Israel Diduga Tabrak Aturan Perang di Gaza, Begini Penjelasan Humaniter Internasional!
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu turun perintah langsung ke Pasukan Pertahanan Israel (IDF)-Bud Wichers-
Ketentuan HHI yang berlaku dalam IAC dan NIAC tidak sama. Dalam IAC, yang berlaku adalah Konvensi Jenewa 1949 dan/atau Protokol Tambahan I 1997. Sedangkan dalam NIAC, yang berlaku hanya Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur perlindungan terhadap korban perang dan/atau Protokol Tambahan II 1997.
Konvensi Jenewa 1949 terdiri dari beberapa bagian. Pertama, Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat (Konvensi I). Kedua, Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang di Laut yang Luka, Sakit, dan Korban Karam (Konvensi II). Ketiga, Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan Tawanan Perang (Konvensi III). Keempat, Konvensi Jenewa mengenai Perlindungan Orang Sipil di Waktu Perang (Konvensi IV).
Di samping itu terdapat ketentuan baru yang melengkapi Konvensi Jenewa 1949. Pertama, Protokol Tambahan I 1997 yang dibentuk karena metode perang yang digunakan negara berkembang, demikian pula dengan aturan tata cara berperang. Protokol Tambahan I 1997 menentukan bahwa hak dari para pihak yang bersengketa untuk memilih alat dan cara berperang adalah tidak tak terbatas, dan dilarang menggunakan senjata proyektil dan alat lainnya yang dapat mengakibatkan luka berlebih atau penderitaan yang tidak perlu.
Kedua, Protokol Tambahan II 1997 yang terbentuk karena sering terjadi konflik bersenjata di dalam internal negara (NIAC) setelah Perang Dunia II. Satu-satunya ketentuan NIAC terdapat dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 namun dinilai belum cukup memadai untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan yang serius akibat NIAC. Oleh sebab itu prinsip yang telah diatur dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 ditegaskan kembali dalam Protokol Tambahan II 1997.
Secara garis besar aturan perang dalam HHI menurut Ambarwati dkk (Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional) mengandung 8 prinsip yang wajib dipatuhi oleh masyarakat dunia internasional:
Pertama, Kemanusiaan, yakni pihak pihak yang tidak berperang dan mengangkat senjata atau non kombatan harus dijauhkan sebisa mungkin dari arena pertempuran, dan korban luka harus diusahakan seminimal mungkin. Kedua, Kepentingan, yaitu yang dapat dijadikan sasaran serangan dalam pertempuran adalah objek militer. Ketiga, Proporsional, yaitu setiap serangan dalam operasi militer harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan tidak akan menyebabkan korban dan kerusakan yang berlebihan.
Keempat, Pembedaan, yakni dalam konflik bersenjata harus dibedakan kombatan dan orang sipil. Kelima, Pembatasan berupa larangan yang menyebabkan penderitaan tidak sepatutnya. Artinya, prinsip ini berkaitan dengan metode dan alat perang. Misalnya larangan menggunakan racun, peluru, senjata biologi, dan lainnya. Keenam, Pemisahan "Jus ad Bellum" dan "Jus in Bello". Ketujuh, Patuhi ketentuan minimal HHI, yakni Konvensi Jenewa 1949. Kedelapan, Tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI yang wajib dihormati pemerintah dan warga negara yang bersangkutan.
Dengan demikian, walaupun perang dipandang sebagai kondisi tertinggi kedaruratan dalam suatu negara maupun antarnegara, akan tetapi tidak boleh menabrak hukum humaniter internasional. Pelanggaran terhadap HHI dapat dituntut dalam persidangan Mahkamah Pidana Internasional atau dikenal dengan istilah International Criminal Court (ICC) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Referensi: M. Ishom El-Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: