terhadap kemunafikan mayoritas Madaniah, turun dalam konteks orang Madinah.

Orang munafiqin Madinah bagai api dalam sekam; menggerogoti tubuh persatuan umat muslim. Karenanya, ayat 3 surat ash-Shaff turun. Dalam tafsir ath-Thabari, melalui riwayat ad-Dhahhak, ayat ini mengkritik orang munafik Madinah yang menjanjikan kesanggupan berperang fi Sabilillah namun tidak pernah dilakukannya.

Allah SWT pun berfirman: "besar kemurkaan di sisi Allah hendaknya kalian berkata apa yang tidak kalian lakukan," (QS. ash-Shaff: 3).

Sifat munafik sangat membahayakan persatuan dan kesatuan umat muslim. Karenanya, dalam ayat selanjutnya, Allah SWT menegaskan hakikat identitas umat muslim: " sungguh Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya bershaf-shaf, seakan-akan mereka adalah benteng yang kokoh," (QS. ash-Shaff: 4).

Berperang di jalan Allah, dalam konteks zaman modern, bukan lagi mengangkat senjata. Hal itu tercermin dari sabda Rasulullah Saw setelah selesai Perang Tabuk: "kita telah pulang dari jihad kecil menuju jihad besar," (HR. Al-Baihaqi).

Memang para ulama berbeda pendapat tentang apa definisi jihad besar dan jihad kecil. Ada yang mengatakan, jihad besar adalah memerangi orang kafir. Ada pula yang berpendapat, jihad besar adalah memerangi hawa nafsu.

Begitu sebaliknya, ada yang berpendapat, jihad kecil adalah memerangi orang kafir. Ada yang berpendapat, jihad kecil adalah memerangi hawa nafsu. 

Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, sabda Rasulullah Saw bertalian dengan firman Allah SWT. Perang Tabuk juga terjadi pada tahun 630 Masehi, setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Artinya, saat itu Rasulullah sudah berhadapan dengan kaum munafik Madinah.

Kemunafikan Kontemporer

Zaman terus berlalu. Umat manusia pun secara kolektif bersepakat pada satu nilai ideal dan universal yang sama, yaitu: persaudaraan, persatuan dan perdamaian. Namun, nyatanya hingga hari ini Eropa yang notabene negeri kafir juga berperang satu sama lain; selangkah lagi menuju perang nuklir.

Begitu pun dengan negara-negara Timur Tengah yang notabene negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Nyatanya, mereka juga sama saja. Perang dan pertumpahan darah terus terjadi, dan terbentang depan mata. Semuanya disebabkan slogan dan jargon kosong tentang persaudaraan, persatuan dan perdamaian.

Bangsa Indonesia nyaris dijangkiti penyakit yang hampir sama, yaitu penyakit kemunafikan. Hampir di setiap ada panggung ceramah keagamaan, nilai-nilai universal seperti moderat (tawasut), seimbang (tawazun), toleransi (tasamuh), dan keadilan ('adalah) menjadi tema-tema yang melangit.

Disebut melangit karena tawasut, tawazun, dan tasamuh tidak membumi menjadi prilaku keseharian, khususnya elite hingga warga Nahdliyyin. Nyatanya  Kebencian dan permusuhan selalu digaungkan baik sesama Nahdiyyin apalagi dengan non-nahdiyyin. Media massa dan setiap pemberitaan mempertontonkan bagaimana jama'ah Nahdliyyin berkonflik satu sama lain ataupun dengan Jamaah lain yang berbeda Ideologi keagamaan. Tidak berlebihan jika mengatakan; hari ini slogan Rahmatan Lil 'Alamin hendak menjelma menjadi isapan jempol belaka bahkan tanda  kemunafikan kontemporer. 

Tentu saja sikap ini bukan bentuk skeptisis melainkan otokritik, dengan satu tujuan: promosi Islam Rahmatan lil 'Alamin harusnya menjadi misi dakwah sekaligus perilaku sosial sehari-hari, baik menyangkut persoalanan kebudayaan, keagamaan, ekonomi hingga politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: